Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Tiongkok pertimbangkan tidak jatuhkan sanksi bagi keluarga dengan lebih dari tiga anak

Tiongkok pertimbangkan tidak jatuhkan sanksi bagi keluarga dengan lebih dari tiga anak

Amandemen UU Kependudukan dan Keluarga Berencana mencakup penghapusan sanksi apa pun karena memiliki empat anak atau lebih

Pemerintah Tiongkok sedang mempertimbangkan untuk mengubah kebijakan tiga anak untuk memberi kesempatan bagi pasangan memiliki empat anak atau lebih tanpa menghadapi hukuman.

Rancangan amandemen UU Kependudukan dan Keluarga Berencana yang diajukan ke komite tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC) pada 17 Agustus menghapus hukuman apa pun jika memiliki empat anak atau lebih, kantor berita Xinhua melaporkan.

Jika disahkan, RUU itu secara diam-diam akan menghapus ambang batas terkait berapa banyak anak yang dapat dimiliki oleh pasangan, meskipun kebijakan resmi Partai Komunis China (CCP) yang berkuasa adalah mendorong pasangan untuk memiliki tiga anak.




Pada bulan Mei 2021, CCP meluncurkan rencana baru untuk menaikkan tingkat kelahiran yang lesu dan membalikkan penuaan populasi, meningkatkan batas resmi jumlah anak per pasangan dari dua menjadi tiga.

Perubahan itu terjadi lima tahun setelah CCP membatalkan kebijakan bersejarah yang membatasi sebagian besar pasangan untuk hanya memiliki satu anak, yang memunculkan pelanggaran hak asasi manusia selama beberapa dekade, termasuk aborsi dan sterilisasi paksa, serta pemantauan secara masif atas kesuburan wanita oleh pejabat.

Amandemen undang-undang tersebut dibahas pada pertemuan Politbiro pada 31 Mei tentang “Mengoptimalkan Kebijakan Kesuburan untuk Mendorong Pertumbuhan Penduduk Jangka Panjang dan Berimbang.”

Politbiro menyimpulkan bahwa “pendidikan dan bimbingan harus diberikan untuk mendorong pernikahan dan nilai-nilai keluarga di antara kaum muda,” dan menambahkan bahwa insentif pajak dan perumahan juga akan diberikan untuk pasangan yang ingin memiliki anak.

- Newsletter -

Langkah-langkah dukungan yang direncanakan oleh pemerintah antara lain termasuk perbaikan perawatan prenatal dan postnatal, layanan penitipan anak umum, dan pengurangan biaya pendidikan untuk keluarga.

Sejak itu pemerintah telah melarang les sepulang sekolah dan liburan, yang merupakan pukulan besar bagi industri les privat.

Seorang anak dan wanita muda mengendarai becak di kota Hotan, Xinjiang pada 3 Oktober 2017. (Foto oleh Rweisswald/shutterstock.com)

Biaya tinggi

Tiongkok menerapkan kebijakan satu anak yang sangat terkenal pada tahun 1979, karena takut akan ledakan penduduk secara besar-besaran. Tetapi tingkat kesuburan mencapai sekitar 1,3 anak per wanita pada tahun 2020, dibandingkan dengan 2,1 anak per wanita yang dibutuhkan untuk memperbarui populasi.

Membesarkan anak-anak di Tiongkok menjadi urusan yang mahal, dengan orang tua harus mencari uang bahkan untuk pendidikan satu anak. Sekolah-sekolah negeri tidak memungut biaya sekolah sampai wajib belajar 10 tahun, namun mereka semakin menuntut nominal pembayaran dalam berbagai jenis, serta pembayaran untuk makanan dan kegiatan ekstrakurikuler.

Akan tetapi, ada tanda-tanda bahwa orang-orang yang melakukan sebagian besar pekerjaan mental, fisik, dan emosional dalam melahirkan dan membesarkan anak mungkin tidak siap untuk menyelesaikan masalah kependudukan pemerintah.

Sebuah jajak pendapat yang diunggah kantor berita resmi Xinhua di platform media sosial Weibo setelah pengumuman tersebut, mengungkapkan bahwa 29.000 dari 31.000 responden mengatakan mereka tidak akan mempertimbangkan untuk memiliki anak lagi.

Ye Jinghuan, seorang warga Beijing, mengatakan pemikiran bahwa keluarga akan siap untuk memiliki empat atau lebih anak tampak tidak masuk akal baginya.

“Pada dasarnya, penduduk kota tidak mungkin memiliki empat anak,” kata Ye. “Ini sangat jarang, dan biasanya berkaitan dengan kecelakaan atau kondisi medis ibu yang tidak mengizinkan aborsi.”

“Sebagian besar orang di lingkaran sosial saya memiliki satu atau dua, tetapi kebanyakan satu.”

“Jika Anda memiliki pendapatan tahunan yang cukup tinggi, Anda dapat menggaji pengasuh anak,” kata Ye. “Membesarkan anak di kota cukup mahal, di mana satu kaleng susu bubuk berharga 300 yuan.”

Seorang pekerja medis dengan APD (kiri) memeriksa suhu tubuh seorang pengemudi di sebuah pos pemeriksaan di luar kota Yueyang, provinsi Hunan, pada 28 Januari, dekat perbatasan dengan provinsi Hubei saat lockdown akibat virus corona. (Foto oleh Thomas Peter/Reuters)

Penduduk sebagai senjata?

Menurut Xinhua, pertemuan komite tetap NPC pada 17 Agustus meninjau beberapa rancangan amandemen undang-undang keluarga berencana saat ini.

Termasuk diantaranya adalah usulan penghapusan pasal 41 dan 42 UU Kependudukan dan Keluarga Berencana.

Pasal 41 mengatur denda yang harus dibayarkan kepada negara untuk setiap kelahiran yang melebihi batas saat ini, sedangkan Pasal 42 mengatur hukuman administratif dan tindakan disipliner di tempat kerja bagi siapa pun yang melanggar batas saat ini.

Belum diketahui apakah semua biro keluarga berencana akan dipaksa mundur jika amandemen disahkan.

Zhang Jianping, seorang komentator di provinsi Jiangsu, mengatakan negara bagian itu tidak punya urusan untuk memberi tahu warga  berapa banyak anak yang dapat mereka miliki.

“Aturan keluarga berencana melanggar hak asasi manusia dan harus dihapuskan,” kata Zhang. “Kebijakan Keluarga Berencana adalah bentuk intervensi administratif, yang inkonstitusional.”

Yang Haiying, seorang dosen di Universitas Shizuoka Jepang, mengatakan CCP  masih menganggap penduduk Tiongkok sebagai keuntungan strategis.

“Mereka telah menyadari bahwa penduduk adalah senjata terbesar mereka, dan mereka ingin lebih banyak orang di sekitar untuk mematuhi mereka,” kata Yang.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: yourvoice@licas.news

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Exit mobile version