Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Features (Bahasa) Di Kamboja, bayi yang lahir dari seorang tahanan juga ikut dikurung

Di Kamboja, bayi yang lahir dari seorang tahanan juga ikut dikurung

Duduk di ranjang kayu yang rendah di luar rumah kecilnya, Cheng Davi yang berusia 32 tahun memandang putranya, Sothea.

Dia senang bahwa Sothea selamat dari penderitaan selama mereka di penjara, tetapi bocah berusia 2 tahun ini tampak kurang sehat akhir-akhir ini.

“Dia memiliki penyakit kulit, jadi dia selalu gatal,” kata Davi. “Dan sangat sering dia sakit demam tinggi.”




Davi melahirkan Sothea ketika dia dikurung di penjara Kamboja. Ketika dia meminta apakah putranya itu bisa dirawat oleh neneknya, pihak berwenang mengatakan kepadanya bahwa itu adalah peraturan bahwa bayi tinggal bersama ibu mereka jika kelahiran terjadi ketika narapidana sedang dalam penjara.

Kebijakan ini telah dikritik oleh para pembela HAM selama bertahun-tahun, yang berpendapat bahwa penjara bukan lingkungan yang aman dan sehat untuk bayi.

Pada bulan Januari, masalah yang sudah berlangsung lama ini berubah secara dramatis ketika seorang bayi berusia 5 bulan meninggal di Rumah Sakit Persahabatan Khmer-Soviet di Phnom Penh.

Bayi itu dipenjara bersama ibunya, yang berakhir dengan penahanan pra-persidangan setelah ketahuan memiliki metamfetamin senilai hanya $2,50. Dia hamil 8 bulan ketika dia dikirim ke penjara.

- Newsletter -

Kelompok hak asasi manusia Licadho mengatakan bahwa otopsi menunjukkan bahwa bayi itu meninggal karena pneumonia dan kekurangan gizi parah.

Licadho juga mengatakan bahwa anak itu mengalami patah tulang paha dan bahwa sebelumnya, staf medis di Rumah Sakit Anak Nasional tidak mengindahkan permohonan ibu yang meminta bantuan, mengatakan kepadanya bahwa mereka kehabisan obat yang sebelumnya diresepkan untuk anak.

Berbicara kepada surat kabar Kamboja Khmer Times, Nouth Savna, juru bicara Departemen Umum Penjara, mengatakan bahwa kematian bayi itu akan diselidiki. Savna juga mengklaim bahwa petugas penjara tidak dapat disalahkan.

“Petugas penjara merawat bayi itu dengan baik – mereka tidak terlibat dalam kematiannya,” kata juru bicara itu.

Davi tidak percaya bahwa petugas penjara merawat bayi yang kemudian mati itu. Dalam pengalamannya, kondisi di dalam penjara sangat buruk.

“Tidak ada cukup makanan, dan karena tidak ada air bersih, anak saya sering sakit,” katanya kepada LiCAS.news.

Kekurangan obat-obatan dan peralatan medis di balik jeruji besi juga sangat memprihatinkan, kata Davi.

“Hanya ketika anak-anak sakit parah, mereka menerima perawatan,” katanya. “Seringkali mereka hanya memberimu parasetamol.”

Jika dia membutuhkan sesuatu yang lebih untuk merawat anaknya, Davi tidak punya pilihan lain selain menyuap salah satu penjaga.

“Lalu aku akan memiliki kesempatan untuk menelepon ibuku dan memintanya untuk membawa obat untuk anakku.”

Foto tangan yang diborgol dari seorang tahanan wanita di Kamboja. (Foto oleh Tang Chhin Sothy / AFP)

Am Sam Ath, wakil direktur pemantauan di Licadho, mengkritik penahanan anak-anak.

Dia mengatakan bahwa paket makanan untuk tahanan yang hamil, serta untuk ibu yang ditahan dengan anak-anak mereka, terbatas.

“Ada beberapa LSM yang menyediakan makanan dan nutrisi untuk mendukung para tahanan wanita dan anak-anak mereka, tetapi meskipun begitu itu tidak cukup.”

Sam Ath juga mengatakan bahwa tahanan yang hamil tidak mendapatkan perawatan medis yang mereka butuhkan.

“Orang-orang di luar penjara bisa membuat janji untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, tetapi karena proses yang lambat, wanita di dalam penjara kadang-kadang tidak mendapatkan pemeriksaan kesehatan atau perawatan rutin.”

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Kamboja harus menerapkan sistem yang lebih baik untuk mencegah anak-anak yang tidak bersalah dikurung, Ros Sopheap, direktur eksekutif Gender dan Pembangunan untuk Kamboja, sebuah LSM yang mengadvokasi kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, mengatakan kepada LiCAS.news
Ros mengatakan bahwa ketika seorang tersangka hamil, pihak berwenang harus menunda persidangan sampai setelah ia melahirkan.

“Dengan kurangnya fasilitas di dalam penjara, saya benar-benar prihatin dengan kesehatan mental anak-anak dan juga para ibu,” kata Ros.

Menurut Licadho, pada pertengahan Februari 103 anak-anak dan 43 wanita hamil ditahan di 18 penjara di Kamboja yang berada dalam pantauannya.

Kelompok hak asasi manusia itu juga mengatakan bahwa empat tahun lalu, Perdana Menteri Hun Sen meminta komite untuk memberikan amnesti kepada wanita hamil dan ibu yang dipenjara dengan anak-anak mereka.

Namun alih-alih mengatasi masalah itu, jumlah tahanan di Kamboja telah berkembang pesat sejak 2017.




Sebagian besar tahanan baru itu terkait dengan upaya penumpasan narkoba yang kontroversial. Terinspirasi oleh perang melawan narkoba di Filipina, Kamboja telah menangkap dan memenjarakan ribuan orang.

Banyak tahanan adalah orang miskin Kamboja yang menderita kecanduan heroin atau metamfetamin. Kepemilikan obat-obatan yang nilainya hanya beberapa dolar saja sudah cukup untuk membuatnya berada di balik terali besi.

Itu juga terjadi pada Davi, yang tidak tahu dia sedang hamil pada saat ditangkap.

“Saya hanya membawa sedikit obat. Setiap hari saya harus bangun pagi, jadi saya menggunakannya untuk memberi saya lebih banyak energi,” kata Davi. “Tapi mereka menuduh saya terlibat narkoba dan dan mengirim saya ke penjara selama dua tahun. Enam bulan setelah penangkapan saya, putra saya lahir.”

Penangkapan seperti ini tidak adil, kata Ros Sopheap.

“Pemerintah hanya menargetkan pengguna, yang benar-benar mereka sangat tahu sebagai orang utama di balik masalah narkoba,” katanya. “Saya sudah bicara banyak tentang ini, tetapi saya belum melihat tindakan apa pun untuk mengubahnya. Saya hanya melihat mereka menangkap orang-orang miskin yang dituduh terlibat.”

”Pada akhirnya Davi menghabiskan 1,5 tahun di penjara bersama putranya.

Ibu dari bayi yang meninggal saat dipenjara baru-baru ini dibebaskan dari penjara.

Tetapi bagi banyak orang lainnya, penderitaan itu masih jauh dari selesai.

Yang memperburuk masalah ini adalah pembatasan kunjungan untuk mencegah penyebaran virus corona, kata Am Sam Ath dari Licadho.

“Ini berarti bahwa keluarga tidak dapat mengunjungi tahanan lagi untuk membawakan mereka makanan, sehingga akan ada kekurangan makanan yang lebih besar,” katanya.

“Dan saya ragu mereka akan memisahkan tahanan lama dan tahanan baru dari satu sama lain. Jika tahanan baru memiliki COVID-19, sangat mungkin virus itu akan menyebar dengan mudah di penjara.”

* Demi alasan keamanan, nama tahanan dan putranya tidak disebutkan.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: yourvoice@licas.news

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Exit mobile version