Seorang pengusaha di Vietnam yang telah ditahan sejak tahun lalu telah didakwa karena diduga menyebarkan informasi negara dan memfitnah para pemimpinnya.
Pengusaha Nguyen Duc Quoc Vuong, yang ditangkap di provinsi Lam Dong pada 23 September 2019, dituduh “membuat, menyimpan, mendistribusikan atau menyebarkan informasi, dokumen, dan barang-barang yang bertentangan dengan Republik Sosialis Vietnam.”
Sebuah laporan Radio Free Asia mengatakan bahwa Nguyen tidak dapat menemui pengacaranya sebelum dakwaan itu ditetapkan. Keluarganya juga tidak diizinkan mengunjunginya di tahanan.
Pengacara Nguyen, Nguyen Van Mieng, mengatakan dakwaan itu “sangat buruk, karena mereka hanya merangkum [kasus] itu hanya dalam empat halaman.”
Pengacara mengatakan dakwaan, yang diajukan berdasarkan Pasal 117 KUHP 2015 dan 2017, seharusnya berisi rincian lebih dari 2.000 file, dokumen, dan laporan terkait kasus Nguyen.
Nguyen sebelumnya telah ditangkap dan didenda 750.000 dong (US $ 32) pada 10 Juni 2018 oleh polisi di Kota Ho Chi Minh karena keterlibatannya dalam protes yang tidak berhubungan dengan rancangan undang-undang tentang zona ekonomi khusus dan keamanan siber.
Radio Free Asia juga melaporkan bahwa para pemimpin kelompok diskusi Facebook yang ditangkap pekan lalu gagal bertemu dengan pengacara mereka.
Para pengacara mengatakan itu menjadi tanda bahwa klien mereka ditekan untuk melepaskan hak mereka untuk mendapatkan kuasa hukum.
Huynh Anh Khoa dan Nguyen Dang Thuong adalah administrator dari grup Facebook populer yang disebut “Diskusi Ekonomi-Politik.” Mereka ditangkap pada 13 Juni karena “menyalahgunakan kebebasan berdemokrasi.”
Vietnam, di mana Partai Komunis mengendalikan semua media dan tidak menoleransi perbedaan pendapat, berada di peringkat 175 dari 180 negara menurut Indeks Kebebasan Pers yang dikeluarkan Reporters Without Borders pada 2020.
Menurut kelompok Defend the Defenders, Hanoi telah menangkap setidaknya 29 aktivis, termasuk 19 blogger, karena unggahan online, dan saat ini menahan 238 tahanan hati nurani (tahanan politik).
Negara ini secara konsisten dinilai “tidak bebas ” di bidang internet dan kebebasan pers oleh Freedom House, sebuah kelompok pengawas yang berbasis di Amerika Serikat.