Menuai hasil jerih payah bukanlah kata-kata kosong di sebuah paroki di pinggiran ibu kota Filipina -Manila- di mana orang-orang memanen buah dan sayuran yang tumbuh dalam wadah plastik yang digantung.
Setelah Misa hari Minggu pagi, umat paroki akan memetik selada segar dari tumpukan batu apung – batuan vulkanik yang sangat ringan dan berpori – yang direndam dalam larutan air.
Beberapa orang mungkin bertanya-tanya bagaimana selada tumbuh di wadah yang tidak ada tanahnya di tengah halaman parkir kompleks paroki.
“Ini bukan sihir dan bukan rahasia,” kata Pastor Eduardo Vasquez, pastor paroki Bunda Maria Rahmat Suci di Keuskupan Kalookan.
Imam dari tarekat Oblat Maria Imakulata (OMI) itu menggunakan hidroponik, suatu metode menanam tanaman tanpa tanah dengan menggunakan larutan nutrisi mineral, di kebunnya.
Dia telah melakukan eksperimen dengan berbagai metode menanam sayuran dan buah-buahan di kompleks paroki selama beberapa bulan.
“Saya ingin membuktikan bahwa menanam sayuran di perkotaan atau di rumah Anda sendiri sangat mungkin dilakukan, meskipun tidak ada halaman belakang atau sebidang tanah,” katanya.
Proyek perkebunan kota, yang disebutnya “Proyek Berkat,” dimulai setelah pemerintah Filipina memberlakukan penguncian di ibu kota negara itu untuk menghentikan penyebaran virus corona pada bulan Maret.
“Selama lockdown, banyak keluarga miskin yang saya kunjungi mengeluh bahwa mereka tidak memiliki cukup makanan untuk dimakan atau tidak punya uang karena mereka kehilangan mata pencaharian,” kata Pastor Vasquez.
Imam itu mengatakan dia menyadari bahwa selama pandemi dan dengan krisis ekonomi yang membayangi “orang perlu kembali ke dasar dan mengandalkan apa yang diberikan alam untuk bertahan hidup.”
Dibantu oleh sesama imam Oblat, Pastor Vasquez mengembangkan program yang bertujuan membantu keluarga miskin mendapatkan makanan mereka sendiri.
“Saya membutuhkan sebuah prototipe dan tempat di mana saya dapat menunjukkan kepada umat bahwa bercocok tanam bisa dilakukan di lingkungan perkotaan, jadi saya mulai dengan paroki,” katanya kepada LiCAS.news.
Pastor Vasquez mencabut semua tanaman hias di sekitar halaman paroki dan menggantinya dengan tanaman yang bisa dipanen dan dimakan.
“Saya menyadari bahwa kami harus kreatif karena kami tidak memiliki cukup tanah di sini,” katanya. “Kami memiliki kompleks gereja yang besar, tetapi tanahnya semuanya beton,” katanya.
Imam itu mendesak staf dan sukarelawan gereja untuk mengumpulkan wadah plastik bekas dan kaleng kosong yang nantinya mereka gunakan untuk ditanam.
Kemudian mereka mulai mempersiapkan “tanah yang baik”.
“Mempersiapkan tanah yang baik mencerminkan kehidupan kita sendiri,” kata imam itu. “Tanah yang baik adalah campuran unsur organik dari kompos sekam padi berkarbonisasi dan lapisan tanah bagian atas.”
“Dalam hidup kita, kita memiliki pengalaman dan penderitaan yang kelam. Ada saat-saat kita kelelahan, kita berdarah, dan kita mengalami kesakitan. Tapi itu yang menjadikan kita orang yang baik, ”katanya.
Dalam waktu beberapa bulan, imam itu berhasil mengubah parokinya menjadi pusat perkebunan perkotaan yang dikunjungi orang untuk belajar bagaimana menanam makanan mereka sendiri di rumah mereka.
Imam itu mampu menanam berbagai buah dan sayuran antara lain pisang, lada, tomat, bayam, okra, talas, anggur, dan berbagai tanaman herbal.
Sayuran yang memanjat dan merambat, seperti bayam malabar, pare, kacang asparagus, labu, ditanam di dinding gereja dan bangunan lainnya.
“Sayuran ini juga bisa dijadikan dekorasi. Jadi, daripada menggunakan tanaman rambat hias lain, kami menanam tanaman yang bisa kami makan, ”kata Pastor Vasquez.
Dia membangun rumah kaca kecil tempat persemaian bibit sebelum ditanam di pot gantung dan tanah.
Imam itu juga memperkenalkan prosedur ‘vermikomposting’ sederhana, yang dapat dilakukan setiap rumah tangga dengan sampah organik di rumah.
Di paroki juga ada beberapa ayam, seperti ayam kampung dan Silkie, atau ayam Tionghoa, yang kotorannya digunakan sebagai pupuk.
Pada 26 April, paroki membagikan pot sayur gantung kepada keluarga-keluarga miskin di komunitas perkotaan.
Pastor Vasquez secara teratur mengunjungi mereka tidak hanya untuk bersilatuhrami dengan umat, tetapi juga dengan tanaman mereka.
“Banyak umat paroki dan pengunjung ingin membeli pot plastik buatan ,” kata imam itu. “Kami tidak menjual, tapi kami mengajari mereka cara menanam sayuran di dalam pot ini.”
Pastor Vasquez sekarang mengubah tanah kosong di paroki menjadi ruang hijau dengan pot sayurnya. Dek atap pusat pastoral paroki ada dalam daftar berikutnya.
Dalam beberapa hari mendatang, kata pastor itu, dia akan melarang bunga sebagai hiasan di altar gereja.
“Kita harus berhenti memetik bunga mawar, meletakkannya di atas altar, dan kemudian membuangnya keesokan harinya,” katanya. “Jika orang ingin membawa bunga, mereka perlu membawa bunga dalam pot tanah.”
Imam itu juga memerintahkan staf paroki untuk mengganti tanaman hias di dalam gereja dengan tanaman yang bisa dimakan.
Pastor Vasquez mengatakan bahwa menanggapi seruan Paus Fransiskus “untuk merawat rumah kita bersama” seharusnya tidak sulit.
“Menerjemahkan pesan Laudato si’ agar dipahami orang, kita perlu menunjukkan kepada mereka apa arti sebenarnya dari tindakan ekologis yang nyata,” katanya.