Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Pejabat Vatikan mengecam 'intoleransi yang bermuatan politik'

Pejabat Vatikan mengecam ‘intoleransi yang bermuatan politik’

Para pejabat tinggi Vatikan meminta para pemimpin global untuk menghormati kebebasan beragama, bahkan mereka mengecam “suara-suara intoleran dari mereka yang benar secara politis” yang membungkam kebebasan tersebut.

Pernyataan para pejabat gereja itu muncul setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo meminta Gereja Katolik untuk berbicara menentang pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Tiongkok.

Dalam simposium tentang kebebasan beragama internasional di Roma pada 30 September, Kardinal Pietro Parolin, sekretaris negara Vatikan, mengatakan pelanggaran kebebasan beragama di tingkat global berasal dari “kesalahpahaman mendasar tentang makna kebebasan manusia.”




Dia mengatakan serangan terhadap kebebasan beragama “sering didorong oleh ketakutan dan ideologi” yang dilanggengkan oleh “rezim totaliter yang menggunakan kekuasaan untuk memberlakukan pembatasan yang kejam”.

Kardinal mengatakan dunia telah melihat negara dan pemerintah yang melarang praktik tradisi agama dan secara aktif menganiaya etnis dan agama minoritas.

Akan tetapi Kardinal Parolin mengatakan bahwa suara-suara intoleran dari mereka yang benar secara politis juga melanggar kebebasan tersebut dengan mencoba untuk “membungkam dan mengutuk kepercayaan, tradisi, dan praktik agama yang bertentangan dengan ideologi progresif mereka, dengan label ‘kebencian’ dan ‘tidak toleran.’

“Sudah saatnya kita merefleksikan lebih serius tentang akar ‘intoleransi’ dalam situasi seperti itu dan, khususnya, menyusutnya ruang publik untuk berdialog bagi dan dengan mereka yang mempraktikkan keyakinan mereka secara terbuka,” kata kardinal itu.

- Newsletter -

“Memang, tingkat penghormatan terhadap kebebasan beragama di ruang publik merupakan indikator yang jelas dari kesehatan masyarakat mana pun, dan, karena itu, ini juga merupakan ‘tes litmus’ untuk mengukur tingkat penghormatan yang ada untuk semua hak asasi fundamental lainnya,” ”tambahnya.

Prelatus itu mengingatkan publik bahwa dalam mendorong kebebasan beragama melalui aktivitas diplomatik “penting bagi kita untuk mengingat tidak hanya apa yang ingin kita bela dan promosikan, tetapi juga ancaman yang kita hadapi.”

Dia mengatakan ancaman ini termasuk “penindasan fisik, penganiayaan, dan pemaksaan ideologis.”

Uskup Agung Paul Gallagher, sekretaris Vatikan untuk hubungan antar negara, mengutip pernyataan Kardinal Parolin, mengatakan bahwa “serangan terhadap kebebasan beragama tidak hanya datang dalam bentuk penganiayaan fisik tetapi juga melalui tren ideologis.”

Dia mengatakan bahwa serangan terhadap kebebasan beragama juga berasal dari ‘membungkam’ melalui apa yang sering disebut ‘kebenaran politik’ yang disebutnya mengambil kebebasan yang lebih besar atas nama ‘toleransi’ dan ‘non-diskriminasi.’

Prelatus itu menekankan bahwa Takhta Suci telah “dengan tekun dan terus-menerus memperhatikan penyalahgunaan kebebasan beragama.

Dia mengatakan Vatikan sangat menyadari kekejaman yang dilakukan oleh rezim otoriter dan diktator, yang paling jelas disaksikan dalam kasus di mana ada penganiayaan fisik dan bahkan pembunuhan terhadap agama minoritas.

Uskup Agung Gallagher mengatakan, Gereja juga mengawasi kecenderungan yang semakin umum, terutama yang ditemukan di Barat, yang mempromosikan ideologi dan bahkan undang-undang nasional yang bertentangan dengan pelaksanaan kebebasan beragama.

“Ideologi-ideologi yang tidak fleksibel ini, yang dengan cepat mencela keyakinan agama dan orang lain yang tidak menerima posisi mereka sebagai ‘penuh kebencian,  bahkan lebih intoleran dan diskriminatif terhadap kebebasan beragama,” kata prelatus itu.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo berbicara dengan diplomat Vatikan Kardinal Pietro Parolin saat keduanya bertemu di Vatikan, 1 Oktober (Foto dari Vatican Media / handout via Reuters)

Sebelum dua pejabat tinggi Vatikan menyampaikan pidato mereka, Pompeo berpidato di simposium yang sama, mengatakan bahwa “tidak ada serangan terhadap kebebasan beragama yang lebih besar dari yang ada di Tiongkok saat ini.”

Pompeo mengatakan Amerika Serikat “dapat dan sudah memainkan perannya untuk berbicara bagi mereka yang tertindas, bahkan kami juga dapat berbuat lebih banyak.”

“Tapi untuk semua yang bisa dilakukan negara-bangsa, pada akhirnya, upaya kita dibatasi oleh realitas politik dunia,” tambahnya

Akan tetapi Pompeo mengatakan Gereja Katolik “dalam posisi yang berbeda,” dan menambahkan bahwa “pertimbangan duniawi tidak boleh menghalangi prinsip yang didasarkan pada kebenaran abadi.”

Dia mengatakan sejarah membuktikan bahwa Gereja Katoliklah yang “sering menerapkan prinsip [nya] dalam pelayanan yang mulia bagi martabat manusia.”

Dalam wawancara sebelumnya dengan Catholic News Agency, Pompeo mengatakan Gereja Katolik memiliki otoritas moral yang sangat besar.

“Kami ingin mendorong mereka untuk menggunakan otoritas moral itu, untuk meningkatkan kondisi bagi orang beriman, tentu saja umat Katolik, tetapi semua orang beriman dari semua agama di Tiongkok,” katanya.

Menteri Luar Negeri AS berada di Roma minggu ini untuk meminta audiensi dengan Paus Fransiskus pada malam pembaruan perjanjian kontroversial antara Beijing dan Tahta Suci.

Vatikan menolak permintaan Pompeo untuk bertemu dengan paus dan menuduhnya mencoba menyeret Gereja Katolik ke dalam pemilihan presiden Amerika Serikat dengan mencela hubungannya dengan Tiongkok.

Pompeo sebelumnya menerbitkan sebuah artikel yang menuduh Gereja Katolik membahayakan otoritas moralnya dengan memperbarui perjanjian dengan Tiongkok atas pengangkatan para uskup.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: yourvoice@licas.news

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Exit mobile version