Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Paus Fransiskus minta umat Katolik menjadi 'pembawa rasa syukur'

Paus Fransiskus minta umat Katolik menjadi ‘pembawa rasa syukur’

Paus Fransiskus meminta umat Katolik untuk menjadi “pembawa rasa syukur” saat audiensi umum mingguan di Vatikan pada hari Rabu, 30 Desember.

Melanjutkan rangkaian katekese tentang doa, paus menekankan pentingnya syukur dalam doa, yang disebutnya membuat dunia lebih baik dan membawa harapan.

“Jangan pernah lupa untuk berterima kasih. Jika kita menjadi pembawa rasa syukur, dunia ini akan menjadi lebih baik, meski hanya sedikit, tapi itu cukup untuk memberikan harapan,” katanya.

Pemimpin Gereja Katolik itu menekankan bahwa dunia saat ini membutuhkan harapan.




“Dan dengan rasa syukur, dengan kebiasaan mengucapkan terima kasih ini, kita menularkan secercah harapan,” ujarnya.

“Semuanya disatukan dan semuanya terhubung, dan setiap orang perlu melakukan bagiannya di mana pun kita berada,” tambah paus.

Paus Fransiskus menyampaikan pidato audiensi umum terakhirnya untuk tahun 2020 di perpustakaan istana apostolik, tempat acara mingguan diadakan sejak Oktober karena pandemi.

Ia mendedikasikan audiensi hari Rabu untuk doa syukur, yang diakui oleh Katekismus Gereja Katolik sebagai salah satu bentuk utama doa, di samping berkat dan adorasi, permohonan, perantaraan, dan pujian.

- Newsletter -

Paus merenungkan Yesus yang menyembuhkan 10 penderita kusta yang dijelaskan dalam Injil Lukas (17: 11-19).

“Dari kejauhan, Yesus mengundang mereka untuk menghadap para imam, yang ditetapkan oleh hukum untuk menyatakan kesembuhan yang telah terjadi. Yesus tidak mengatakan hal-hal lain. Dia mendengar doa mereka, permohonan belas kasihan mereka, dan Dia segera mengutus mereka ke para imam,” kata paus.

“Kesepuluh penderita kusta itu percaya, mereka tidak tinggal di sana sampai sembuh, tidak. Mereka percaya dan mereka segera pergi, dan ketika mereka dalam perjalanan 10 orang itu sembuh. Para imam kemudian membenarkan bahwa mereka telah sembuh dan mengembalikan mereka ke kehidupan normal,” tambahnya.

Ia mengatakan bahwa dari sepuluh orang yang disembuhkan itu hanya satu yang kembali untuk berterima kasih kepada Yesus yang telah menyembuhkannya. Dia adalah seorang Samaria, yang dianggap semacam ‘sesat’ bagi orang Yahudi pada waktu itu.

“Narasi ini, bisa dikatakan, membagi dunia menjadi dua: mereka yang tidak mengucap syukur dan mereka yang melakukannya; mereka yang mengambil segala sesuatu seolah-olah itu hak mereka, dan mereka yang menyambut segala sesuatu sebagai hadiah, sebagai rahmat,” kata Paus Fransiskus.

“Katekismus mengatakan, ‘Setiap peristiwa dan kebutuhan bisa menjadi persembahan syukur.’ Doa syukur selalu dimulai di sini, yakni mengenali bahwa rahmat mendahului kita. Kita lebih dulu dipikirkan sebelum kita belajar bagaimana berpikir; kita lebih dulu dicintai sebelum kita belajar bagaimana mencintai; kita lebih dulu diinginkan sebelum hati kita berkeinginan.”

“Jika kita memandang hidup seperti ini, maka ‘mengucap terima kasih’ menjadi kekuatan pendorong zaman kita.”
“Umat Kristen, sebagaimana semua orang beriman,  mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerah kehidupan. Hidup adalah menerima. Kita semua lahir karena seseorang ingin kita memiliki kehidupan. Dan ini hanya permulaan dari rangkaian hutang yang kita tanggung karena diberi kehidupan, yaitu utang syukur, ”ujarnya.

“Selama hidup kita, lebih dari satu orang telah membantu kita tanpa alasan. Seringkali, orang-orang ini adalah para pendidik, katekis, orang-orang yang menjalankan peran mereka di luar sesuatu yang diminta dari mereka. Dan mereka menjadi alasan kita untuk bersyukur. Bahkan persahabatan adalah anugerah yang harus selalu kita syukuri. “

Paus mendesak umat Katolik untuk mengikuti jalan menuju kebahagiaan yang dijelaskan oleh Santo Paulus pada bagian akhir Surat Pertamanya kepada Jemaat di Tesalonika. Ia mengatakan: “Berdoalah terus-menerus, bersyukurlah dalam segala keadaan, karena inilah kehendak Allah di dalam Kristus Yesus untuk kalian. Jangan padamkan Roh.” (1Tes 5: 17-19).

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: yourvoice@licas.news

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Exit mobile version