Uskup agung baru Manila mengatakan dia akan mempertahankan “jalur komunikasi terbuka” dengan istana presiden meskipun Presiden Rodrigo Duterte berulang kali menyerang Gereja Katolik.
“Saya akan tetap menjaga jalur komunikasi terbuka [dengan istana presiden],” kata Kardinal Jose Advincula, uskup agung baru Manila, dalam rekaman wawancara yang dirilis ke media pada 31 Maret.
Kardinal yang diangkat Paus Fransiskus pada 25 Maret untuk menjadi uskup agung Manila mengatakan melindungi hak asasi manusia akan menjadi salah satu misi utamanya di keuskupan agung itu.
Ketika diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada Oktober tahun lalu, Kardinal Advincula mengatakan bahwa melindungi hak asasi manusia harus menjadi inti misi Gereja.
“Gereja harus menjaga agar martabat manusia dan hak asasi manusia dihormati,” katanya.
Berbagai organisasi hak asasi manusia mencap pemerintahan Duterte penuh dengan berbagai pelanggaran, termasuk pembunuhan di luar hukum dan iklim impunitas.
Laporan dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada bulan Juni 2020 mengulas apa yang disebutnya “pembunuhan secara luas dan sistematis terhadap ribuan tersangka narkoba.”
Laporan itu juga mengutip dugaan pembunuhan “banyak pembela hak asasi manusia” selama lima tahun terakhir di Filipina.
Bulan Januari tahun ini, Kardinal Advincula bersama tujuh uskup dari Filipina tengah mengutuk pembunuhan sembilan masyarakat adat dalam serangkaian penggerebekan polisi di provinsi Capiz dan Iloilo.
Kardinal Advinculo mengaku merasa takut atas misi barunya di keuskupan agung yang sangat modern. “Saya tahu kekurangan saya dan saya yakin Manila adalah keuskupan agung yang sangat menantang,” katanya.
“Tapi saya selalu percaya pada rahmat Tuhan dan pada bantuan dari orang-orang yang akan berada di sekitar saya,” tambahnya.
Ketika ditanya apakah dia akan mengikuti gaya mendiang Kardinal Jaime Sin, mantan uskup agung Manila yang juga sangat kritis terhadap pemerintah, Kardinal Advincula mengatakan: “Kardinal Sin adalah Kardinal Sin.”
“Saya khawatir saya tidak dapat bersuara seperti Kardinal Sin,” katanya, dan menambahkan bahwa mantan uskup agung manila itu adalah guru bahasa Latinnya saat di seminari.
Soal pembunuhan, terutama di ibu kota negara, dalam lima tahun terakhir, kardinal itu mengatakan beberapa uskup “telah berbicara banyak tentang masalah ini dan saya pikir pemerintah sedang mencoba yang terbaik untuk mengatasi masalah COVID-19.”
Ia mengatakan tugas utamanya adalah memperhatikan kawanannya. “Saya adalah seorang gembala,” katanya dan dia akan “mencoba berkonsentrasi pada kehidupan pastoral orang-orang di Manila.”
“Saya ingin melihat terlebih dahulu situasi di seluruh keuskupan agung… karena seorang gembala, saya yakin, bisa lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat jika dia tahu situasi sebenarnya atau kondisi kawanannya,” katanya.
Lahir pada 30 Maret 1952, di Capiz, Kardinal Advincula ditahbiskan menjadi imam pada 1976. Ia diangkat menjadi uskup San Carlos pada 2001 dan uskup agung Capiz pada 2011.
Pada Oktober 2020, Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi kardinal, yang kesembilan di Filipina setelah Kardinal Orlando Quevedo, Tagle, Gaudencio Rosales, Jose Sanchez, Ricardo Vidal, Jaime Sin, Julio Rosales, dan Rufino Santos.
Uskup agung berusia 69 tahun itu menjadi orang Filipina kedua yang ditunjuk oleh Paus Fransiskus menjadi kardinal, setelah Kardinal Orlando Quevedo, yang berusia 81 tahun dari Cotabato.
Berasal dari keuskupan yang tidak begitu dikenal, Kardinal Advincula mengaku terkejut ketika diangkat paus menjadi bagian dari Kolegium Kardinal.
“Ini mungkin cara Bapa Suci ingin menyampaikan kepada warga tentang keberadaan Gereja di pinggiran,” katanya.
“Saya selalu berpikir bahwa Gereja harus lebih dekat dengan umat, terutama mereka yang berada di pinggiran,” tambahnya.