Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Kelompok hak asasi desak pemimpin junta Myanmar dikeluarkan dari KTT ASEAN

Kelompok hak asasi desak pemimpin junta Myanmar dikeluarkan dari KTT ASEAN

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mendapat kritikan pedas dari kelompok hak asasi karena mengundang pemimpin junta Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, untuk menghadiri KTT untuk membahas krisis di Myanmar.

Min Aung Hlaing dijadwalkan akan menghadiri KTT ASEAN di Jakarta, Indonesia, pada 24 April yang merupakan perjalanan luar negeri pertamanya yang diketahui sejak ia merebut kekuasaan pada 1 Februari.

Human Rights Watch yang bermarkas di New York mengatakan bahwa diundangnya Min Aung Hlaing oleh ASEAN memberikan legitimasi yang tidak beralasan kepada Dewan Administrasi Negara junta atas pemerintah Myanmar yang dipilih secara demokratis, yang digulingkan oleh militer.




“Min Aung Hlaing, yang menghadapi sanksi internasional atas perannya dalam kekejaman militer dan tindakan brutal terhadap para pengunjuk rasa pro-demokrasi, seharusnya tidak disambut pada pertemuan antar pemerintah untuk mengatasi krisis yang dia ciptakan,” kata Brad Adams, direktur Asia HRW.

“Anggota ASEAN seharusnya mengambil kesempatan ini untuk menjatuhkan sanksi ekonomi dengan menarget pada para pemimpin junta dan bisnis yang mendanai junta, dan menekan junta untuk membebaskan tahanan politik, mengakhiri pelanggaran, dan memulihkan pemerintah negara yang terpilih secara demokratis,” kata Adams.

Pasukan keamanan Myanmar telah membunuh 728 orang sejak kudeta awal Februari, kata kelompok aktivis setempat.

HRW mengatakan bahwa Malaysia dan Indonesia telah secara terbuka menyatakan keprihatinannya tentang kudeta tersebut, dan Singapura serta Filipina telah mendesak pasukan keamanan Myanmar untuk menahan diri.

- Newsletter -

Namun kelompok hak asasi itu mengatakan bahwa ASEAN sebagai sebuah kelompok tidak berbuat banyak selain seruan kepada “semua pihak” untuk menahan diri dari kekerasan dan untuk mencari solusi damai melalui “dialog konstruktif.”

Para wanita membawa karangan bunga saat mereka mengikuti protes menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar 13 April. (Foto Reuters)

Ancaman kelaparan

Seruan kelompok hak asasi itu muncul saat Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 22 April memperingatkan bahwa kerawanan pangan meningkat tajam di Myanmar, di mana jutaan orang diperkirakan akan kelaparan dalam beberapa bulan mendatang.

Diperkirakan ada 3,4 juta lebih orang akan berjuang untuk mendapatkan makanan dalam tiga hingga enam bulan ke depan, terutama di daerah perkotaan yang terkena dampak paling parah akibat meningkatnya jumlah orang kehilangan pekerjaan di bidang manufaktur, konstruksi dan jasa serta kenaikan harga pangan, analisis Program Pangan Dunia menunjukkan.

“Semakin banyak orang miskin kehilangan pekerjaan dan tidak mampu membeli makanan,” kata direktur WFP Myanmar Stephen Anderson dalam sebuah pernyataan.

“Respons bersama sangat diperlukan sekarang untuk meringankan penderitaan warga, dan untuk mencegah kemerosotan dalam ketahanan pangan.”

Sebelum kudeta, pandemi virus corona telah merugikan ekonomi karena isolasi dan kesalahan manajemen keuangan selama beberapa dekade di bawah pemerintahan militer sebelumnya.

Minggu lalu seorang pejabat tinggi PBB memperingatkan bahwa Myanmar berisiko jatuh ke dalam konflik yang mirip dengan perang saudara yang melanda Suriah. Kudeta telah memicu bentrokan antara tentara dan kelompok pemberontak etnis minoritas di utara dan timur.

Paus Fransiskus, yang mengunjungi Myanmar pada 2017, telah berulang kali menyerukan diakhirinya pertumpahan darah di negara itu.

Kepala Gereja Katolik di Myanmar Kardinal Charles Maung Bo dan para pemimpin gereja dari berbagai negara telah bersama-sama menyuarakan keprihatinan dan menyerukan perdamaian dan rekonsiliasi.

Tambahan dari Reuters

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: yourvoice@licas.news

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Exit mobile version