Lebih dari seratus organisasi dan individu dari seluruh dunia menyatakan keprihatinan yang mendalam dan mendesak atas situasi hak asasi manusia di Filipina.
Dalam sebuah surat yang dikirim kepada pejabat kehakiman Filipina pada 7 Juni, kelompok-kelompok tersebut mengatakan prihatin dengan serentetan pembunuhan, pelecehan hukum, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang dan ancaman terhadap para pembela hak asasi manusia.
Mereka tersebut meminta Hakim Agung Filipina dan Sekretaris untuk meninjau dan merevisi aturan tentang layanan surat perintah penggeledahan dan penerbitan surat perintah penangkapan terhadap pembela hak asasi manusia.
Mereka mengatakan hal-hal seperti ini “secara rutin digunakan untuk melecehkan dan secara sewenang-wenang menahan” para aktivis hak asasi manusia.
Kelompok-kelompok yang menandatangani surat itu antara Komisi Hak Asasi Manusia Asia, Civicus, Organisasi Dunia Menentang Penyiksaan dan Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia, Pembela Garis Depan, dan Institut Hak Asasi Manusia Asosiasi Pengacara Internasional.
Koalisi Internasional Menentang Penghilangan Paksa, Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina, Lawyers’ Rights Watch Canada, MADRE, Jaringan Aksi HAM Filipina, dan Action Solidarité Tiers Monde juga menandatangani surat tersebut.
Kelompok-kelompok itu menyoroti pembunuhan dan penangkapan aktivis saat insiden Minggu Berdarah pada 7 Maret 2021, yang menewaskan sembilan aktivis dan enam lainnya ditangkap dalam serangan polisi.
Lembaga-lembaga itu juga menyoroti pelecehan yang dialami para pengacara yang membantu para pemohon petisi menolak Undang-Undang Anti-Terorisme 2020, kekerasan dan tuduhan palsu terhadap kelompok hak asasi Karapatan, dan penandaan merah mereka yang mengadakan “dapur komunitas”.
Surat itu dikirim setelah beberapa kelompok yang berbasis di Filipina menyampaikan rekomendasi dan melaporkan kasus-kasus itu ke Mahkamah Agung pada 17 Mei 2021, menyusul pernyataan Mahkamah Agung Maret 2021 tentang serangan terhadap pengacara dan hakim.