Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Pemimpin Hong Kong didesak mengakhiri kebrutalan polisi terhadap demonstran pro-demokrasi

Pemimpin Hong Kong didesak mengakhiri kebrutalan polisi terhadap demonstran pro-demokrasi

Para pemimpin Katolik, anggota parlemen dan tokoh sipil dari 18 negara mendesak Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam agar segera mengakhiri kebrutalan polisi terhadap demonstran pro-demokrasi dan mulai mendengarkan tuntutan mereka.

Seruan itu muncul setelah terjadi kerusuhan di Wilayah Administratif Khusus China selama periode Natal.

Dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Lam mereka menyatakan “keprihatinan besar atas meningkatnya kebrutalan polisi selama periode Natal baru-baru ini” dan mendesaknya untuk melakukan penyelidikan independen terhadap tindakan dan penggunaan kekerasan oleh polisi terhadap pengunjuk rasa. Mereka juga mengatakan akan meminta penyelidikan internasional jika Lam menolak untuk bertindak.

Di antara umat Katolik yang menandatangani surat itu adalah Kardinal Charles Bo dari Myanmar sebagai presiden Federasi Konferensi Waligereja Asia, Dr. John Dayal, mantan presiden Persatuan Katolik Seluruh India, Lord Alton dari Inggris, serta politisi Katolik Mantas Adomenas dari Lithuania, Jan Figel dan Miriam Lexmann dari Slovakia.

Mereka berada di antara 40 tokoh terkemuka, termasuk Alissa Wahid, putri mendiang presiden Indonesia Abdurrahman Wahid dan politisi dari AS, Kanada, Australia dan Irlandia.

Dalam surat itu, mereka mendesak Lam untuk memikirkan kembali posisi pemerintah terhadap para pemrotes dan mendengarkan tuntutan mereka dengan membangun dialog.

Seorang jurnalis disemprot lada setelah berdebat sengit dengan polisi saat demonstrasi di Hong Kong pada 22 Desember 2019 untuk menunjukkan dukungan bagi minoritas Uighur di Tiongkok. Polisi anti huru hara Hong Kong membubarkan unjuk rasa solidaritas itu – dengan seorang perwira menarik pistol – saat gerakan pro-demokrasi menyamakan nasib mereka dengan minoritas Muslim Uighur yang tertindas. (Foto oleh Anthony Wallace/AFP)

Mereka mengatakan bahwa mereka “ngeri” dengan laporan bahwa polisi “menembakkan gas air mata, semprotan merica dan peluru karet dari jarak dekat ke para pengunjung toko, pengunjuk rasa damai dan pengamat yang tidak bersalah selama masa Natal.

“Kami sangat terganggu dengan adegan di mana anak-anak dan orang-orang muda dipukuli dengan brutal, dan peluru karet ditembakkan ke wajah para demonstran,” kata surat itu.Protes dimulai pada bulan Juni terhadap rencana untuk mengekstradisi tersangka kriminal ke daratan Cina, yang dikhawatirkan akan mengkompromikan independensi peradilan Hong Kong di bawah pengaturan “satu negara, dua sistem” yang disepakati dengan bekas penguasa Inggris.

- Newsletter -

Meskipun rencana itu dibatalkan pada bulan September, protest terus berlanjut di mana pengunjuk rasa menuntut demokrasi penuh dan penyelidikan atas kebrutalan polisi.

Polisi menuduh pengunjuk rasa menggunakan kekerasan terhadap mereka dan menjarah toko-toko di mal di seluruh kota. Sejauh ini polisi telah melakukan sekitar 6.500 penangkapan selama lebih dari tujuh bulan kerusuhan.

“Kami mendesak Anda untuk menggunakan wewenang Anda dan menjalankan tanggung jawab Anda untuk mencari jalan keluar yang tulus atas krisis ini dengan menanggapi keluhan dari warga Hong Kong, mengendalikan Angkatan Kepolisian Hong Kong, memastikan akuntabilitas dan mengakhiri impunitas atas pelanggaran HAM berat, dan memulai proses reformasi politik yang demokratis,” kata surat itu mendesak Lam.

Para penandatangan meminta dia untuk menerima tuntutan pengunjuk rasa untuk penyelidikan independen terhadap kebrutalan polisi, dan berpikir untuk melakukan reformasi.Lam hanya menawarkan untuk mengundang para ahli untuk duduk di sebuah komite untuk melihat penyebab kerusuhan.

“Jika Anda terus menolak gagasan ini, kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk membangun mekanisme penyelidikan internasional yang independen,” tulis mereka tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Protes dimulai pada bulan Juni terhadap rencana untuk mengekstradisi tersangka kriminal ke daratan Cina, yang dikhawatirkan akan mengkompromikan independensi peradilan Hong Kong di bawah pengaturan “satu negara, dua sistem” yang disepakati dengan bekas penguasa Inggris.

Meskipun rencana itu dibatalkan pada bulan September, protest terus berlanjut di mana pengunjuk rasa menuntut demokrasi penuh dan penyelidikan atas kebrutalan polisi.

Polisi menahan sekelompok orang usai pawai pro-demokrasi di Hong Kong pada 1 Januari. Puluhan ribu demonstran di Hong Kong melakukan aksi selama aksi besar pada Hari Tahun Baru untuk membawa momentum pergerakan mereka ke tahun 2020. (Foto oleh Isaac Lawrence/AFP)

Polisi menuduh pengunjuk rasa menggunakan kekerasan terhadap mereka dan menjarah toko-toko di mal di seluruh kota. Sejauh ini polisi telah melakukan sekitar 6.500 penangkapan selama lebih dari tujuh bulan kerusuhan.

“Kami mendesak Anda untuk menggunakan wewenang Anda dan menjalankan tanggung jawab Anda untuk mencari jalan keluar yang tulus atas krisis ini dengan menanggapi keluhan dari warga Hong Kong, mengendalikan Angkatan Kepolisian Hong Kong, memastikan akuntabilitas dan mengakhiri impunitas atas pelanggaran HAM berat, dan memulai proses reformasi politik yang demokratis,” kata surat itu mendesak Lam.

Para penandatangan meminta dia untuk menerima tuntutan pengunjuk rasa untuk penyelidikan independen terhadap kebrutalan polisi, dan berpikir untuk melakukan reformasi.

Lam hanya menawarkan untuk mengundang para ahli untuk duduk di sebuah komite untuk melihat penyebab kerusuhan.

“Jika Anda terus menolak gagasan ini, kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk membangun mekanisme penyelidikan internasional yang independen,” tulis mereka tanpa menjelaskan lebih lanjut.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest