Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Perayaan Rabu Abu di Asia dihantui wabah corona

Perayaan Rabu Abu di Asia dihantui wabah corona

Banyak gereja Katolik di seluruh Asia ditutup pada hari Rabu, 26 Februari, saat umat Kristen di seluruh dunia memulai mas Prapaskah.

Kekhawatiran akan kemungkinan penyebaran virus corona  yang menakutkan membuat para pemimpin gereja di sejumlah negara Asia membatalkan perayaan Rabu Abu.

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia pada 25 Februari, Korea Selatan memiliki setidaknya 977 kasus virus corona, sementara Singapura mengalami  90 kasus.




Misa di Korea Selatan telah ditangguhkan mulai 26 Februari, Rabu Abu, hingga 10 Maret, dan itu akan memengaruhi sekitar 5,8 juta umat Katolik.

Uskup Agung Singapura William Goh juga telah mengumumkan pembatalan Misa publik untuk jangka waktu tidak terbatas mulai 15 Februari.

Prelatus itu mengatakan gereja-gereja akan tetap ditutup “sampai ada kejelasan pada waktu mendatang.” Sementara itu, para pastor di negara kota itu merayakan Misa secara tertutup yang dapat disaksikan umat Katolik secara online.

Di Hong Kong, tempat 81 orang dilaporkan menderita virus dan dua kematian, Misa juga telah dibatalkan.

- Newsletter -

Ada hampir 400.000 umat Katolik di wilayah otonomi Cina itu, banyak dari mereka adalah pendatang dari Filipina yang mayoritas beragama Katolik.

Tiongkok dan wilayahnya mengalami  77.780 kasus virus corona, termasuk 2.666 yang meninggal.

Uskup Agung Malaysia Julian Leow Kim Bing memanjatkan doa “bagi mereka yang terus berada dalam bahaya” untuk mengatasi virus itu.

Di Indonesia, beberapa gereja di ibu kota Jakarta membatalkan Misa Rabu Abu karena banjir yang dipicu oleh dua siklon tropis.

Seorang umat mengenakan masker saat menghadiri Misa Rabu Abu di Manila pada 26 Februari. (Foto oleh Jire Carreon)

Tradisi Filipina berlanjut

Meskipun para pemimpin gereja Filipina mengeluarkan surat edaran yang mendesak agar abu ditaburkan di kepala bukan dikenakan pada dahi, banyak umat yang datang ke gereja yang memilih melanjutkan tradisi lama.

“Saya lebih suka bahwa abu dikenakan di dahi saya daripada ditaburkan di mahkota kepala saya,” kata Melissa Calderon dari Quezon City.

“Selama kita tidak terkonfirmasi memiliki kasus (virus), kehidupan seperti yang kita sudah jalankan seharusnya tidak perlu terganggu,” kata Liza Baoy, seorang pegawai pemerintah di wilayah Visayas Timur.

“Seorang yang benar-benar setia kepada Yesus Kristus seharusnya tidak perlu bimbang atau dihantui oleh ketakutan,” kata Fidelino Josol dari Leyte, sebuah provinsi di wilayah Visayas Timur.

Leila Diaz, seorang dokter di kota Tacloban, mengatakan dia lebih suka abu ditaburkan.

“Saat ini, tidak bijaksana jika  jari orang lain menyentuh wajah Anda, terutama jika jari itu telah menyentuh ratusan dahi atau wajah lainnya,” kata dokter itu.

Sejumlah gereja di seluruh negara itu memutuskan untuk tetap berpegang pada cara tradisional menandai abu di kening, meskipun para pemimpin gereja telah memastikan bahwa percikan abu pada kepala “bukan inovasi tetapi sesuai dengan praktik kuno Gereja.”

Pastor Chris Arthur Militante, juru bicara Keuskupan Agung Palo di Filipina tengah, mengatakan keuskupan agung itu “tetap berpegang pada cara tradisional.”

Seorang imam menaburkan abu di kepala seorang anak saat perayaan Rabu Abu di provinsi Pangasinan, Filipina pada 26 Februari. (Foto oleh Jojo Rinoza)

Mengaku dosa dengan tulisan

Di Keuskupan Kalookan, Uskup Pablo Virgilio David, mengatakan umat beriman dapat mengaku dosa kepada seorang imam dengan menuliskan dosa-dosa mereka di selembar kertas untuk menghindari kontak yang dekat.

Dia mengatakan selembar kertas itu dapat diserahkan secara pribadi kepada imam setelah mengucapkan kata pengantar, “Berkatilah aku, Bapa, karena aku telah berdosa.”

Setelah “membaca” dosa-dosa itu, imam dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada peniten, memberikan peringatan, merekomendasikan tindakan penitensi, dan memberikan pengampunan secara verbal.

Uskup David mengatakan bahwa imam kemudian akan memberikan kembali catatan itu kepada orang tersebut untuk dibuang sesudahnya.

Selama pengakuan dosa, kata David, entah itu dalam kotak pengakuan dosa atau di luar, para imam dan peniten disarankan untuk mengenakan masker.

“Idealnya, orang yang ingin bertobat membawa masker sendiri. Paroki seharusnya menyediakan bagi mereka yang tidak mampu membawa sendiri, ”kata uskup itu.




Pentingya Rabu Abu bagi umat Katolik

Rabu Abu adalah salah satu hari suci paling populer dan penting dalam kalender liturgi Gereja Katolik.

Peringatan ini berasal dari tradisi meletakkan abu di dahi sebagai pengingat dan perayaan kematian manusia, dan sebagai tanda berkabung serta pertobatan kepada Allah.

Abu yang digunakan biasanya dikumpulkan dari pembakaran daun palem dari Minggu Palma tahun sebelumnya.

Setiap tahun, para pemimpin gereja mengingatkan umat beriman bahwa Prapaskah adalah tentang sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus dan waktu untuk berdoa, puasa, dan beramal.

Dalam pesan Prapaskah tahun ini, Paus Fransiskus menyerukan dialog yang lebih mendalam dengan Tuhan melalui doa, untuk memperbarui rasa syukur atas kemurahan Tuhan dan untuk meningkatkan kasih sayang kepada orang lain.

Paus Fransiskus meminta umat beriman agar membuka hati mereka “untuk mendengar panggilan Tuhan untuk berdamai dengan dia” pada Masa Prapaskah ini dan untuk mendengarkan panggilan Kristus untuk menjadi “garam dan terang dunia.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest