Uskup gereja bawah tanah di provinsi Hebei (Xuanhua) di Tiongkok, yang dibebaskan untuk sementara pada Januari, kembali diciduk oleh polisi dan diasingkan pada 19 Juni.
Sebuah laporan dari AsiaNews mengatakan pemerintah Tiongkok telah menahan Uskup Augustine Cui Tai di lokasi yang dirahasiakan.
Prelatus berusia 70 tahun itu dikembalikan ke keluarganya untuk merayakan Tahun Baru Imlek pada 24 Januari. Ia berada bersama keluarganya sampai Juni karena wabah virus corona.
Kebebasan sementara selama enam bulan itu menjadi periode terpanjang yang dihabiskan Uskup Cui Tai di luar tahanan sejak 2007 ketika pemerintah Tiongkok pertama kali menahannya tanpa ada tuduhan.
“Sangat memalukan bahwa orang yang begitu manis [seperti Uskup Cui Tai] diperlakukan dengan cara ini, bahkan bertentangan dengan hukum Tiongkok,” kata seorang umat yang tidak disebutkan namanya kepada AsiaNews.
Umat itu mengatakan bahwa penjara prelatus itu “hampir menjadi rutinitas, dan uskup tidak diijinkan untuk merayakan dan merawat domba-dombanya. Gembala kita telah menjadi domba kurban.”
Uskup Cui Tai telah “ditahan secara ilegal” atau ditempatkan di bawah tahanan rumah, dikurung di pusat-pusat penahanan rahasia, hotel, atau secara paksa dibawa pergi dalam “perjalanan” dan tetap berada dalam tahanan pejabat pemerintah.
Otoritas Tiongkok sebelumnya telah membebaskan Uskup Cui Tai untuk mengunjungi kakak perempuannya untuk merayakan Tahun Baru Imlek dan Festival Pertengahan Musim Gugur.
Uskup Cui Tai ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1990, dan pada 2013 diangkat menjadi uskup koadjutor Xuanhua.
Keuskupan Xuanhua didirikan oleh Tahta Suci pada tahun 1946, namun pada tahun 1980, pemerintah Cina menetapkan Keuskupan Zhangjiakou sebagai keuskupan Katolik “resmi” yang diakui negara.
Pada bulan Maret 2019, Uskup Cui Tai ditahan setelah Pastor Francesco Zhang Li, seorang mantan imam diosesan, memberi tahu pihak berwenang tentang uskup itu.
Pastor Zhang Li, yang bergabung dengan Asosiasi Katolik Patriotik di bahwah pemerintah Tiongkok, menuduh uskup itu tidak mengakui perjanjian Beijing dan Vatikan tahun 2018 tentang penunjukan para uskup di Tiongkok.