Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Para uskup Myanmar desak semua pihak untuk mengakhiri pertikaian

Para uskup Myanmar desak semua pihak untuk mengakhiri pertikaian

Waligereja Katolik Myanmar meminta semua pihak yang bertikai di negara itu untuk mengakhiri semua permusuhan, fokus pada perdamaian, dan bersatu melawan pandemi virus corona.

“Pandemi [virus corona] telah menjadi tantangan bersama,” kata para pemimpin gereja, dan menambahkan bahwa tahun ini mengisyaratkan peluang untuk rekonsiliasi dan membangun kembali bangsa.

“Ini adalah tahun pemilihan umum. Ini adalah tahun harapan,” kata para uskup yang mewakili 16 keuskupan Katolik di negara itu.

Myanmar dijadwalkan akan mengadakan pemilihan umum ketiga dalam kurun waktu enam dekade pada bulan November, yang bisa menjadi perkembangan penting bagi transisi demokrasi negara itu.




Komisi pemilihan umum negara itu mengumumkan awal bulan ini bahwa setidaknya 37 juta orang yang memenuhi syarat akan memilih.

Partai yang berkuasa di negara itu, Liga Nasional untuk Demokrasi, diperkirakan akan menghadapi tantangan yang menurut beberapa pengamat dapat menimbulkan risiko bagi reformasi politik di masa depan.

Myanmar berada di bawah kekuasaan militer dari tahun 1962 hingga 2011 ketika junta secara resmi dibubarkan setelah pemilihan umum 2010.

- Newsletter -

Partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi mengambil alih tampuk kekuasaan menyusul kemenangan besar dalam pemilihan nasional 2015.

Namun, konflik etnis terus menjangkiti negara itu, yang dipicu oleh kelompok-kelompok pemberontak, termasuk Tentara Keselamatan Arakan Rohingya yang baru.

Para uskup Katolik Myanmar. (Foto milik Radio Veritas Asia)

Sedih akibat konflik panjang

“Kami sedih dengan konflik yang berkepanjangan di tanah kami,” kata para uskup Katolik Myanmar dalam pernyataan yang dirilis pada 29 Juni.

Para uskup mencatat bahwa “regresi konflik” telah terjadi di wilayah Kachin, Sharu Kay, dan Rakhine dalam beberapa bulan terakhir.

“Myanmar telah mengalami perang selama enam dasawarsa, tanpa pemenang,” catat para uskup.

“Kematian dan gelombang pengungsi tak berdosa berlanjut. Perang tidak menunjukkan peningkatan. Ribuan orang kita yang tak bersalah menderita,” kata mereka.

“Generasi muda hilang karena frustrasi. Perang telah menjadi penyakit bangsa yang tak tersembuhkan. Ini harus dihentikan, ”kata para uskup.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan sebelumnya telah melaporkan bahwa setidaknya 250.000 orang telah mengungsi karena konflik.




Menghormati hak-hak pengungsi

Para uskup meminta pihak-pihak yang bertikai untuk menghormati hak-hak orang yang tinggal di kamp-kamp pengungsi karena mereka “paling rentan.”

“Konflik di Rakhine menyebabkan kesedihan yang memilukan,” kata para uskup, dan menambahkan bahwa konflik saat ini telah menyebabkan ribuan orang dan keluarga mengalami kelaparan.

Para pemimpin gereja itu mengatakan musim hujan dan pandemi menambah risiko. “Akses bantuan kemanusiaan menjadi tantangan besar di wilayah Rakhine,” kata mereka.

Para uskup meminta pemerintah Myanmar dan angkatan bersenjatanya, Tatmadaw, agar mempertimbangkan dengan serius tanggung jawab mereka atas hak-hak rakyat Myanmar.

Seorang wanita berjalan melewati spanduk dengan potret Penasihat Negara dan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, pada ulang tahunnya yang ke-75, di Yangon pada 19 Juni. (Foto oleh Sai Aung Main / AFP)

Para pemimpin gereja mendesak pemerintah dan militer untuk mematuhi hukum humaniter internasional dan memastikan akses ke semua pengungsi internal.

“Kami mendesak pemerintah dan Tatmadaw … untuk mencarikan (a) strategi politik untuk mengatasi penderitaan (rakyat) dan memberikan harapan baru kepada masyarakat bahwa demokrasi pemilu dapat membantu mereka mencapai aspirasi mereka melalui cara damai,” bunyi pernyataan para uskup.

“Pemilihan umum mendatang adalah peluang besar untuk berinvestasi dalam demokrasi,” kata mereka, menambahkan bahwa pandemi virus corona “menuntut agar kita bersatu dalam damai.”

“Pemilihan umum mendatang menawarkan harapan besar bahwa partisipasi politik yang representatif dimungkinkan dan itu adalah satu-satunya jalan ke depan,” kata para uskup.

“Kami menyerukan kepada semua penyelenggara negara dan non-negara agar bersama-sama menguparakan perdamaian,” tambah mereka.

“Damai itu mungkin, damai adalah satu-satunya jalan. Solusi yang adil, dan inklusif hanya dimungkinkan melalui penghentian permusuhan dan kemauan untuk berdialog dengan itikad baik, ”kata para pemimpin gereja itu.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest