Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Pandemi membawa tantangan baru bagi pendidikan calon imam di Filipina

Pandemi membawa tantangan baru bagi pendidikan calon imam di Filipina

Waktu tinggal sebulan saja bagi seminari-seminari di Filipina untuk menyaring para seminaris yang ingin menjalani pendidikan untuk menjadi sebelum tahun ajaran baru dimulai.

Proses seleksi melambat sejak bulan Maret ketika pemerintah mengumumkan lockdown karena pandemi virus corona.

“Prosesnya memakan waktu karena pelamar harus menjalani serangkaian tes, termasuk tes psikologis, sebelum wawancara akhir,” kata Pastor Kristoffer Habal dari Seminari San Carlos di Manila.

Imam itu, yang mengepalai komisi panggilan Keuskupan Agung Manila, mengatakan para pelamar masih harus menjalani seleksi online.




Namun, itu tidak menjadi masalah bagi San Carlos, kata Pastor Habal yang melayani sebagai salah satu pembina seminari itu.

Dia mengatakan bahwa seminari itu telah memiliki platform perekrutan online untuk merekrut remaja putra yang ingin menjadi imam.

Imam itu mengatakan tantangan sebenarnya adalah “bagaimana memilih yang terbaik” di antara 120 pelamar muda tahun ini yang telah selesai mengajukan lamaran untuk tahun ajaran baru.

- Newsletter -

Dari 120 pelamar, hanya 20 persen yang akan dipilih untuk masuk seminari baik sebagai siswa tahun pertama atau sebagai calon untuk pembinaan.

Mereka yang baru saja lulus sekolah menengah atas harus menjalani kursus pengantar sementara mereka yang belajar di seminari selama sekolah menengah langsung belajar Filsafat.

Para frater menghadiri pertemuan doa akbar di ibukota Filipina. (Foto oleh Angie de Silva)

Menurut Pastor Habal, hanya 20 persen dari total pelamar setiap tahun yang berasal dari seminari menengah, sementara lebih dari setengahnya adalah lulusan sekolah menengah atas.

Seminari San Carlos didirikan pada tahun 1702 di Keuskupan Agung Manila melalui dekrit Raja Philip V dari Spanyol.

Lembaga pendidikan imam itu menampung para seminaris dari berbagai keuskupan di bagian utara Filipina.

Promosi panggilan di tengah pandemi

Tidak seperti di Seminari San Carlos di mana ada banyak panggilan, para Jesuit menghadapi situasi yang berbeda.

Pastor Eric Escandor, SJ, direktur panggilan Serikat Yesus di Filipina, mengatakan bahwa mereka harus menunda dimulainya pembinaan tahun ini “karena kami tidak memiliki kandidat.”

Dia mengatakan bahwa pada “waktu normal,” pelamar harus sudah menyerahkan semua dokumen yang diperlukan untuk periode pengamatan selama sepuluh bulan sebelum pertengahan tahun.

Tetapi ketika pandemi melanda negara itu pada bulan Maret, para Yesuit menghentikan proses seleksi calon.

Pastor Escandor mengatakan tidak mungkin melakukan semuanya secara online karena sebagian besar kegiatan dirancang dengan “interaksi tatap muka.”




Proses rekrutmen para Yesuit dimulai dengan sebuah seminar, yang membutuhkan kehadiran fisik.

Selama Pekan Suci, tarekat religius itu biasanya mengadakan retret selama seminggu bagi mereka yang menyatakan keinginan mereka untuk bergabung sebagai novis.

“Tapi tahun ini dibatalkan karena pandemi,” kata Pastor Escandor.

Pastor itu menjelaskan bahwa para pemuda yang ingin menjadi Yesuit pertama-tama harus memasuki “rumah pencalonan” tempat para calon disaring pada akhir program.

“Jika Anda lulus ujian dan wawancara, Anda memiliki sepuluh bulan untuk mengenal panggilan Tuhan secara lebih dalam [discernment],” kata Pastor Escandor.

“Tidak semua kandidat dipilih atau memilih untuk melanjutkan sebagai novis,” katanya.

Para novis dari Anak-anak Misionaris dari Hati Maria yang Tak Bernoda membuat profesi pertama mereka dengan masker wajah pada Juni 2020. (Foto milik Pastor Lorenzo Larry, CMF)

Kongregasi Hati Tak Bernoda Maria, yang dikenal sebagai CICM, telah beralih ke “sistem rujukan” untuk merekrut seminaris baru tahun ini.

Pastor Rene Cabag mengatakan pandemi virus corona menghambat kunjungan yang biasa ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi untuk “promosi panggilan.”

“Sebaliknya, kami mengejar para kandidat yang dirujuk ke kami atau pelamar yang sudah akrab dengan panggilan,” katanya.

Pastor itu mengatakan bahwa CICM telah menerima delapan siswa baru tahun pertama dan empat “orang yang kembali.”




Pastor Nelson Bisco, direktur panggilan Kongregasi Misi, mengatakan mereka harus “beralih ke perekrutan digital” karena protokol karantina yang berlaku.

Dia mengatakan dia sudah memiliki tiga pelamar yang disetujui untuk bergabung sebagai Postulan dan mengharapkan akan memastikan tiga lagi sebelum tahun ajaran dimulai.

Akan tetapi pembukaan tahun ajaran untuk mahasiswa baru perguruan tinggi “masih belum pasti” karena perubahan kebijakan pemerintah pada awal tahun ajaran.

Pastor Bisco mengatakan bahwa Seminari St. Vincent milik kongregasi itu akan memulai “program paroki” tahun ini untuk para seminaris hingga mereka dapat kembali ke sekolah.

Para novis dari tarekat Claretian berpose untuk foto suvenir setelah mengikrarkan kaul pertama pada bulan Juni di tengah pandemi virus corona. (Foto milik Pastor Lorenzo Larry, CMF)

Pedoman baru untuk pembinaan di seminari

Pada tanggal 15 Mei, Uskup Agung Lingayen Dagupan, Ketua Komisi Episkopal untuk Seminari, Uskup Agung Socrates Villegas, mengeluarkan pedoman baru untuk pembinaan di seminari selama pandemi.

Pedoman tersebut menyatakan bahwa kelas online tidak berlaku sepanjang waktu untuk pembinaan para seminaris karena “pilar lain dari pembentukan imamat” memerlukan “pendampingan pribadi dalam konteks komunitas.”

Namun, Uskup Agung Villegas mengatakan bahwa dekan akademis “dapat dengan bijaksana” mengatur pelajaran minor yang mana saja yang dapat diajarkan secara online, dalam kondisi ekstrem.

Prelatus itu mengatakan mata pelajaran utama “paling baik diajarkan dengan kehadiran fisik guru dan dengan interaksi di antara para frater.”

“Para frater perlu didampingi dalam formasi pastoral, spiritual, dan manusiawi mereka. Ini adalah formasi terpadu yang dilakukan dalam konteks pendampingan masyarakat, ”katanya.




Pastor Escandor, SJ mengakui bahwa keterlambatan dalam proses rekrutmen “menambah tantangan” yang dihadapi Gereja dalam hal panggilan.

Pada bulan Juli tahun lalu, ada 11 kandidat yang memenuhi syarat untuk memasuki proses pembinaan Yesuit tetapi hanya empat yang diterima untuk Novisiat ketika periode pengamatan berakhir pada Mei 2020.

Sejak Pastor Escandor menjabat sebagai direktur panggilan pada tahun 2016, “enam adalah jumlah kandidat tertinggi yang diterima dan masuk sebagai novis.”

Pada tahun 2014, delapan dari 11 seminaris ditahbiskan sebagai imam. Itu sudah dianggap sebagai “salah satu kelompok terbesar” untuk tarekat itu.

Perbandingan ideal antara jumlah imam dan umat Katolik adalah satu berbanding 2.000, tetapi di Filipina, satu imam menggembalakan hingga 8.000 orang.

Vatikan telah mencatat penurunan jumlah imam, baik diosesan maupun kongregasi religius, dari 414.969 pada 2016 menjadi 414.582 pada 2017.

Dua seminaris di Keuskupan Cubao ditahbiskan menjadi imam di tengah pandemi virus corona pada 13 Juni. (Foto oleh Arah Jodelle Jamandra / CubaoMedia)

Ada juga penurunan global dalam jumlah kandidat untuk imamat dari 116.160 pada 2016 menjadi 115.328 pada 2017.

Pada 2017, hanya ada 5.815 kandidat yang ditahbiskan sebagai imam di seluruh dunia.

Pertumbuhan lambat tapi stabil

Jumlahnya berbeda di Seminari San Carlos, yang selama lima tahun terakhir mencatat rata-rata 120 pelamar per tahun.

Pastor Habal mengatakan bahwa panggilan di banyak keuskupan  mengalami “pertumbuhan yang lambat tetapi pasti.”

“Meskipun benar bahwa ada penurunan secara global dalam jumlah pria yang memasuki panggilan imamat, banyak dari keuskupan kami tidak mengalaminya,” kata imam itu.

Namun dia mengakui bahwa jumlah imam di negara itu tetap kecil dibandingkan dengan total populasi dan skala pelayanan dan kerasulan Gereja.

“Kebutuhan akan para imam tidak akan pernah berhenti karena Gereja Katolik di Filipina dan Asia juga terus bertumbuh,” katanya.




Seminari Tinggi St. Yohanes Maria Vianney di Keuskupan San Carlos di pulau Negros -Filipina tengah- menerima maksimal 20 kandidat untuk tahap perkenalan setiap tahun.

“Setiap tahun, selama beberapa tahun terakhir, kami menerima lebih dari 20 pelamar,” kata Uskup Ger Carlos Alminaza dari San Carlos.

“Kami terpaksa menolak banyak pelamar karena kami hanya bisa menerima 20 siswa baru,” katanya.

Prelatus itu mengatakan panggilan bertumbuh terutama di daerah pedesaan di mana tidak ada banyak gangguan dan juga orang-orang muda lebih dekat dengan para imam mereka.

Pastor Escandor mengakui bahwa mereka menggunakan platform media sosial untuk mendorong promosi panggilan imam tarekat itu dan untuk menjangkau kaum muda secara online.

Akan tetapi menurutnya promosi panggilan terbaik dan efektif adalah melalui kesaksian.

Pastor Cabag dari CICM mengatakan pandemi virus corona adalah momen bagi orang-orang gereja untuk menanamkan benih panggilan bagi kaum muda.

“Melalui kesaksian, kami memperkenalkan makna panggilan yang sesungguhnya bagi kaum muda, kemampuan untuk berkorban, untuk memberikan diri Anda kepada orang lain, ”katanya.

Imam itu mengatakan panggilan tidak hanya tentang menjadi seorang imam tetapi kesediaan untuk menyangkal kepentingan pribadi kita demi orang-orang yang membutuhkan dan yang ditinggalkan.

“Jika kita, umat gereja, melanjutkan apa yang kita lakukan, seperti terus menemani orang miskin, maka saatnya akan tiba bahwa kita akan memanen buah-buah panggilan yang kita tanam sekarang,” katanya.

Pastor Habal mengingatkan kaum muda yang ingin memasuki imamat bahwa seminari itu bukan hanya sebuah institusi akademis tetapi juga sebuah tempat “di mana Anda menjadi mengenal Kristus, diri Anda sendiri, dan umat manusia.”

“Panggilan asli tumbuh subur ketika ada semangat berkorban bagi orang lain,” katanya. “Kehidupan seminari adalah tentang memberi diri dan memberi kehidupan.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest