Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Warga Kamboja terancam kehilangan tanah dan rumah akibat pandemi

Warga Kamboja terancam kehilangan tanah dan rumah akibat pandemi

Langkah-langkah bantuan yang diambil penyedia pinjaman mikro di Kamboja tidak berhasil meringankan beban keuangan serius yang dialami keluarga-keluarga yang memiliki utang dan terkena dampak pandemi virus corona.

Dalam sebuah pernyataan Human Rights Watch yang bermarkas di New York mengatakan  bahwa keluarga-keluarga yang berhutang di Kamboja berisiko harus menjual tanah dan rumah yang selama ini menjadi tempat mereka menggantungkan hidup mereka.

Kelompok hak asasi itu mendesak pemerintah Kamboja dan Bank Nasional Kamboja untuk menunda penagihan utang.

“Banyak orang Kamboja lebih takut kehilangan tanah daripada virus corona karena mereka tidak dapat membayar kembali pinjaman mereka dan pemerintah tidak berbuat banyak untuk menolong mereka,” kata Phil Robertson, wakil direktur HRW untuk Asia.




“Pemerintah Kamboja harus segera membekukan penagihan utang dan bunga pinjaman dari mereka yang dirugikan oleh pandemi dan meminta pertanggugjawaban dari lembaga keuangan yang tidak mau mematuhi,” kata Robertson.

Kelompok hak asasi tersebut mengatakan bahwa langkah yang diambil pemerintah tidak cukup untuk melindungi peminjam dan melanggar hak dasar mereka untuk hidup  terutama akses mendapatkan rumah yang memadai. Penyedia pinjaman mikro juga gagal memenuhi hak asasi para peminjam.

HRW mengatakan bahwa orang-orang Kamboja memiliki jumlah rata-rata pinjaman lembaga keuangan mikro tertinggi di dunia, dengan total US $ 3.804 per kapita. Meskipun Bank Nasional Kamboja adalah otoritas perizinan dan pengatur pinjaman mikro, Bank Nasional tidak pernah mengeluarkan peraturan perlindungan konsumen yang kuat untuk melindungi peminjam dari praktik peminjaman yang tidak etis.

- Newsletter -

Masalah hutang di Kamboja sudah lama dan telah diakui oleh pemerintah sendiri.

Lembaga keuangan Kamboja mengakui sejak awal bahwa pandemi akan menciptakan masalah bagi banyak peminjam, kata HRW.

Pada tanggal 27 Maret, Bank Nasional Kamboja mengeluarkan “Edaran Restrukturisasi Pinjaman selama Dampak Epidemi Covid-19” yang berisi rekomendasi tidak mengikat bagi semua lembaga keuangan bahwa mereka harus “mengurangi beban peminjam yang menghadapi kesulitan membayar kembali pinjaman karena pendapatan utama mereka menurun.  

Bank mendorong lembaga keuangan untuk memperhatikan klien yang menghadapi dampak aktual, terutama pekerja di sektor garmen.

Namun, HRW mengatakan bahwa surat edaran tersebut tidak memberikan panduan interpretatif dan menyerahkannya kepada lembaga keuangan untuk menentukan peminjam mana yang harus dianggap “menghadapi kesulitan keuangan.” Akibatnya, lembaga keuangan memiliki wewenang diskresioner dan tidak terbatas untuk mengabulkan atau menolak penghapusan utang.

“Tanpa ada moratorium penagihan utang, warga Kamboja yang berhutang tidak memiliki banyak pilihan selain mengambil lebih banyak utang dari penyedia pinjaman mikro,” kata Robertson.

“Pemerintah harus segera mengakhiri praktik pemaksaan yang mengakibatkan orang kehilangan tanah dan perumahan, dan harus mengatur pinjaman keuangan mikro secara efektif untuk memastikan lembaga keuangan bertindak untuk memberi manfaat kepada klien mereka daripada menjerumuskan mereka lebih jauh ke dalam hutang.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest