Uskup Balanga di Filipina Mgr Ruperto Santos menyambut baik pedoman baru yang dikeluarkan oleh Vatikan bagi para imam dan uskup agar membuat sakramen lebih mudah diakses oleh umat beriman.
“Ini adalah langkah yang sangat baik dari Vatikan, membuat sakramen dapat diakses oleh umat kita,” katanya, dan menambahkan bahwa umat harus merasa bahwa mereka semua setara dalam Gereja.
Prelatus itu mengatakan Gereja harus lebih fokus pada masalah spiritual, bukan sibuk dengan materi, masalah-masalah sekuler.
“Keuskupan Balanga sudah melakukan itu. Pemberkatan pemakaman dan Misa Kudus kita bebas,” kata Uskup Santos.
Untuk pernikahan, pasangan membayar biasa dokumentasi misalnya biaya sertifikat dari kota, untuk paduan suara, dan untuk bunga.
Pada April 2019, Uskup Santos memerintahkan penghapusan biaya untuk misa dan berkat pemakaman di keuskupannya.
“Kita tidak mewajibkan mereka untuk membayar ‘arancel’, tetapi kita terbuka jika ada yang mau memberi atau menyumbang untuk Gereja,” katanya pada waktu itu.
Sistem “arancel” di Gereja mengacu pada praktik pemberian tunjangan
bagi para imam untuk layanan gereja tertentu. Dia mengatakan bahwa mereka juga akan mulai menghapus biaya untuk baptisan, pernikahan, krisma, dan Misa lain pada tahun-tahun mendatang.
Pada tahun 2015, Uskup Agung Lingrates-Dagupan Uskup Agung Socrates Villegas membatalkan sistem penetapan tarif tetap untuk sakramen dan sakramental di keuskupannya.
Sementara itu, Uskup Honesto Ongtioco dari Cubao, menjelaskan bahwa apa yang diberikan orang adalah “persembahan atau sumbangan” untuk membantu menopang biaya operasional gereja.
“Kami tidak membayar sakramen atau untuk berkat Allah. Jadi, persembahan kasih disambut sebagai bantuan, “katanya.
Pekan lalu Vatikan mengingatkan para imam “agar tidak mengkomersialisasi” Misa atau “memberi kesan bahwa perayaan Sakramen … dikenakan tarif.
“Dalam pedoman baru yang dirilis pada 20 Juli itu, Takhta Suci mendesak para imam untuk tidak menetapkan harga untuk merayakan pernikahan dan pemakaman.
“Suatu persembahan, pada dasarnya, harus merupakan tindakan bebas dari orang yang mempersembahkan … bukan harga atau biaya yang harus dibayar, seolah-olah berurusan dengan pajak,” kata Vatikan.
Pedoman itu menambahkan bahwa meskipun di beberapa negara persembahan Misa adalah satu-satunya sumber pendapatan bagi para imam, mereka harus tetap merayakan Misa meskipun jika mereka belum menerima persembahan.
Dokumen setebal 22 halaman dari Kongregasi untuk Imam Vatikan itu bertujuan untuk membimbing paroki dalam menjalankan misi pewartaan Gereja.
Kongregasi itu mengklarifikasi bahwa dokumen baru itu bukanlah peraturan baru tentang pelayanan pastoral. Digambarkan bahwa paroki sebagai “rumah induk” dan menekankan pentingnya pembaruan misionaris dari struktur paroki.
Dokumen itu mengatakan bahwa setiap umat beriman yang dibaptis harus menjadi peserta aktif dalam evangelisasi dan imam harus melayani paroki, dan tugasnya adalam memberi “perhatian penuh bagi pelayanan jiwa-jiwa.”
Dokumen itu juga merinci peran diakon, orang-orang yang mengucapkan kaul, dan umat awam.
Peringatan Vatikan itu muncul di tengah-tengah krisis keuangan akibat pandemi virus corona yang telah mempengaruhi Gereja Katolik.
Pada bulan Mei, menteri keuangan Vatikan memperingatkan bahwa penutupan museum dan pembatalan acara penggalangan dana akan menyebabkan penurunan pendapatan negara kota itu sebesar 45 persen.
Pedoman tersebut mengikuti anjuran Paus Fransiskus pada tahun 2013 bahwa “upaya untuk meninjau dan memperbarui paroki-paroki kita belum cukup untuk membawa paroki lebih dekat kepada umat.”
Vatikan mengatakan idealnya adalah satu imam untuk satu paroki. Tetapi karena kekurangan imam atau keadaan lain, pelayanan sejumlah paroki dipercayakan kepada satu orang imam.
Instruksi Vatikan yang baru mengikuti dokumen yang sebelumnya dirilis pada tahun 1997 dan tahun 2002, yang diterbitkan oleh Kongregasi Klerus tentang “Imam dan Panduan Komunitas Paroki.”