Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Imam asal Tiongkok soroti 'kemerosotan' Gereja meskipun ada kesepakatan Sino-Vatikan

Imam asal Tiongkok soroti ‘kemerosotan’ Gereja meskipun ada kesepakatan Sino-Vatikan

Seorang pastor Katolik dari Tiongkok mengecam situasi memburuk yang dihadapi Gereja di negaranya meskipun Beijing telah menandatangani perjanjian sementara selama dua tahun dengan Vatikan.

Dalam sebuah surat yang dirilis situs berita AsiaNews.it, Pastor Francis Hu memperingatkan bahwa “para pakar” yang merayakan kesepakatan Vatikan-Tiongkok tidak mengetahui situasi sebenarnya di Tiongkok dan Gereja.

Dia mengatakan bahwa meskipun ada kesepakatan, bahan-bahan yang terkait Kristen di internet diblokir, gereja dan salib terus dihancurkan, dan anak-anak dilarang menerima pendidikan agama.




Imam, yang menggambarkan dirinya sebagai “imam kelas bawah” itu mengatakan dalam suratnya bahwa kesepakatan antara Takhta Suci dan Tiongkok berisiko hanya menjadi isyarat politik belaka.

Sebelumnya, Kardinal Pietro Parolin, sekretaris negara Vatikan, mengakui bahwa hasil kesepakatan sementara selama dua tahun dengan Beijing tentang upaya untuk “menormalkan” kehidupan Gereja Katolik di Tiongkok tidak berjalan lancar.

Kardinal tersebut mengatakan niat Takhta Suci “adalah agar [kesepakatan dengan Tiongkok ] diperpanjang.”

Bagian dari kesepakatan sementara, yang ditandatangani di  pada 22 September 2018 di Tiongkok, adalah tentang pengangkatan uskup di negara komunis tersebut.

Seorang wanita keluar dari Gereja Katolik di Wuhan pada 23 September 2018. (Foto oleh Nicolas Asfouri / AFP)
- Newsletter -

Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Paus Fransiskus secara resmi mengakui delapan uskup (salah satunya meninggal awal tahun 2017) yang dipilih oleh negara Tiongkok yang tidak memiliki persetujuan paus.

Dalam suratnya, Pastor Hu mengatakan kesepakatan itu hanya mengakibatkan “menyusutnya ruang bertahan hidup” Gereja di negara itu.”

“Kebanyakan umat Katolik Tiongkok bahkan tidak tahu apa yang terjadi,” kata imam itu, menambahkan bahwa kesepakatan kontroversial itu “hanya masalah politik dan tidak relevan dengan umat Katolik Tiongkok.”

Sejak penandatanganan perjanjian pada 2018 lalu, kata imam itu, penjualan materi Kristen, khususnya Alkitab, telah dilarang.

Dia mengatakan pembongkaran gereja dan salib “terus berlanjut,” yang menurutnya adalah sesuatu yang dialami oleh sebagian besar umat Katolik di Tiongkok dan sangat terpengaruh olehnya.”




Imam itu juga mengungkapkan, remaja dilarang pergi ke gereja dan dilarang menjalani katekisasi dan pembinaan iman Kristiani.

“Kegiatan misionaris yang biasa tidak hanya sangat dibatasi, tetapi dihalangi di segala kesempatan dan di semua tempat,” katanya.

Pastor Hu menambahkan bahwa misionaris dianggap sebagai terlarang, dan pekerjaan misionaris dianggap “ilegal”.

Imam itu, yang merupakan anggota gereja yang diakui negara, mengatakan “mereka yang disebut ahli Gereja Tiongkok … melompat kegirangan” atas kesepakatan tersebut tetapi tidak memahami situasinya karena mereka tidak tinggal di Tiongkok.

“[Mereka] tidak mewakili Gereja Tionghoa dan sebagian besar anggotanya. Karena apa yang kami umat Katolik Tionghoa rasakan sangat berbeda dari apa yang Anda lihat, ”katanya.

“Lebih dari 40 tahun telah berlalu sejak Anda menganjurkan ‘dialog’, tetapi kami tidak dapat melihat kemajuan yang dicapai melalui dialog, tetapi kami dapat melihat Hong Kong hari ini,” katanya dalam suratnya.

Bendera nasional Tiongkok berkibar di depan sebuah gereja Katolik di desa Huangtugang, provinsi Hebei, Tiongkok, 30 September 2018. (Foto oleh Thomas Peter / Reuters)

Imam itu juga mengkritik beberapa uskup dan pastor Tionghoa setempat “yang bersorak-sorai” atas kesepakatan itu tetapi “bahkan tidak mengizinkan saudara-saudari mereka untuk mengungkapkan pemikiran mereka yang sebenarnya secara mendalam.”

Dia mengatakan beberapa pemimpin gereja lokal mengklaim bahwa kesepakatan Sino-Vatikan telah menghasilkan “kemajuan yang memuaskan” setelah pengangkatan uskup dilakukan,  uskup bawah tanah dilantik, dan kolaborasi melawan pandemi direalisasikan.

Dari Juni hingga Agustus, empat uskup bawah tanah secara resmi dilantik “dengan upacara yang sangat sederhana”.

Namun, imam itu mengatakan umat Katolik di Tiongkok  berharap bahwa hubungan Sino-Vatikan berhasil “dan kami sering berdoa untuk itu.”

“Kami juga sangat mendukung semangat keterbukaan dan dialog di Vatikan II,” katanya, dan menambahkan bahwa kesepakatan saat ini tidak relevan dengan kehidupan umat Katolik di Tiongkok.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest