Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Kardinal Parolin akui kesepakatan Vatikan-Tiongkok tidak berjalan lancar

Kardinal Parolin akui kesepakatan Vatikan-Tiongkok tidak berjalan lancar

Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan, mengakui minggu ini bahwa hasil dari perjanjian sementara selama dua tahun dengan Beijing tentang upaya untuk “menormalkan” kehidupan Gereja Katolik di Tiongkok tidak banyak memberikan hasil.

Kardinal Parolin mengatakan pada 14 September, bahwa niat Takhta Suci “adalah agar [kesepakatan dengan Tiongkok] diperpanjang.”

Bagian dari kesepakatan sementara, yang ditandatangani di Tiongkok pada 22 September 2018, adalah tentang pengangkatan uskup di negara komunis tersebut. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Paus Fransiskus secara resmi mengakui delapan uskup (salah satunya meninggal awal tahun 2017) yang dipilih oleh pemerintah Tiongkok dan tidak memiliki persetujuan paus.




Rincian kesepakatan itu belum dipublikasikan dan para pengamat mengecamnya sebagai penjualan habis-habisan kepada pemerintah komunis.

Kardinal Parolin mengatakan dalam sebuah acara di Roma bahwa pembaruan perjanjian merupakan bagian dari upaya untuk “menormalkan” hubungan dengan Tiongkok.

“Kepentingan kami saat ini dengan Tiongkok adalah untuk sejauh mungkin menormalisasi kehidupan Gereja, untuk memastikan bahwa Gereja dapat hidup normal, yang bagi Gereja Katolik juga memiliki hubungan dengan Takhta Suci dan dengan Paus,” katanya seperti dilansir Catholic News Agency.

“Perspektif kami ada pada tema gerejawi ini,” tambahnya, mencatat bahwa tujuan ini juga harus terjadi “dengan latar belakang koeksistensi damai, mencari perdamaian dan mengatasi ketegangan.”

- Newsletter -

Namun Kardinal Parolin dilaporkan mengatakan hasil dari kesepakatan rahasia selama dua tahun itu “tidak terlalu menarik”.

Pada hari yang sama dengan komentar kardinal, seorang sumber Vatikan mengatakan kepada Reuters bahwa Paus Fransiskus sekarang telah menandatangani perpanjangan dua tahun kesepakatan tersebut.

Jika pihak Tiongkok setuju, kesepakatan akan diperpanjang tanpa perubahan apa pun, kata sumber itu.

Paus Fransiskus dan Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Pietro Parolin bertemu dengan para uskup di Basilica pontificia di San Nicola dalam kunjungan ke Bari, Italia selatan, pada 23 Februari (Foto oleh Alberto Pizzoli / AFP)

Beberapa umat Katolik di Asia khawatir Tiongkok akan menekan Vatikan untuk memasukkan Hong Kong, menyusul pemberlakuan undang-undang keamanan nasional baru yang secara signifikan memperluas jangkauan Beijing ke kota itu. Namun sebuah sumber itu mengatakan tidak.

“Tidak ada perubahan,” kata sumber itu tentang kesepakatan itu. Pejabat Gereja yang terlibat dengan kesepakatan itu mengusulkan agar perjanjian itu diperbarui dan paus memberi lampu hijau, katanya.

Pekan lalu di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian mengindikasikan bahwa Tiongkok juga ingin memperbarui, dengan mengatakan “kedua belah pihak akan terus menjaga komunikasi dan konsultasi yang erat serta meningkatkan hubungan bilateral.”

Umat Katolik di Tiongkok bangkit dari perpecahan selama lebih dari setengah abad yang membuat mereka terpecah antara Gereja “resmi” yang didukung negara dan Gereja bawah tanah “non-resmi” yang tetap setia kepada Roma.

Kedua belah pihak sekarang mengakui paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.

“Tidak mudah berurusan dengan komunis, rezim ateis yang melihat agama sebagai campur tangan, tapi apa yang kita miliki lebih baik daripada tidak ada kesepakatan sama sekali,” kata sumber itu.




Persekusi berlanjut

Terlepas dari kesepakatan tersebut, pihak berwenang Tiongkok terus menghapus salib dan menghancurkan gedung-gedung gereja di berbagai wilayah di Tiongkok dalam dua tahun terakhir.

Pada bulan April, pihak berwenang mencabut salib dari dua gedung gereja di Keuskupan Anhui. Salib juga dilaporkan dicabut dan sebuah gedung gereja dihancurkan di Keuskupan Handan provinsi Hebei.

Ratusan salib di seluruh Tiongkok telah dicabut sejak Oktober 2018 di keuskupan di provinsi Zhejiang, Henan, Hebei, dan Guizhou.

Tahun lalu, sebuah gereja di provinsi Hebei dihancurkan karena tuduhan pendudukan ilegal di tanah pertanian.

Umat “Katolik bawah tanah” dan anggota klerus juga melaporkan pelecehan dan penahanan yang terus berlanjut.

Beijing telah mengikuti kebijakan “Sinisisasi” agama, sedang berusaha menghilangkan pengaruh asing dan menegakkan kepatuhan kepada Partai Komunis, yang telah memerintah Tiongkok sejak memenangkan perang saudara pada tahun 1949.

Kardinal Joseph Zen, uskup emeritus Hong Kong, difoto pada 5 Maret 2018. (Foto oleh Anthony Wallace / AFP)

Memecah belah

Kesepakatan kontroversial itu telah memecah belah para pemimpin gereja di dalam dan di luar Tiongkok.

Dua dari kritikus paling vokal terhadap kesepakatan itu adalah Kardinal Joseph Zen, uskup emeritus Hong Kong, dan Kardinal Charles Maung Bo dari Yangon.

Kardinal Zen menuduh Kardinal Parolin sebagai “satu-satunya orang yang memiliki dokumen Tiongkok di tangannya.”

“Dia jelas percaya bahwa posisi seperti itu diperlukan untuk membuka jalan baru bagi penginjilan bangsa Tiongkok yang sangat besar. Saya memiliki keraguan yang kuat, ”kata Kardinal Zen dalam pernyataan sebelumnya.

Keraguan atas perjanjian tersebut juga muncul karena kebungkaman Vatikan atas masalah dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Beijing terhadap Uighur dan Muslim Turki lainnya di wilayah Xinjiang.

Tambahan dari Reuters

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest