Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Perusahaan Eropa dikritik karena menjual teknologi yang disalahgunakan Tiongkok

Perusahaan Eropa dikritik karena menjual teknologi yang disalahgunakan Tiongkok

Sejumlah perusahaan teknologi Eropa berisiko memicu meluasnya pelanggaran hak asasi manusia dengan menjual teknologi pengawasan digital ke badan keamanan publik Tiongkok, ungkap Amnesty International dalam sebuah penelitian terbaru.

Amnesty International menemukan bahwa tiga perusahaan yang berbasis di Prancis, Swedia, dan Belanda menjual sistem pengawasan digital, seperti teknologi pengenalan wajah dan kamera jaringan, kepada pemain kunci dari aparat pengawasan massal Tiongkok.

Dalam beberapa kasus, ekspor tersebut langsung digunakan dalam program pengawasan massal Tiongkok yang tidak pandang bulu, dengan risiko digunakan untuk melawan Uighur dan kelompok etnis Muslim lainnya di seluruh negera itu.

“Industri pengawasan biometrik Eropa berada di luar kendali. Pengungkapan penjualan kepada agen keamanan Tiongkok dan lembaga penelitian yang mendukung mereka hanyalah puncak gunung es dari industri multi-miliar Euro yang berkembang dengan menjual barang dagangannya kepada para pelanggar hak asasi manusia, dengan sedikit perlindungan terhadap penyalahgunaan oleh pengguna, ” kata Merel Koning, pejabat kebijakan senior yang mencakup teknologi dan hak asasi manusia untuk Amnesty dalam sebuah pernyataan.




Amnesty mengatakan bahwa sebagian besar pemerintah Uni Eropa, termasuk Prancis dan Swedia, menolak seruan untuk memperkuat aturan ekspor dengan memasukkan perlindungan hak asasi manusia yang kuat dalam teknologi pengawasan biometrik yang didominasi perusahaan Eropa. Jerman, yang telah menjadi presiden UE sejak 1 Juli, dan Belanda sama-sama menyatakan perlunya perlindungan hak asasi manusia yang kuat di masa lalu, tetapi sejauh ini gagal mendorongnya di tingkat Uni Eropa.

Skynet dan Sharp Eyes

Di seluruh Tiongkok, proyek pengawasan massal seperti Skynet dan Sharp Eyes sedang dilakukan untuk mengawasi orang-orang secara terus menerus oleh Badan keamanan publik Tiongkok yang merupakan pemain kunci dalam mengembangkan perluasan pengawasan yang sebelumnya belum pernah terjadi.

- Newsletter -

Pengawasan biometrik ada di mana-mana di wilayah Xinjiang China barat laut, di mana diperkirakan hingga satu juta orang Uighur dan anggota kelompok etnis lain telah secara sewenang-wenang ditahan dalam “kamp pendidikan ulang”.

“Kecaman pemerintah Uni Eropa atas penindasan sistematis di Xinjiang tidak berarti apa-apa jika mereka terus mengizinkan perusahaan menjual teknologi yang dapat memungkinkan terjadinya pelanggaran di sana. Sistem regulasi ekspor UE saat ini rusak dan perlu diperbaiki dengan cepat, ”kata Koning.

A file image of CCTV surveillance cameras in Tiananmen Square. (Photo by Louis Constant/shutterstock.com)

Amnesty mengatakan bahwa alat pengawasan biometrik, termasuk perangkat lunak pengenalan wajah, adalah salah satu teknologi pengawasan digital paling banyak dipakai yang memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi dan melacak individu di ruang publik atau membedakan mereka berdasarkan karakteristik fisiologis atau perilaku mereka.

Teknologi ini memberikan ancaman yang jelas terhadap privasi, kebebasan berkumpul, berbicara, beragama, dan non-diskriminasi.

Investigasi Amnesty mengidentifikasi penjualan tiga jenis teknologi pengawasan digital ke badan keamanan negara Tiongkok, sebuah entitas yang berkontribusi pada penegakan hukum yang melanggar hak asasi manusia, serta entitas di Xinjiang.

Morpho, yang sekarang menjadi bagian dari Idemia, sebuah perusahaan multinasional Prancis, mendapat kontrak untuk memasok peralatan pengenalan wajah langsung ke Biro Keamanan Publik Shanghai pada tahun 2015. Perusahaan ini memiliki spesialisasi dalam sistem keamanan dan identitas, termasuk sistem pengenalan wajah dan produk identifikasi biometrik lainnya.




Riset Amnesty menemukan bahwa Axis Communications, sebuah perusahaan Swedia, dengan bangga mengungkapkan di situs webnya terkait keterlibatannya dalam memperluas negara pengawasan Tiongkok.

Axis mengembangkan dan memasarkan kamera jaringan, yang khusus untuk pengawasan keamanan dan pemantauan jarak jauh. Perusahaan tersebut telah memasok teknologinya ke aparat keamanan publik Tiongkok dan berulang kali terdaftar sebagai “merek yang direkomendasikan” dalam dokumen tender pengawasan negara itu dari tahun 2012 hingga 2019.

Situs web perusahaan itu menyatakan telah memperluas jaringan kamera keamanan dari 8.000 menjadi 30.000 di Guilin, sebuah kota di selatan Tiongkok dengan populasi sekitar 5 juta jiwa , sebagai bagian dari peningkatan program pengawasan Skynet kota. Kamera dalam jaringan memiliki sudut 360 derajat dan jangkauan 300 hingga 400 meter, sehingga memungkinkan untuk melacak target dari segala arah.

“Menanggapi Amnesty International, Axis Communications mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan izin ekspor kamera untuk digunakan dalam program pengawasan massal Tiongkok. Inilah sebenarnya masalah kerangka regulasi ekspor UE saat ini. Pemerintah UE harus menghadapi tanggung jawab mereka dan mengendalikan industri yang tidak terkendali ini, ” kata Koning.

Teknologi identifikasi wajah dipamerkan di sebuah pameran di Chongqing, Tiongkok, 27 Agustus 2019. (Foto oleh Helloabc/shutterstock.com)

Sistem pengenal emosi

Sebuah perusahaan Belanda, Noldus Information Technology, menjual sistem pengenal emosi kepada keamanan publik dan institusi terkait penegakan hukum di Tiongkok,  kata Amnesty.

Perangkat lunak FaceReader perusahaan itu digunakan untuk menganalisis ekspresi wajah secara otomatis seperti kemarahan, kebahagiaan, kesedihan, kejutan, dan jijik. FaceReader ditemukan digunakan oleh universitas Tiongkok yang memiliki hubungan dengan aparat keamanan publik dan polisi, serta oleh Kementerian Keamanan Publik.

Sistem hukum Tiongkok tidak memenuhi standar internasional dalam banyak hal dan sering disalahgunakan oleh pihak berwenang untuk membatasi hak asasi manusia.

Amnesty International juga menemukan bahwa Noldus menjual teknologi pengawasan digitalnya ke setidaknya dua universitas di Xinjiang antara tahun 2012 dan 2018. Ini termasuk memasok perangkat lunak The Observer XT ke Universitas Shihezi pada tahun 2012. Universitas tersebut berada di bawah administrasi Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang (XPCC). XPCC menjalankan peran khusus dalam menjaga persatuan negara dan stabilitas sosial Xinjiang dan dalam menindak kejahatan teroris yang disertai kekerasan.




Pada tahun 2012, diketahui bahwa pemerintah Tiongkok  mencampuradukkan praktik budaya dan agama Uighur dengan terorisme. Pada tahun-tahun berikutnya, kemajuan teknologi penindasan terhadap minoritas di Xinjiang menjadi jelas, dengan sistem analisis emosi dan perilaku yang menjadi perhatian khusus otoritas Tiongkok.

“Badan keamanan publik Tiongkok menggunakan produk yang dijual oleh perusahaan Eropa untuk membangun kapasitas pengawasan yang kejam,” kata Koning.

“Perusahaan seharusnya tahu betul bahwa penjualan ke otoritas Tiongkok memiliki risiko besar tetapi tampaknya mereka tidak mengambil langkah untuk mencegah produk mereka disalahgunakan dan dipelajari oleh para pelanggar hak asasi manusia. Dengan melakukan itu, mereka gagal total dalam tanggung jawab hak asasi manusia mereka. Inilah mengapa badan legislatif UE perlu bertindak untuk menghentikan perdagangan yang melanggar hukum serupa.”

Tak satu pun dari perusahaan yang disebutkan di atas memberi jawaban yang jelas kepada Amnesty International  tentang uji kelayakan yang dilakukan sebelum melakukan penjualan tersebut.

Temuan Amnesty dipublikasikan menjelang pertemuan penting di Brussel pada 22 September di mana Parlemen Eropa dan negara anggota UE akan memutuskan apakah akan memperkuat aturan ekspor pengawasan.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest