Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Vatikan: Eutanasia pada dasarnya adalah tindakan jahat

Vatikan: Eutanasia pada dasarnya adalah tindakan jahat

Gereja Katolik melalui Kongregasi Ajaran Iman menegaskan kembali ajarannya bahwa eutanasia dan tindakan bunuh diri dengan bantuan adalah dosa.

Dalam dokumen baru yang dirilis pada 22 September, kantor Kongregasi untuk Ajaran iman Vatikan mengingatkan umat beriman untuk menemani orang sakit dan sekarat melalui doa, kehadiran fisik, dan sakramen.

Dokumen “Samaritanus bonus: Tentang perawatan orang pada fase kritis dan akhir dari kehidupan” mengatakan umat beriman harus menghindari gerakan aktif atau pasif yang bisa menandakan persetujuan untuk tindakan tersebut.

Dokumen setebal 45 halaman yang disetujui oleh Paus Fransiskus pada bulan Juni, mengklarifikasi ajaran Gereja tentang berbagai masalah pada fase akhir kehidupan.




Dokument itu menegaskan nilai intrinsik dan martabat setiap kehidupan manusia, terutama bagi mereka yang sakit kritis dan dalam tahap akhir kehidupan.

Surat itu mengatakan eutanasia adalah “tindakan yang pada dasarnya jahat, dalam setiap situasi atau keadaan” dan “kerja sama material formal atau langsung apa pun dalam tindakan semacam itu adalah dosa besar terhadap kehidupan manusia.”

Ditambahkan pula bahwa “eutanasia dan bunuh diri dengan bantuan selalu merupakan pilihan yang salah.”

- Newsletter -

Mengutip Evangelium Vitae dari St. Paus Yohanes Paulus II, dokumen baru itu mengatakan, “eutanasia adalah pelanggaran berat terhadap Hukum Tuhan, karena itu adalah pembunuhan yang disengaja dan tidak dapat diterima secara moral terhadap seorang manusia.”

“Doktrin ini didasarkan pada hukum kodrat dan atas Firman Tuhan yang tertulis” dan “ditransmisi oleh Tradisi Gereja dan diajarkan oleh uskup dan Magisterium universal.”

Juga “tidak ada hak untuk mencabut nyawa seseorang secara sewenang-wenang,” lanjutnya, dan itulah sebabnya mengapa “tidak ada petugas kesehatan yang dapat dipaksa untuk melaksanakan hak yang tidak ada.”

Dikatakan juga bahwa “sangat tidak adil untuk memberlakukan hukum yang melegalkan eutanasia atau membenarkan dan mendukung bunuh diri.”

Kongregasi untuk Ajaran Iman mengatakan “hukum semacam itu menyerang dasar tatanan hukum, yaitu hak untuk hidup menopang semua hak lainnya, termasuk pelaksanaan kebebasan.”

“Adanya undang-undang semacam itu sangat melukai hubungan manusia dan keadilan, serta mengancam rasa saling percaya di antara manusia,” tambah dokumen itu.

“Melegitimasi bunuh diri dan eutanasia yang dibantu adalah tanda degradasi sistem hukum,” kata dokumen itu.

Disebutkan bahwa menurut ajaran Gereja, eutanasia “adalah tindakan pembunuhan yang tidak dapat dibenarkan oleh tujuan  apa pun dan tidak menoleransi segala bentuk keterlibatan atau kolaborasi aktif atau pasif.”

“Mereka yang menyetujui hukum eutanasia dan membantu bunuh diri, oleh karena itu, menjadi kaki tangan dari dosa besar yang akan dilakukan orang lain,” kata dokumen itu.

“Mereka juga bersalah atas skandal ini karena dengan undang-undang tersebut mereka berkontribusi pada distorsi hati nurani, bahkan di antara umat beriman,” tambahnya.

Mencabut nyawa seseorang memutuskan hubungan seseorang dengan Tuhan dan dengan orang lain. “Bunuh diri dengan bantuan memperburuk beratnya tindakan ini karena melibatkan orang lain dalam keputusasaan seseorang,” katanya.

Tanggapan umat Kristiani terhadap tindakan ini adalah menawarkan bantuan yang perlu kepada seseorang untuk memembaskannya dari keputusasaan dan tidak menuruti “sikap merendahkan kehidupan”.

“Perintah ‘jangan membunuh’ … sebenarnya adalah jawaban ya untuk hidup yang dijamin Tuhan, dan itu menjadi panggilan pada cinta sejati yang melindungi dan mendorong kehidupan orang lain,” kata surat itu.

“Karena itu, orang Kristen harus mengatahui bahwa kehidupan duniawi bukanlah nilai tertinggi. Kebahagiaan tertinggi ada di surga. Jadi, orang Kristen tidak akan mengharapkan kehidupan fisik berlanjut ketika kematian tampaknya sudah dekat. Orang Kristen harus membantu yang sekarat untuk membebaskan diri dari keputusasaan dan menempatkan harapan mereka pada Tuhan.”

Surat itu menegaskan bahwa adalah “tindakan amal tertinggi” untuk secara spiritual membantu orang Kristen pada saat kematian mereka.

“Kematian adalah saat yang menentukan dalam perjumpaan manusia dengan Tuhan, Sang Juruselamat,” katanya.

“Gereja dipanggil untuk menemani umat beriman secara rohani dalam situasi tersebut, menawarkan kepada mereka ‘sumber penyembuhan’ dari doa dan sakramen,” kata dokumen itu.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest