Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Studi: Tiongkok memperluas kamp pendidikan ulang di Xinjiang

Studi: Tiongkok memperluas kamp pendidikan ulang di Xinjiang

Tiongkok telah memperluas jaringan kamp pendidikan ulang di wilayah Xinjiang tempat lebih dari satu juta orang diduga ditahan dan menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia, sebuah studi baru mengungkapkan.

Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) merilis pada 24 September sebuah laporan yang menunjukkan hampir 400 kamp tahanan, dengan lusinan kamp baru dibangun atau diperluas sejak 2017, di wilayah tersebut.

Temuan tersebut mematahkan klaim Beijing bahwa sistem pendidikan ulangnya sudah berkurang dan sebagian besar orang di kamp Xinjiang telah “kembali ke masyarakat.”




Para peneliti ASPI telah mengidentifikasi dan memetakan lebih dari 380 fasilitas penahanan yang dicurigai di Xinjiang dengan setidaknya 61 lokasi penahanan yang telah dibangun atau diperluas antara Juli 2019 dan Juli 2020.

Berdasarkan citra satelit terbaru, ASPI menyebutkan setidaknya ada 14 fasilitas baru, yang sebagian besar berupa penjara, yang masih dalam proses pembangunan tahun ini.

“Dari jumlah tersebut, sekitar 50 persen adalah fasilitas keamanan tingkat tinggi, yang memudahkan perpindahan penggunaan dari ‘pusat pendidikan ulang’ dengan keamanan yang lebih rendah ke fasilitas bergaya penjara dengan keamanan lebih tinggi,” tulis laporan itu.

Ini termasuk fasilitas baru yang dibangun di sebelah sekolah kejuruan dan teknik di Kashgar yang, hingga April 2020, didanai oleh Bank Dunia, menurut ASPI.

- Newsletter -

Fasilitas yang dikelilingi oleh tembok setinggi 14 meter, dengan menara pengawas setinggi 10 meter yang dibangun di atas tembok secara berkala, dibuka pada 26 Januari 2020.

Fasilitas yang baru dibangun dapat menampung lebih dari 10.000 orang.

ASPI percaya bahwa temuan studi baru tersebut menunjukkan dan menakup “database terbesar dari fasilitas penahanan Xinjiang yang ada”.

Data satelit juga menunjukkan bahwa “setidaknya 70 fasilitas tampaknya telah melonggarkan keamanannya dengan membongkar pagar dalam atau dinding perimeter.”

“Ini termasuk delapan kamp yang menunjukkan tanda-tanda dekomisioning, dan mungkin saja sudah ditutup. [Sekitar] 90 persen kamp yang tidak diamankan adalah fasilitas dengan keamanan lebih rendah, ”tambah laporan itu.

Foto yang diambil saat kunjungan media yang diselenggarakan oleh pemerintah Cina pada fasilitas yang seharusnya untuk belajar berkebun di kamp pendidikan ulang – yang diberi label oleh Tiongkok sebagai pusat pelatihan keterampilan kejuruan di Kabupaten Moyu, Prefektur Hotan di Xinjiang, 27 April 2019 . (Foto shutterstock.com)

ASPI menegaskan bahwa temuan ini menunjukkan bahwa banyak tahanan di luar hukum yang berada dalam jaringan ‘pendidikan ulang’ Xinjiang sekarang sedang didakwa secara resmi dan dikurung di fasilitas keamanan yang lebih tinggi.”

Para peneliti di lembaga itu menggunakan sejumlah metode penelitian untuk memverifikasi kamp yang disebutkan dalam akun korban, laporan media, dan dokumen pemerintah yang bocor.

ASPI mengumpulkan, mencari, dan membandingkan citra satelit secara sistematis.

“Salah satu metode paling efektif adalah pemeriksaan citra satelit waktu malam dari Xinjiang, karena sebagian besar kamp yang kami temukan dibangun di atas tanah yang sebelumnya tidak digunakan,” bunyi laporan itu.

“Itu memungkinkan untuk membandingkan area yang diterangi dalam beberapa bulan pertama tahun 2017 – sebelum sebagian besar kamp itu dibangun – dengan area yang saat ini diterangi,” tambahnya.

Citra satelit siang hari memberi para peneliti “detail yang jauh lebih besar”.




Sebagian besar kamp didirikan di dekat kawasan industri, yang mendukung klaim para korban bahwa tahanan dalam banyak kamp interniran telah menjadi sasaran kerja paksa.

“Kamp-kamp juga sering berada bersama dengan kompleks pabrik, yang dapat menunjukkan sifat fasilitas tersebut dan menunjukkan hubungan langsung antara penahanan sewenang-wenang di Xinjiang dan kerja paksa,” kata laporan itu.

Pada Juli 2019, seorang pejabat senior Tiongkok mengklaim bahwa sebagian besar orang yang dikirim ke kamp-kamp interniran di wilayah Xinjiang telah kembali ke masyarakat.

Beijing mengatakan kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan mencegah munculnya ekstremisme agama.

Namun, Beijing belum mengizinkan media atau organisasi hak asasi manusia untuk mengunjungi kamp-kamp di Xinjiang sejak mulai melakukan tindakan keras yang menargetkan Muslim Uighur dan minoritas lainnya pada 2017.

“Orang Uighur, yang merupakan populasi etnis asli terbesar di wilayah itu, menyaksikan tempat ibadah mereka dihancurkan dan pergerakan serta perilaku mereka diawasi dan dikontrol secara ketat, bahkan di rumah mereka sendiri,” kata laporan itu.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest