Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Budaya impunitas di Nepal harus segera diakhiri, kata kelompok HAM

Budaya impunitas di Nepal harus segera diakhiri, kata kelompok HAM

Dua kelompok hak asasi manusia internasional meminta pemerintah Nepal untuk segera menjalankan  rekomendasi yang baru saja dikeluarkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Nasional (NHRC) tentang pelanggaran yang dilakukan, terutama selama satu dekade konflik di negara Himalaya itu.

Dalam seruannya, Human Rights Watch (HRW) dan International Commission of Jurists (ICJ) menekankan rekomendasi-rekomendasi tentang kewajiban Nepal untuk menyelidiki dan, jika dibenarkan oleh bukti, menuntut mereka yang dituduh melakukan pelanggaran serius.

Pada 15 Oktober, NHRC menerbitkan data yang menyebut 286 orang, sebagian besar pejabat polisi, personel militer, dan mantan pemberontak Maois, sebagai tersangka kejahatan serius.




Dalam sebuah pernyataan, HRW dan ICJ mengatakan bahwa informasi tersebut berkaitan dengan kasus-kasus di mana para penyelidik menyimpulkan adanya bukti yang menjamin penyelidikan dan penuntutan atas pelanggaran-pelanggaran termasuk penyiksaan, penghilangan paksa, dan pembunuhan di luar hukum.

Pelanggaran yang sangat serius dilakukan antara tahun 1996 dan 2006 selama konflik bersenjata antara pasukan keamanan pemerintah dan pasukan pemberontak Maois. Bekas partai Maois sekarang menjadi bagian dari pemerintahan.

Sejak konflik berakhir, yang sebelumnya adalah musuh telah bergabung dengan penguasa untuk melindungi pendukung mereka dari tuntutan, menumbuhkan budaya impunitas yang terus melindungi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan di luar hukum yang sedang berlangsung dan kematian dalam tahanan yang diduga akibat penyiksaan, kata kelompok tersebut.

NHRC mengatakan dalam laporannya bahwa pemerintah gagal untuk mengambil tindakan terhadap para tersangka, meskipun diberitahu tentang hasil temuan komisi. Secara keseluruhan, NHRC telah merekomendasikan tindakan terhadap 98 petugas polisi, 85 tentara, dan 65 anggota bekas Partai Komunis Nepal (Maois).

Polisi anti huru hara berjaga di jalan selama jam malam, sehari setelah bentrokan kekerasan antara polisi dan penduduk, di Lalitpur di pinggiran Kathmandu, 4 September. Otoritas Nepal memberlakukan jam malam sepanjang hari di distrik Lalitpur setelah mereka mencoba menghentikan prosesi tahunan dewa Buddha Rato Machindranath di tengah pembatasan untuk mencegah penyebaran virus corona. (Foto oleh Prakash Mathema / AFP)
- Newsletter -

NHRC menyuguhkan dan menganalisis temuan dan rekomendasinya selama dua dekade, sejak didirikan pada tahun 2000. NHRC telah mendaftarkan 12.825 pengaduan dan mencapai kesimpulan dalam 6.617 kasus, dan membuat 1.195 rekomendasi kepada pemerintah.

Kedua kelompok itu -HRW dan ICJ- mengatakan bahwa rekomendasi telah dilaksanakan sepenuhnya hanya pada 13 persen kasus, secara separuh pada 37 persen, dan tidak dilakukan sama sekali pada 50 persen sisanya. Pemerintah sering memberikan rekomendasi untuk membayar kepada korban atau keluarganya tetapi sangat jarang menginvestigasi atau menuntut pelanggaran.

“Sementara merilis laporan ini sangat penting untuk mengatasi impunitas yang mengakar di Nepal,  namun laporan itu telah mengungkap fakta bahwa komisi tersebut telah berjuang dengan kurangnya kapasitas investigasi, kegagalan dalam banyak kasus untuk memanggil tersangka pelaku atau meminta dokumentasi,” kata Mandira Sharma, penasihat hukum senior di ICJ.

“Seandainya NHRC menggunakan kewenangannya untuk meminta penuntutan dari jaksa agung di mana ia telah mengumpulkan cukup bukti, itu akan memberikan kontribusi nyata dalam memerangi impunitas dan dalam menangani kegagalan polisi dalam menyelidiki kasus pelanggaran HAM yang sedang berlangsung,” kata Sharma.




NHRC telah lama mengalami beban akibat oleh campur tangan politik dalam penunjukan komisaris, dan keengganan yang dirasakan secara luas untuk menghadapi pemerintah atau lembaga kuat lainnya, seperti tentara dan partai politik, yang menentang pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi. Pada 2019, pemerintah mengusulkan amandemen Undang-Undang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 2012 yang akan lebih lanjut merusak independensinya.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa komitmen pemerintah yang sering dinyatakan untuk menegakkan hak asasi manusia harus dievaluasi sehubungan dengan kegagalannya untuk melaksanakan rekomendasi NHRC, termasuk pada Tinjauan Berkala Universal Nepal yang akan datang di PBB.

Pernyataan HRW dan ICJ mengatakan bahwa budaya impunitas di Nepal berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

Ada banyak tuduhan yang dapat dipercaya atas eksekusi di luar hukum, penyiksaan, dan penganiayaan, kadang-kadang mengakibatkan kematian tahanan, dan kematian akibat penggunaan kekuatan yang tidak sah dan berlebihan dalam demonstrasi kepolisian dalam beberapa tahun terakhir, kata kelompok tersebut.

Dalam banyak kasus seperti itu, pihak berwenang bahkan menolak untuk mendaftarkan pengaduan, apalagi melakukan penyelidikan atau penuntutan.

Tentara Pembebasan Rakyat Maois (PLA) Nepal selama peringatan ketujuh PLA di Chitwan sekitar 220 km barat daya Kathmandu, 24 November 2007. Sebuah perjanjian perdamaian ditandatangani setahun sebelumnya. (Foto oleh Prakash Mathema / AFP)

“Sementara impunitas berlanjut, supremasi hukum dan pemerintahan yang akuntabel adalah mimpi,” kata Meenakshi Ganguly, direktur HRW Asia Selatan. “Empat belas tahun sejak konflik berakhir, tidak banyak yang berubah untuk mencegah terulangnya pelanggaran, sementara pembangunan Nepal tertahan oleh budaya impunitas.”

Menyelidiki pasukan keamanan Nepal

Selain diterpkan secara domestik, kelompok hak asasi mengatakan bahwa data NHRC harus memberikan panduan penting kepada PBB dalam memeriksa pasukan keamanan Nepal untuk misi penjaga perdamaian, dan ke negara lain untuk memastikan keadilan internasional.
Data itu juga akan berguna bagi Amerika Serikat dalam melaksanakan persyaratan pemeriksaan berdasarkan “hukum Leahy” yang melarang bantuan militer kepada militer dan pasukan keamanan yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius, kata mereka.

“Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah mengambil langkah penting dalam menerbitkan informasi ini, yang akan menjadi alat penting bagi PBB dan pemerintah asing dalam keterlibatan mereka dengan pasukan keamanan Nepal,” kata Ganguly.

“Laporan tersebut menyoroti betapa kecilnya kemajuan yang dilakukan untuk membangun perlindungan hak asasi manusia yang berarti untuk menangani pelanggaran saat konflik dan pelanggaran yang sedang berlangsung.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest