Pandemi virus corona yang berkepanjangan membawa serta ancaman individualisme di antara umat manusia, kata Kardinal Luis Antonio Tagle, prefek dari Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa.
“Manusia berusaha untuk mengamankan diri mereka sendiri ketika ada ancaman dan mereka melakukan hal yang sama untuk keluarga dan teman dekat mereka,” kata Tagle dan menambahkan bahwa “ancaman individualisme selalu ada.”
Dia mengatakan ada bahaya di mana orang akan fokus pada masalah pribadi mereka sendiri yang dihadapkan pada kesulitan akibat pandemi.
“Meskipun memikirkan keamanan seseorang dan keselamatan anggota keluarga adalah sah, kita berharap pandemi akan menantang kita semua untuk berkontribusi pada solusi atau setidaknya memperlambatnya,” kata Kardinal Tagle.“
Itu adalah jenis cinta sosial. Kita berharap ini dapat membantu kita menuju manusia yang lebih baik dan keluarga manusia yang lebih baik, ”katanya dalam wawancara dengan majalah online The Tablet.
Dia mengutip warga di beberapa negara seperti Taiwan dan Jepang yang memakai masker bahkan sebelum wabah itu merebak.“
Sudah tertanam dalam budaya mereka bahwa mereka harus melindungi diri mereka sendiri dan orang lain. Ada rasa hormat untuk keselamatan dan kebaikan bersama di negara-negara ini, ”katanya. “
Mereka memiliki aturan ketat tentang perjalanan dan sistem yang canggih sehingga mereka dapat langsung melacak virus. Orang boleh mengatakan itu membatasi kebebasan, tapi demi kebaikan bersama, ”kata kardinal.
Kardinal Tagle dinyatakan positif terinfeksi virus corona pada bulan September ketika dia melakukan perjalanan dari Roma ke Filipina.
Dalam wawancara yang sama, kardinal mengingatkan umat beriman bahwa Gereja harus selalu “berada bersama dengan mereka yang paling rentan dan membantu membangun ketahanan mereka selama pandemi.
Caritas Internationalis, sebuah konfederasi dari 162 organisasi Caritas di seluruh dunia, telah bekerja di akar rumput dengan kelompok yang paling rentan selama krisis kesehatan global ini berlangsung.“
Kami diminta untuk memperluas pelayanan sosial kami saat ini, terutama mendampingi mereka yang paling rentan,” kata Kardinal Tagle.“
Kami fokus membekali masyarakat agar tangguh,” tambahnya.
Prelatus itu mengatakan Gereja juga harus menunjukkan solidaritas dengan para pengungsi dan para migran paksa dan mendengarkan cerita orang-orang yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan.
Ia mengimbau masyarakat untuk lebih peduli dengan nasib para pengungsi, terutama anak-anak yang tinggal di kamp-kamp yang berisiko menjadi korban perbudakan.“
Jika masyarakat tidak bekerja sama, migrasi paksa ini akan menjadi salah satu bisnis terbesar di dunia,” katanya.