Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) AS mengaku terganggu oleh laporan pemerkosaan sistematis terhadap Muslim Uighur

AS mengaku terganggu oleh laporan pemerkosaan sistematis terhadap Muslim Uighur

Departemen Luar Negeri AS mengatakan “sangat terganggu” oleh laporan pemerkosaan dan pelecehan seksual yang dilakukan secara sistematis terhadap perempuan di kamp-kamp untuk etnis Uighur dan Muslim lainnya di wilayah Xinjiang dan konsekuensi serius atas kekejaman yang dilakukan di sana.

Laporan BBC pada 3 Februari mengatakan perempuan di kamp menjadi sasaran pemerkosaan, pelecehan seksual dan penyiksaan. Kantor berita Inggris itu mengatakan “beberapa mantan tahanan dan seorang penjaga mengatakan kepada BBC bahwa mereka mengalami atau melihat bukti dari sistem pemerkosaan massal, pelecehan seksual, dan penyiksaan yang terorganisasi.”

Salah seorang yang diwawancari BBC adalah Tursunay Ziawudun yang menghabiskan sembilan bulan di dalam sistem kamp interniran rahasia Tiongkok di wilayah Xinjiang.




“Wanita itu membawa saya ke kamar bersebelahan dengan tempat gadis lain dibawa masuk,” katanya kepada BBC. “Mereka membawa tongkat listrik, saya tidak tahu apa itu, dan itu didorong ke dalam saluran genital saya, menyiksa saya dengan sengatan listrik.”

Setelah disiksa sedemikian rupa, Ziawudun dikembalikan ke selnya. Teman satu selnya yang lebih muda, yang mengalami perlakuan serupa, menyusul satu jam kemudian.

“Setelah itu, gadis itu menjadi sangat berbeda. Dia tidak berbicara dengan siapa pun, hanya duduk diam menatap seperti sedang kesurupan,” kata Ziawudun. “Ada banyak orang di dalam sel itu yang kehilangan akal sehatnya.”

Saksikan cuplikan video laporan BBC di bawah ini:

- Newsletter -

Mengomentari laporan BBC itu, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan: “Kami sangat terganggu oleh laporan, termasuk kesaksian langsung, pemerkosaan sistematis dan pelecehan seksual terhadap wanita di kamp-kamp etnis Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang.”

Ia mengulangi tuduhan AS bahwa Tiongkok telah melakukan “kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida” di Xinjiang dan menambahkan: “Kekejaman ini mengejutkan hati nurani dan harus menghadapi konsekuensi serius.”

Pejabat itu mengatakan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) harus mengizinkan “penyelidikan langsung dan independen oleh pengamat internasional” atas tuduhan pemerkosaan serta kekejaman lain yang dilakukan di Xinjiang.

Meski tidak menjelaskan konsekuensi apa, pejabat itu mengatakan Washington akan berbicara bersama dengan sekutu untuk mengutuk kekejaman itu dan “mempertimbangkan semua sarana yang tepat untuk mendorong akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab dan mencegah pelanggaran di masa depan.”




Pemerintahan AS masa Presiden Donald Trump menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan perusahaan Tiongkok yang terkait pelanggaran di Xinjiang. Pemerintahan Presiden baru Joe Biden yang mulai menjabat pada 20 Januari telah menjelaskan rencananya untuk melanjutkan pendekatan yang sulit ke Beijing tentang ini dan masalah lainnya.

Pemerintahan Trump pada 19 Januari menetapkan bahwa RRT telah melakukan “genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan” dengan menindas Muslim Uighur di Xinjiang.

Mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dia mengambil langkah “setelah pemeriksaan yang cermat terhadap fakta-fakta yang ada,” menuduh Partai Komunis Tiongkok melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap Uighur dan minoritas Muslim lainnya.

Calon menteri luar negeri Biden, Antony Blinken, mengatakan kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat selama sidang konfirmasi pada 19 Januari bahwa dia setuju dengan deklarasi genosida.

Panel hak asasi manusia independen PBB mengatakan pada 2018 bahwa mereka telah menerima laporan yang kredibel bahwa setidaknya 1 juta orang Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan di Xinjiang.

Petugas keamanan berdiri di gerbang fasilitas yang disebut pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Kabupaten Huocheng di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, Tiongkok, 3 September 2018. (Foto oleh Thomas Peter/Reuters)

Tahun lalu, sebuah laporan oleh peneliti Jerman Adrian Zenz yang diterbitkan oleh sebuah lembaga pemikir Washington menuduh pihak berwenang Tiongkok menggunakan sterilisasi paksa, aborsi paksa, dan keluarga berencana paksa terhadap Muslim di Xinjiang.

Zenz yang juga diwawancarai untuk laporan BBC mengatakan kesaksian yang dikumpulkan untuk laporan itu menjadi “beberapa bukti paling menghebohkan yang pernah saya lihat sejak kekejaman dimulai”.

“Ini menegaskan yang terburuk dari apa yang kami dengar sebelumnya,” kata Zenz. “Ini memberikan bukti resmi dan rinci tentang pelecehan dan penyiksaan seksual pada tingkat yang lebih besar dari yang kami duga.”

Pemimpin agama, kelompok aktivis, dan lainnya mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk genosida, sedang terjadi di Xinjiang.

Pada Agustus tahun lalu, para pemimpin agama, termasuk Kardinal Charles Bo Myanmar dan Kardinal Ignatius Suharyo dari Indonesia, mengatakan dalam sebuah surat terbuka bahwa “penindasan” di wilayah tersebut telah menjadi “salah satu tragedi kemanusiaan paling mengerikan sejak Holokos.”

Pemerintah Tiongkok menyangkal tuduhan pelanggaran di Xinjiang, dan mengatakan bahwa kompleks yang didirikannya di wilayah tersebut menyediakan pelatihan kejuruan untuk membantu mengatasi ekstremisme dan separatisme Islam. Mereka yang berada di fasilitas itu sudah “lulus”, katanya.

Dengan Reuters

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest