Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Permohonan jaminan tokoh Katolik Hong Kong Jimmy Lai ditolak

Permohonan jaminan tokoh Katolik Hong Kong Jimmy Lai ditolak

Pengadilan tinggi Hong Kong menolak jaminan tokoh media terkemuka dan pengkritik Beijing, Jimmy Lai, seorang penganut Katolik, yang didakwa berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru.

Keputusan pengadilan itu disampaikan pada 9 Februari.

Pria berusia 73 tahun itu ditahan sejak 3 Desember, namun sempat  dibebaskan dengan jaminan sekitar seminggu akhir tahun lalu. Dia diberikan jaminan HK $10 juta ($1,3 juta) oleh pengadilan yang lebih rendah pada 23 Desember namun Pengadilan Banding Akhir (CFA) membawanya kembali ke tahanan pada 31 Desember untuk sidang berikutnya menyusul banding oleh pemerintah.




Ia dibawa lagi ke penjara sesuai dengan Pasal 42 undang-undang keamanan, yang mengatakan bahwa “tidak ada jaminan yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa pidana kecuali hakim memiliki alasan yang cukup untuk meyakini bahwa tersangka atau terdakwa pidana tidak akan melanjutkan tindakan yang membahayakan keamanan nasional”.

Pada 9 Februari, lima hakim CFA mengatakan dalam putusan tertulis bahwa pengadilan yang lebih rendah menerapkan logika berpikir  yang salah dan “salah artikan” Pasal 42. Keputusan itu bulat.

Para hakim mengatakan kuasa hukum Lai dapat mengajukan permohonan  jaminan baru, karena keputusan 9 Februari bersifat “terbatas,” dengan fokus pada bagaimana pengadilan yang lebih rendah sampai pada keputusannya, bukan pada apakah Lai harus dijamin atau tidak.

Lai, yang mengenakan setelan abu-abu gelap dan mengenakan potongan rambut khasnya, berdiri di tempat tanpa ekspresi saat para hakim menyampaikan keputusan mereka.

- Newsletter -

Sementara itu di luar pengadilan tampak sejumlah kecil pengunjuk rasa pro-Beijing meneriakkan “Penjarakan Jimmy Lai seumur hidup … jaga perdamaian Hong Kong” melalui pengeras suara. Di dalam, pendukung Lai meneriakkan “Bertahanlah di sana” dan kata-kata dorongan lainnya yang biasa dipakai di Hong Kong.

Lai, seorang penganut Katolik, ditangkap pada bulan Agustus ketika sekitar 200 petugas polisi menggerebek ruang redaksi koran tabloid Apple Daily miliknya.

Beijing memberlakukan UU Keamanan Nasional secara luas di bekas koloni Inggris itu sejak Juni lalu setelah protes pro-demokrasi yang berlangsung selama berbulan-bulan. Undang-undang tersebut mengganjar hukuman hingga seumur hidup apa pun yang dianggap Tiongkok sebagai subversi, pemisahan diri, terorisme, atau kolusi dengan kekuatan asing.

Petugas Departemen Layanan Pemasyarakatan (CSD) bersiap untuk memindahkan Jimmy Lai, pendiri Apple Daily setelah sidang di Hong Kong, 9 Februari. (Foto oleh Tyrone Siu/Reuters)

Undang-undang tersebut mendapat kecaman dari dunia Barat dan kelompok hak asasi manusia sebagai alat untuk menghancurkan perbedaan pendapat di kota semi-otonom yang diperintah oleh Tiongkok itu.

Jaksa menuduh Lai melanggar hukum atas pernyataan yang dia buat pada 30 Juli dan 18 Agustus, di mana mereka menuduhnya meminta campur tangan asing dalam urusan Hong Kong.

Lai sering berkunjung ke Washington, bertemu dengan para pejabat AS, termasuk mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, untuk menggalang dukungan bagi demokrasi Hong Kong, yang mendorong Beijing mencapnya sebagai “pengkhianat”.

Berdasarkan undang-undang baru, terdakwa harus bisa membuktikan bahwa mereka tidak akan menjadi ancaman keamanan nasional jika dibebaskan dengan jaminan. Di bawah sistem hukum “common law” Hong Kong, secara tradisional tanggung jawab berada pada penuntutan untuk membuktikan kasusnya.

“Kami kehilangan hak untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah,” kata Avery Ng, seorang aktivis pro-demokrasi yang juga menghadapi dakwaan aksi tidak berizin terkait protes massa anti-pemerintah dan anti-Tiongkok pada tahun 2019.

Tahun lalu Lai mengundurkan diri sebagai ketua Next Digital, yang menerbitkan Apple Daily, surat kabar tabloid populer yang terkenal karena liputan yang agresif dan kritis tentang Tiongkok dan Hong Kong.

Lai lahir dari keluarga kaya di Tiongkok daratan pada tahun 1947. Keluarganya menderita setelah komunis mengambil alih kekuasaan pada tahun 1949, dan ibunya dikirim ke kamp kerja paksa. Pada usia 12 tahun Lai diselundupkan ke Hong Kong. Kardinal Joseph Zen membaptisnya pada tahun 1997, tahun yang sama ketika bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke pemerintahan Tiongkok.

Lai telah menjadi pendukung Kardinal Zen yang juga kritis terhadap Partai Komunis Tiongkok dan kesepakatan Sino-Vatikan yang kontroversial tentang penunjukan uskup di daratan.

Pada bulan Desember tahun lalu, Reporters Without Borders yang berbasis di Paris memberi penghargaan khusus kepada Lai atas keberaniannya ditengah “penurunan tajam dalam kebebasan pers di Hong Kong karena tekanan dari rezim Tiongkok.”

Dengan Reuters.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest