Kantor Imigrasi Filipina menolak permohonan misionaris Katolik asal Belanda dan memerintahkannya untuk meninggalkan negara itu dalam waktu 60 hari.
Pihak imigrasi mengatakan ada “bukti substansial” yang mendukung keputusan sebelumnya untuk membatalkan visa tinggal permanen bagi Otto Rudolf De Vries, seorang misionaris awam Katolik dari Belanda.
De Vries, seorang pekerja gereja berusia 62 tahun, telah diperintahkan keluar dari Filipina karena dilaporkan bergabung dengan demonstrasi anti-pemerintah.
Kantor imigrasi memperlihatkan setidaknya empat foto yang menunjukkan De Vries “terlibat dan campur tangan secara ilegal” dalam kegiatan politik.
Menurut pihak berwenang misionaris itu telah “memberikan dukungan atau bantuan” bagi organisasi komunis-teroris di negara itu.
Surat penolakan atas permohonannya “Mosi untuk Pertimbangan Ulang” diterima De Vries pada 6 Maret.
Perintah kantor imigrasi tersebut berawal dari surat bertanggal 10 Desember 2019 dari Badan Koordinasi Intelijen Nasional, yang melaporkan dugaan kegiatan ilegal De Vries di Filipina.
Rochelle Porras, direktur eksekutif Lembaga Ekumenis untuk Penelitian dan Pendidikan Tenaga Kerja, menilai kantor imigrasi terlalu cepat menerima “laporan tidak masuk akal” dari badan intelijen itu.
Misionaris tersebut telah bekerja sebagai sukarelawan untuk institut tersebut selama bertahun-tahun.
Porras mengatakan misionaris itu “hanya menjalankan tugasnya” sebagai pekerja gereja yang berkarya bagi pekerja miskin.
“Kita mau bilang apa tentang lembaga pemerintah yang terlalu cepat mengusir misionaris asing, tetapi gagal mengakui pengabdian mereka selama puluhan tahun kepada rakyat Filipina?” kata Porras.
Ia mengatakan kehadiran De Vries di berbagai pertemuan adalah bagian dari penelitiannya tentang kondisi tenaga kerja di negara itu.
De Vries tiba di Filipina pada tanggal 11 Mei 1991, untuk bekerja sebagai misionaris awam atas permintaan almarhum Uskup Julio Xavier Labayen dari Prelatur Infanta.
Misionaris itu mengatakan ajakan Uskup Labayen untuk menghayati “Gereja Kaum Miskin” mengilhaminya untuk tenggelam dalam realitas sehari-hari para pekerja di Fipina.
Apabila De Vires tidak mematuhi perintah untuk meninggalkan negara itu dalam batas waktu yang telah ditentukan maka kantor imigrasi akan memulai proses deportasi.