Sejumlah negara Asia harus berjuang untuk mencari sumber alternatif untuk mendapatkan suntikan COVID-19 setelah adanya pembatasan ekspor oleh produsen India, sehingga membuat program berbagi vaksin global yang didukung WHO kekurangan pasokan.
Korea Selatan, Indonesia, dan Filipina termasuk di antara negara-negara yang terkena penundaan pengiriman vaksin yang telah dijanjikan di bawah program COVAX, yang dibuat terutama untuk memastikan pasokan bagi negara-negara miskin.
“Rencana kami untuk meningkatkan vaksinasi harian akan terpengaruh,” kata Carlito Galvez, kepala vaksinasi Filipina.
India, pembuat vaksin terbesar di dunia, menghentikan sementara ekspor vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh Serum Institute of India (SII), karena para pejabat fokus untuk memenuhi permintaan domestik yang meningkat.
Institut Serum India rencananya akan mengirimkan 90 juta dosis vaksin untuk COVAX selama Maret dan April dan, meskipun belum jelas berapa banyak yang akan dialihkan untuk penggunaan domestik, fasilitator program memperingatkan bahwa penundaan pengiriman tidak bisa dihindari.
Menanggapai hal itu, Presiden Filipina Rodrigo Duterte melonggarkan pembatasan atas impor vaksin oleh pihak swasta, dan memohon kepada perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pasokan berapapun biayanya, saat negaranya berjuang melawan peningkatan kasus pandemi.
Di Manila, Wakil Menteri Kesehatan Maria Rosario Vergeire mengatakan departemen kesehatan telah merekomendasikan perpanjangan “karantina komunitas yang ditingkatkan” -atau ECQ- di ibu kota dan provinsi sekitarnya seminggu lagi.
Pada 30 Maret, Vergeire mengatakan periode ideal untuk pembatasan karantina masih tetap dua minggu, karena ini adalah masa inkubasi virus corona.
“Satu minggu sangat singkat. Kami telah merekomendasikan perpanjangan. Tapi tentu saja, kita perlu menyeimbangkannya dengan ekonomi,” katanya dalam wawancara televisi.
ECQ yang merupakan tindakan karantina paling ketat di Filipina, saat ini diberlakukan minimal satu minggu dari Senin, 29 Maret, hingga Minggu Paskah, 4 April.
Vergeire mengatakan tujuan ECQ adalah untuk memperlambat peningkatan kasus dengan mengurangi mobilitas orang, menambah kapasitas rumah sakit, mengatur aliran pasien, dan memperkuat respons pemerintah daerah untuk melakukan tes dan mengisolasi kasus yang dicurigai dan dikonfirmasi.
Peningkatan kasus secara drastis dalam beberapa pekan terakhir telah membawa pandemi di Filipina ke fase yang lebih buruk, dengan lebih dari 10.000 kasus baru dilaporkan setiap hari, tertinggi sejak krisis kesehatan itu mulai.
Vergeire mengatakan ada kemungkinan satu minggu terlalu singkat untuk melakukan evaluasi terhadap kemajuan dalam beberapa indikator utama, seperti jumlah kasus harian dan pemanfaatan layanan kesehatan.
“Seperti yang telah saya katakan, kita bahkan tidak akan melihat perubahan apa pun dalam hal jumlah kasus. Kita mungkin melihat jumlah yang lebih banyak setelah satu minggu ini karena yang kita lihat sekarang adalah angka dua minggu sebelum minggu ini,” katanya.
“Kita masih akan melihat akumulasi angka-angka ini dalam dua minggu ke depan,” tambah pejabat kesehatan itu.
Departemen kesehatan sebelumnya mengatakan bahwa ECQ diperlukan untuk mencegah kasus aktif tumbuh tiga kali lipat dari 105.000 kasus aktif saat ini.
Jika tidak ada pembatasan ketat untuk meredam lonjakan kasus, para pejabat kesehatan memperkirakan sekitar 430.000 kasus aktif pada akhir April, sebuah skenario yang dapat melumpuhkan sistem kesehatan.
Tambahan dari Reuters