Pemimpin sebuah keuskupan Katolik di Tiongkok mengecam pentahbisan para imam yang digelar minggu lalu untuk “Keuskupan Zhangjiakou” di bagian utara negara itu, yang disebutnya sebagai keuskupan yang tidak diakui oleh Vatikan.
Uskup Auksilier Simone Zhang Jianlin dari Keuskupan Xuanhua di provinsi Hebei mengatakan “Keuskupan Zhangjiakou” tidak diakui oleh Takhta Suci dan tidak memiliki legitimasi.
“Tahbisan diakon dan imamat baru-baru ini serta para calon sebelumnya belum dibahas dengan Uskup Cui Tai ,” kata prelatus itu.
Uskup Augustine Cui Tai, Uskup Koajutor Keuskupan Xuanhua, masih hilang dan diyakini ditahan polisi.
“Berdasarkan Kode Hukum Kanonik dan prinsip-prinsip doktrin sosial Gereja, keuskupan saat ini tidak mengakui penahbisan ini,” kata Uskup Zhang dalam sebuah pernyataan.
Gereja Katolik Patriotik Tiongkok, sebuah institusi yang dijalankan pemerintah, menahbiskan beberapa imam, yang digambarkan sejumlah pengamat sebagai pelanggaran atas kesepakatan yang ditandatangani oleh Vatikan dan Tiongkok tahun lalu.
Vatikan masih harus mengakui Keuskupan Zhangjiakou yang dibentuk pemerintah di pinggiran Beijing yang didirikan tahun 1980.
Sebagai gantinya, Takhta Suci mempertahankan daerah itu menjadi dua keuskupan yaitu Xuanhua dan Xiwanzi.
Keuskupan Xiwanzi dipimpin oleh Uskup Joseph Ma Yanen, sedangkan Uskup Cui Tai memimpin Xuanhua.
Kantor berita AsiaNews melaporkan bahwa pentahbisan baru-baru ini dilakukan oleh Guo Jincai, wakil presiden Asosiasi Patriotik Nasional.
Laporan itu mengatakan ketergesaan dalam mengadakan tahbisan itu “terutama karena imam yang ditempatkan pemerintah sebagai kepala komunitas Zhangjiakou, Pastor Wang Zhengui.”
Pastor itu, kata laporan tersebut, memiliki keinginan besar untuk diakui sebagai uskup dan pada saat yang sama dia ingin mempersiapkan imam dalam jumlah yang besar untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing yang akan datang” di Zhangjiakou.
Oktober tahun lalu, Takhta Suci dan Tiongkok mengumumkan bahwa mereka telah sepakat untuk memperpanjang perjanjian sementara tentang pengangkatan uskup selama dua tahun lagi.
Kesepakatan itu menyatakan bahwa paus memiliki keputusan akhir dalam pengangkatan uskup di Tiongkok sementara Vatikan menerima proses “pemilihan demokratis” para calon uskup.