Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Paus Fransiskus ungkap rasa sakit atas temuan kuburan massal anak-anak di Kanada

Paus Fransiskus ungkap rasa sakit atas temuan kuburan massal anak-anak di Kanada

Paus mengatakan kejadian tersebut menjadi seruan kuat bagi semua orang untuk berpaling dari model kolonial dan penjajahan ideologis

Paus Fransiskus mengungkapkan kesedihan dan rasa sakit yang mendalam atas penemuan kuburan massal anak-anak pribumi di bekas sekolah residensial yang dikelola gereja di Kanada.

Dalam pidatonya pada hari Minggu, Paus bereaksi keras atas temuan mengejutkan itu dan menyatakan solidaritasnya dengan orang-orang yang mengalami trauma dengan kabar mengejutkan tersebut.

Paus meminta para pemimpin politik dan agama untuk terus bekerja sama dengan penuh tekad untuk mengungkapkan peristiwa menyedihkan ini dan dengan rendah hati berkomitmen pada jalan rekonsiliasi dan penyembuhan.




Akan tetapi para pemimpin adat dan penyintas tidak menerima begitu saja ungkapan rasa sakit Paus Fransiskus, dan mendesak Gereja untuk berbuat lebih banyak.

“Kita semua merasa sakit dan sedih. Siapa yang tidak? Ini adalah kesedihan seluruh dunia,” kata Ketua Federasi Bangsa Adat Berdaulat di Saskatchewan, Bobby Cameron, kepada Reuters.

“Apa sulitnya bagi Paus untuk mengatakan: ‘Saya sangat menyesal atas cara organisasi kami memperlakukan warga First Nations, para siswa First Nations pada masa itu, kami minta maaf, kami berdoa.’”

First Nations atau Bangsa Pertama mengacu pada kepada masyakat adat yang dominan di Kanada selatan.

- Newsletter -

Penemuan bulan lalu di Kamloops Indian Residential School di British Columbia, yang ditutup pada tahun 1978, membuka kembali luka lama tentang kurangnya informasi dan akuntabilitas seputar sistem sekolah residensial (asrama), yang secara paksa memisahkan anak-anak pribumi dari keluarga mereka.

Pada hari Minggu, para demonstran merobohkan patung Egerton Ryerson, salah satu arsitek sistem sekolah asrama di universitas Toronto yang memakai namanya.

Korban selamat Kamloops, Saa Hiil Thut, 72, mengatakan orang-orang tidak bertanggung jawab atas penderitaan yang dia alami selama bertahun-tahun di sekolah.

“Para pelaku bebas dari hukuman,” katanya.

Sepatu anak-anak dijejerkan di dekat patung Egerton Ryerson yang rusak di Universitas Ryerson, yang dianggap sebagai arsitek sistem sekolah residensial bagi penduduk asli Kanada, menyusul penemuan sisa-sisa 215 anak-anak di situs bekas Kamloops Indian Residential School di British Columbia, di Toronto , Ontario, Kanada 2 Juni 2021. (Foto Reuters)

“Paus tidak akan mengatakan, ‘Anda tahu? Saya mendengar ada (ribuan) kasus pelecehan fisik dan seksual di sekolah-sekolah residensial yang dijalankan oleh gereja kami.’ Dia tidak akan mengatakan itu. Dia tidak akan mengatakan ‘Ada 215 anak di kuburan tak bertanda di Kamloops dan mungkin setiap sekolah asrama di Kanada.’”

Sistem sekolah residensial atau sekolah asrama yang beroperasi antara tahun 1831 dan 1996, secara paksa memisahkan sekitar 150.000 anak-anak pribumi dari rumah mereka, banyak dari mereka yang mengalami pelecehan, pemerkosaan, dan kekurangan gizi. Sebagian besar dijalankan oleh Gereja Katolik atas nama pemerintah.

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan pada hari Jumat bahwa Gereja harus bertanggung jawab atas perannya di sekolah-sekolah itu. Seorang juru bicara Trudeau menolak berkomentar lebih lanjut pada hari Minggu.

Pernyataan paus “tidak menjangkau jauh,” kata juru bicara Menteri Urusan Adat Mahkota Carolyn Bennett pada hari Minggu.

“(Pemerintah) menyerukan lagi kepada paus dan Gereja untuk meminta maaf atas peran mereka.”

Paus mengatakan kejadian itu adalah “seruan keras” bagi semua orang untuk berpaling dari model kolonial dan dari penjajahan ideologis dan berjalan berdampingan dalam dialog, saling menghormati dan menghormati hak-hak masyarakat adat di Kanada.

“Mari kita menyerahkan kepada Tuhan jiwa semua anak yang meninggal di sekolah residensial di Kanada dan mari kita berdoa untuk keluarga dan komunitas asli Kanada yang hancur oleh rasa sakit,” kata paus.

Paus Fransiskus yang terpilih sebagai paus 17 tahun setelah sekolah terakhir ditutup, telah meminta maaf atas peran Gereja dalam kolonialisme di Amerika.

Tapi dia kebanyakan memilih untuk meminta maaf secara langsung saat mengunjungi negara-negara dan berbicara dengan penduduk asli. Belum ada jadwal kunjungan paus ke Kanada.

Saat mengunjungi Bolivia pada tahun 2015, Paus Fransiskus meminta maaf atas “banyak dosa besar (yang) dilakukan terhadap penduduk asli Amerika atas nama Tuhan.” – Tambahan dari Reuters

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest