Sebuah gereja Protestan di provinsi Sulawesi Barat dibakar pada pagi hari Minggu, 4 Juli. Warga mengetahui kejadian tersebut ketika mereka tiba untuk kebaktian.
Menurut warga, serangan terhadap orang Kristen dan tempat ibadah semakin sering terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Namun mereka mengatakan bahwa pihak berwenang hampir tidak menyelidiki insiden tersebut.
“Tidak ada pejabat pemerintah di Jakarta yang mengomentari perusakan gereja,” kata seorang warga seperti diberitakan AsiaNews.
“Belum ada pesan dukungan bahkan dari Komnas HAM maupun Sinode Gereja-Gereja Protestan di Indonesia,” tambah warga.
Kebakaran gereja pada hari Minggu itu terjadi di Mamasa, Sulawesi. Tidak ada korban jiwa, namun kursi dan bangku gereja terbakar dan kaca jendela pecah.
Seorang pria berusia 40 tahun yang ditangkap oleh pihak berwenang mengatakan dia membakar gereja setelah bertemu dengan almarhum ayahnya dalam mimpi dan “memerintahnya” untuk membakar gedung itu.
Sebelumnya, pada 27 Juni, sebuah gereja Protestan di Desa Batang Uru Timur juga di Mamasa dibakar saat dini hari.
Pelaku yang masih belum diketahui identitasnya dilaporkan merusak gereja, menghancurkan kursi dan meja, dan memecahkan jendela gereja sebelum membakarnya.
Pada bulan Maret, bom bunuh diri menargetkan Gereja Katedral di Makassar, Sulawesi Selatan, melukai 19 orang yang menghadiri Misa.
Menurut polisi, kelompok radikal Jamaah Ansharut Daulah bertanggung jawab atas serangan bom itu.
Dalam sebuah pernyataan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan “keprihatinan, doa, dan kesedihan mendalam atas serangan itu.”
Serangan itu “merendahkan martabat manusia, menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan menambah daftar panjang aksi terorisme di negara kita tercinta ini,” demikian pernyataan yang ditandatangani oleh Uskup Yohannes Harun Yuwono, ketua Komisi Hubungan Antaragama KWI.