Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Korban COVID-19 di kalangan imam, biarawati Myanmar terus bertambah

Korban COVID-19 di kalangan imam, biarawati Myanmar terus bertambah

Ratusan jenazah dimakamkan setiap hari di Myanmar saat gelombang baru COVID-19 melanda negara itu

Seorang imam Katolik dan biarawati termasuk di antara mereka yang meninggal akibat penyakit virus corona di Keuskupan Kalay di Myanmar.

Pastor Sebastian Phun Lian Mawi dan Suster Hilda Vung Go Dim dari Kongregasi Suster St. Aloysius masing-masing meninggal pada 14 dan 15 Juli, Radio Veritas Asia melaporkan.

Pastor Mawi adalah pastor paroki Gereja Kerahiman Ilahi di Sanmyo, sementara Suster Dim adalah pemimpin Biara St. Elizabeth di Kalay. Mereka dimakamkan pada 15 Juli.




Pastor Phun Lian Mawi lahir pada 17 Januari 1980 dan ditahbiskan menjadi imam pada 29 Juni 2010.

“Tutur katanya halus, baik, dan lembut,” kata kolega imam itu, Pastor Peter Kyi Maung. “Dia juga pemain tenis meja yang bagus.”

“Kematiannya merupakan kehilangan besar tidak hanya untuk Keuskupan Kalay tetapi juga untuk AsIPA di Myanmar,” kata Pastor Peter Htun Htun dari Tim Sumber Daya AsIPA Nasional Keuskupan Agung Yangon.

Sedangkan Suster Dim, lahir pada 2 Februari 1967, dan sudah hidup sebagai religius selama 29 tahun.

Keuskupan Kalay telah kehilangan tiga imam dan dua suster karena gelombang baru penyakit virus corona.

- Newsletter -

Hampir setengah dari 54 imam Katolik di keuskupan di wilayah Sagaing itu menderita gejala penyakit itu – seperti demam, batuk, dan pilek – dalam beberapa pekan terakhir.

Relawan di Myanmar mempersiapkan kremasi korban COVID-19 di kota Cikha, Negara Bagian Chin, Myanmar, pada 31 Mei 2021. (Foto Reuters)

Layanan pemakaman kewalahan

Ratusan jenazah dimakamkan setiap hari di Myanmar karena gelombang baru COVID-19 melanda negara itu, kata laporan.

Laporan dari berbagai penjuru Myanmar menunjukkan jumlah kematian harian lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh kementerian kesehatan, yang mencapai rekor 145 kematian pada hari Rabu.

Reuters tidak dapat menghubungi kementerian kesehatan atau juru bicara junta untuk memberikan komentar lebih lanjut mengenai angka tersebut.

Jumlah pemakaman di pemakaman Yay Way di Yangon, sekitar 200 per hari selama seminggu terakhir, lebih dari dua kali lipat dari jumlah biasanya diperkirakan, kata layanan pemakaman.

Peningkatan serupa juga terjadi di dua pemakaman lain di kota itu dengan 400 hingga 500 orang dikremasi di sana setiap hari, kata mereka.

“Kami harus mengangkut mayat ke pemakaman yang berbeda. Setiap hari kami melakukan lebih dari 40 perjalanan,” kata Bo Sein, 52, yang mengoperasikan angkutan amal untuk mentrasportasi mayat.

“Melihat mayat di pemakaman hari ini, saya berpikir akan berat jika terus seperti ini. Yang kaya dan yang miskin, semuanya meninggal karena COVID,” kata Bo Sein, yang juga menyiapkan alat pelindung diri untuk mengangkut jenazah.

Pendiri layanan pemakaman gratis lainnya di Yangon, yang menolak disebutkan namanya karena takut adanya hal-hal yang tidak diinginkan, mengatakan dia telah memanggil sukarelawan karena 18 anggota timnya tidak bisa lagi mengatasinya.

Foto-foto dari pemakaman Yay Way menunjukkan mayat-mayat sedang antri untuk dikremasi.

Di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay, seorang petugas dari pemakaman Aye Yeik Nyein mengatakan 63 mayat telah dikremasi di sana pada hari Selasa. Semuanya diduga kasus COVID-19 sementara pemakaman lain menangani kematian yang disebabkan oleh hal lain, katanya.

“Kami khawatir, tetapi kami perlu melayani rakyat,” kata pejabat itu, Kyaw Soe Win, kepada Reuters melalui telepon.

Kasus virus corona mulai meningkat di Myanmar pada bulan Juni, dan telah melonjak dalam dua minggu terakhir, dengan rekor 7.089 infeksi dilaporkan pada hari Rabu.

Menurut angka resmi, ada lebih dari 208.000 infeksi dan 4.181 kematian di negara itu sejak awal pandemi.

Petugas kesehatan percaya jumlah kasus jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi, karena pengujian tidak masif setelah militer merebut kekuasaan dari pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.

Seorang juru bicara otoritas militer mengatakan pada hari Senin bahwa mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk mengendalikan pandemi dan mengimbau rakyat Myanmar dan kelompok-kelompok amal untuk bekerja sama.

Sekitar satu dari tiga tes baru-baru ini positif dibandingkan dengan 5% yang dikatakan Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan wabah sedang dikendalikan.

Angka tersebut naik di atas 20% tahun lalu ketika pemerintah Suu Kyi mengendalikan gelombang kedua infeksi.

“Angka kematian sekarang jauh lebih banyak daripada tahun lalu,” kata pekerja sosial Kyaw Zin Oo, 34, yang mencoba membawa tabung oksigen untuk pasien yang menderita.

Banyak tenaga medis bergabung dalam Gerakan Pembangkangan Sipi, berhenti bekerja di rumah sakit negara sebagai protes atas kudeta. – Laporan tambahan dari Radio Veritas Asia dan Reuters

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest