Umat Kristen minoritas di provinsi Aceh mengecam serangan terhadap tempat ibadah mereka dan penolakan pihak berwenang untuk pembangunan gereja di daerah tersebut.
“Kami beribadah di bawah tenda,” demikian bunyi salah satu poster yang dipegang oleh seorang wanita Kristen di luar tempat ibadah darurat belum lama ini.
Umat Kristiani mengatakan mereka tidak pernah diizinkan untuk membangun tempat ibadah mereka sendiri sehingga mereka terpaksa berdoa dan mengadakan perayaan keagamaan di gubuk yang seharusnya untuk berkebun.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengecam penganiayaan agama semacam itu.
“Saya sangat prihatin bahwa hal seperti itu masih terjadi di Indonesia,” kata Pdt. Gomar Gultom, ketua PGI, dalam sebuah laporan Radio Veritas Asia.
Umat Kristen di Singkil telah menyerukan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo selama bertahun-tahun untuk mengakui hak mereka untuk beribadah.
Pastor Tarsisius Son, anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria, mengatakan dua gereja Katolik termasuk di antara yang dihancurkan dalam beberapa tahun terakhir.
“Pembangunan kembali gereja terhambat oleh izin dan adat istiadat setempat, jadi kami harus bersabar dengan proses hukum,” kata imam itu.
Pada tahun 2015, beberapa gereja di Kabupaten Aceh Singkil dibakar oleh orang tak dikenal yang menyebabkan bentrokan yang menewaskan satu warga dan melukai empat lainnya.
Dalam tujuh tahun terakhir, setidaknya 30 gereja dilaporkan ditutup karena ancaman dari kelompok ekstremis dan penolakan izin untuk membangun oleh pemerintah setempat.
Aceh adalah provinsi semi-otonom di ujung barat laut Pulau Sumatera. Daerah ini terkenal dengan pantai, lokasi menyelam, dan area hutan belantara dan pegunungan.
Di Banda Aceh ibukota provinsi itu terdapat Masjid Raya Baiturrahman yang dibangung pada abad ke-19, dan menjadi ikon daerah dengan dekorasi Mugal yang halus, kubah hitam, dan kolam pantul.
Aceh merupakan provinsi di Indonesia yang mencatatkan jumlah umat Kristen terkecil kelima (53.624) atau sekitar 0,23% dari umat Kristen di Indonesia.
Daerah ini dijalankan di bawah hukum Syariat Islam dan semua kabupaten beragama Islam, kecuali Aceh Singkil dan Aceh Tenggara.
Terdapat lebih dari 100 gereja yang melayani 20.000 umat Kristen di Aceh Tenggara, tetapi pemerintah Aceh Singkil hanya mengizinkan satu gereja dan empat kapel untuk 10.000 umat Kristen.