Paus Fransiskus menyerukan kepada masyarakat internasional untuk berhenti mendeportasi para migran ke negara-negara yang tidak aman.
“Saya mengungkapkan kedekatan saya dengan ribuan migran, pengungsi, dan lainnya yang membutuhkan perlindungan di Libya. Saya tidak pernah melupakan kalian. Saya mendengar tangisan kalian dan berdoa untuk kalian semua,” kata Paus Fransiskus pada hari Minggu (24/10).
“Kita perlu mengakhiri pemulangan para migran ke negara-negara yang tidak aman dan memprioritaskan penyelamatan nyawa di laut,” katanya.
Berbicara dari jendela Istana Apostolik, paus meminta para peziarah Katolik yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus untuk berdoa bagi para migran, banyak di antaranya telah menjadi sasaran kekerasan yang tidak manusiawi.
“Sekali lagi saya menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menepati janjinya untuk mencari solusi bersama, konkret dan abadi untuk pengelolaan arus migrasi di Libya dan di seluruh Mediterania,” kata paus.
“Mereka yang ditolak hidupnya sangat menderita! Ada kamp nyata di sana,” tambahnya.
Libya adalah titik transit utama bagi para migran dari Afrika dan Timur Tengah yang mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa.
Diperkirakan 87.000 migran telah dicegat oleh pihak berwenang Libya sejak 2016, menurut laporan PBB, yang menemukan bahwa sekitar 7.000 dari migran tersebut tetap berada di pusat-pusat penahanan di Libya.
Pihak berwenang Libya baru-baru ini merazia para migran, menahan lebih dari 5.000 orang dalam beberapa hari, menurut Associated Press, yang melaporkan bahwa pusat-pusat penahanan penuh dengan pelanggaran.
Paus secara khusus mendesak penggunaan peralatan penyelamatan dan pendaratan yang aman dan andal, serta alternatif penahanan dengan kondisi kehidupan yang layak.
Paus Fransiskus menggarisbawahi pentingnya akses ke prosedur suaka dan menetapkan rute migrasi reguler.
“Mari kita semua bertanggung jawab atas saudara-saudari kita ini, yang telah menjadi korban dari situasi yang sangat berat selama bertahun-tahun,” katanya.
Dalam pesannya saat Angelus, paus merenungkan kisah Injil tentang Yesus yang yembuhkan mata Bartimeus yang buta, yang mengemis di pinggir jalan.
“Kebutaannya adalah puncak gunung es, yang kelihatan. Tetapi pasti ada luka, penghinaan, mimpi yang hancur, kesalahan, penyesalan dalam hatinya,” kata paus.
Menurut Injil Markus, Bartimeus memanggil Yesus dan berkata: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku.”
“Yesus mendengar, dan segera berhenti. Tuhan selalu mendengarkan tangisan orang miskin … Dia menyadari bahwa seruan itu penuh dengan iman, iman yang tidak takut untuk mendesak, untuk mengetuk pintu hati Tuhan,” kata Paus Fransiskus.
Paus mengatakan bahwa Bartimeus meminta “apa saja dari Dia yang dapat melakukan segalanya.”
“Ia meminta belas kasihan pada orangnya, pada hidupnya. Itu bukan permintaan kecil, tetapi sangat indah karena itu adalah seruan belas kasihan, yaitu belas kasihan Tuhan, kelemahlembutan-Nya.”
Paus Fransiskus meminta agar umat Katolik menjadikan doa Bartimaeus menjadi doa mereka sendiri dengan membawa “luka, penghinaan, mimpi buruk, kesalahan, penyesalan” mereka sendiri kepada Tuhan dalam doa dan mengulangi: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku.”
“Kita harus meminta segalanya kepada Yesus, yang dapat melakukan segalanya. … Dia tidak sabar untuk mencurahkan kasih karunia dan sukacita-Nya ke dalam hati kita. Tapi sayangnya, kitalah yang menjaga jarak, melalui rasa takut, malas atau tidak percaya,” ujarnya.
“Semoga Bartimeus, dengan imannya yang konkret, teguh dan berani, menjadi teladan bagi kita. Dan semoga Bunda Maria, Perawan yang penuh doa, mengajari kita untuk berpaling kepada Tuhan dengan segenap hati kita, yakin bahwa Dia mendengarkan dengan penuh perhatian pada setiap doa,” kata Paus Fransiskus.