Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Kelompok HAM kecam dua serangan bom di Thailand Selatan

Kelompok HAM kecam dua serangan bom di Thailand Selatan

Human Rights Watch (HRW) mengecam ‘serangan kejam’ terhadap kehidupan manusia dalam dua serangan bom di provinsi Yalta, Thailand selatan yang bergolak, yang menyebabkan sedikitnya 25 orang terluka.

Ledakan itu terjadi di depan Pusat Administrasi Provinsi Perbatasan Selatan (SBPAC), sebuah badan pemerintah Thailand yang mengawasi administrasi tiga provinsi dengan mayoritas Muslim-Melayu di Narathiwat, Pattani, dan Yala, di mana pemberontakan sejak 2004 telah menewaskan sekitar 7.000 orang.

“Bom pertama adalah granat yang dilemparkan di luar pagar kantor SBPAC untuk menarik orang keluar,” kata Kolonel Pramote Prom-in, juru bicara keamanan regional militer kepada Reuters.




“Kemudian sebuah bom mobil meledak sekitar 10 meter dari ledakan pertama. Bom ini disembunyikan di truk pick-up yang diparkir oleh para pelaku di dekat pagar,”katanya.

Terdapat jarak 10 menit antara serangan pertama dan kedua, yang melukai lima reporter, lima petugas polisi, dua tentara, dan orang-orang yang lewat, kata Pramote.

Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa setidaknya 25 orang terluka, meskipun tidak ada kematian yang dilaporkan.

Serangan bom ganda (double tap) semacam itu telah lama digunakan oleh kelompok Islamis Barisan Revolusi Nasional (BRN), yang ingin memisahkan diri dari Thailand.

- Newsletter -

Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York mengutuk serangan yang pertama terjadi terhadap SBPAC, yang mengoordinasikan urusan sipil, administrasi publik, dan pekerjaan kemanusiaan di wilayah tersebut.

“Pemboman bom ganda di luar gedung pemerintah tidak memiliki tujuan selain menyebabkan hilangnya nyawa manusia,” kata Brad Adams, direktur HRW Asia. “Dalam melakukan serangan ini saat terjadi pertemuan untuk membahas COVID-19, pemberontak separatis kembali menunjukkan ketidakpedulian yang sangat kejam terhadap kehidupan semua warga sipil.”

 Petugas keamanan memeriksa lokasi bom mobil setelah meledak di depan Pusat Administrasi Provinsi Perbatasan Selatan di Yala, Thailand, 17 Maret. (Foto oleh Surapan Boonthanom/Reuters)

HRW mengatakan bahwa lembaga-lembaga pemerintah yang tidak berpartisipasi dalam operasi militer pada dasarnya adalah warga sipil dan tidak boleh menjadi sasaran serangan selama masa perang.

Kelompok itu mengatakan bahwa setiap “serangan yang disengaja atau tanpa pandang bulu terhadap warga sipil adalah kejahatan perang.”

Selain mengecam sejumlah kejahatan perang yang dilakukan oleh BRN di provinsi perbatasan selatan selama 16 tahun terakhir, HRW juga menyatakan keprihatinannya atas pelanggaran hak asasi yang dilakukan pemerintah Thailand.

Kelompok itu mengatakan bahwa “pembunuhan, penghilangan paksa, dan penyiksaan tidak dapat dibenarkan sebagai pembalasan atas serangan pemberontak,” dan memperingatkan adanya budaya impunitas yang membiarkan pelanggar HAM lolos.

“Pemerintah Thailand harus menyelidiki secara menyeluruh serangan terhadap SBPAC dan membawa semua yang bertanggung jawab ke pengadilan sesuai dengan hukum hak asasi manusia,” kata Adams.

“Selama pasukan keamanan Thailand terlindung dari tanggung jawab pidana dan penderitaan yang telah lama dialami komunitas Muslim Melayu etnis diabaikan, para pemberontak akan menggunakan situasi ini untuk mencoba membenarkan serangan yang tidak diluar hukum.”

Tambahan dari Reuters

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest