Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Features (Bahasa) Serangan terhadap umat Kristen India berlanjut saat COVID-19

Serangan terhadap umat Kristen India berlanjut saat COVID-19

Saat itu Isaac Poulose sedang pulang ke rumah setelah mengantar putranya ke sekolah ketika dia dihadang oleh beberapa pria. Mereka meminta pria 47 tahun itu untuk mengucapkan nama Yesus dan memukulinya. Mereka memukulnya dengan tongkat dan rantai besi. Mereka bahkan melindasnya dengan sepeda motor.

“Suatu mukjizat bahwa saya masih hidup. Saya harus dirawat di unit perawatan intensif selama berhari-hari,” kata Poulose yang berasal dari distrik Sehore, negara bagian Madhya Pradesh. “Kedua tulang tangan dan bahu saya patah, dan saya juga menderita luka dalam,” katanya.

Poulose tidak melakukan sesuatu yang melanggar. Satu-satunya “kejahatan” Poulose adalah bahwa dia percaya akan Kristus dan sebagai seorang penatua dalam gereja Pentakosta.




Insiden pada 4 Maret itu sudah dilaporkan kepada polisi, tetapi hingga kini para penyerang belum ditangkap, kata Pastor Shibu Thomas kepada LiCAS.news.

Menurut Thomas kekerasan terhadap orang Kristen telah memburuk sepanjang tahun ini.

“Kami mencatat 187 insiden seperti itu hanya dalam 91 hari pertama tahun ini dibandingkan dengan 130 pada periode yang sama pada tahun 2019,” kata Thomas, pendiri Persecution Relief, sebuah inisiatif antar-denominasi yang menyediakan bantuan keuangan dan hukum untuk orang-orang Kristen yang dianiaya.

Penganiayaan sama sekali tidak berhenti bahkan selama penguncian saat ini untuk memerangi COVID-19, katanya. Lockdown oleh  pemerintah federal dimulai 21 Maret dan diharapkan berakhir pada 3 Mei.

Isaac Poulose dirawat di sebuah rumah sakit di negara bagian tengah Madhya Pardesh setelah dia diserang karena keyakinannya. (Foto milik Persecution Relief).
- Newsletter -

Pada 16 April, Neelam Purti, seorang guru, ditembak di sebuah desa di Jharkhand. Ayahnya, Chamu Purti, seorang pendeta, ditembak mati diduga oleh kelompok garis keras Hindu pada 2015.

“Karena lockdown, kami pergi ke desa kami pada 15 April dan keesokan harinya beberapa preman datang dan menembaki saya. Pelurunya mengenai paha saya,” kata Purti, anak tertua dari empat bersaudara.

Michael Williams, presiden United Christian Forum (UCF), mengatakan dia terkejut dengan kasus-kasus kekerasan anti-Kristen.

“Bahkan selama masa krisis nasional ini, ketika perdana menteri kita telah menyerukan semua untuk bersatu dalam pertarungan melawan COVID-19, para pembenci kelompok minoritas masih aktif melakukan kekerasan terhadap orang-orang Kristen di India,” kata Williams.

Organisasinya, UCF memonitor dan mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia terhadap umat Kristen.

Neelam, putri mendiang Pendeta Chamu Purthi yang dibunuh karena keyakinannya, dirawat di sebuah rumah sakit di negara bagian Jharkhand setelah ditembak di kaki oleh orang yang diduga kelompok garis keras Hindu. (Foto milik Persecution Relief).

BJP

Penganiayaan terhadap orang-orang Kristen di India meningkat sejak partai pro-Hinddu, Partai Bharatiya Janata (BJP), berkuasa pada tahun 2014.

Pada 2019 ada 527 insiden dan empat orang terbunuh karena keyakinan mereka. Sebagai perbandingan, ada 477 kejahatan rasial tahun sebelumnya. Antara Januari 2016 hingga Maret 2020 ada 1.961 insiden di seluruh India, menurut Persecution Relief.

Beberapa negara bagian India telah mengesahkan undang-undang anti-konversi yang kontroversial yang mencegah proselitisasi.

Umat Kristen hanya mencakup 2,3 persen dari keseluruhan populasi India. Kelompok garis keras Hindu mengklaim bahwa orang-orang Kristen berusaha untuk mengkonrversi banyak orang Hindu, yang dianggap orang-orang Kristen sebagai omong kosong.

Sebagai bagian dari klaim mereka, kelompok garis keras secara keliru menuduh para pemimpin dan penginjil Kristen telah secara paksa menobatkan orang-orang menjadi Kristen untuk membenarkan kekerasan dan penyerangan yang mereka lakukan.

Di antara negara-negara bagian yang memusuhi agama Kristen, negara bagian utara Uttar Pradesh dianggap yang terburuk. Sesuai sensus 2011, orang Kristen hanya 0,18 persen dari populasi negara bagian itu.

Thomas, dari Persecution Relief, mengatakan bahwa ada 47 ‘kejahatan rasial’ terhadap orang Kristen di Uttar Pradesh dari Januari hingga Maret. Insiden itu termasuk serangan massa, ancaman, intimidasi, dan serangan fisik. Di negara bagian itu, ada banyak tuduhan bahwa garis keras Hindu bekerja dengan polisi setempat untuk menyerang tempat-tempat doa pada hari Minggu.




“Para pemimpin gereja dan umat awam diciduk dan bahkan ditahan oleh polisi meskipun tidak memiliki sedikit pun bukti atas tuduhan terhadap mereka,” kata Thomas.

Bulan lalu seorang pendeta dari sebuah desa di Uttar Pradesh dijemput oleh polisi dan kemudian dipukuli.

Pastor Inder Kumar -nama disamarkan- mengatakan bahwa ia sedang mengadakan kebaktian Alkitab ketika beberapa pembuat onar bersenjatakan kayu dan tongkat hoki datang untuk menciptakan kekacauan.

“Ketika mereka melihat sekitar 300 orang berkumpul di aula rumah saya, mereka tidak menyerang kami tetapi memanggil polisi dan mengatakan bahwa kami melakukan konversi,” kata Kumar.

“Polisi membawa saya dan empat pengkhotbah lainnya dan kemudian memukuli kami dan melaporkan kami. Kami baru bisa ditinggalkan setelah United Christian Forum turun tangan,” katanya.

Negara-negara bagian Tamil Nadu dan Karnataka juga memusuhi orang-orang Kristen, kata laporan tiga bulanan Persecution Relief.

Di Karnataka, kelompok garis keras Hindu membakar mobil Pastor M V Paulose ketika dia tertidur di dalam. Paulose sedang tidur di kendaraannya untuk mengawasi bahan bangunan di luar gereja yang sedang dibangun.

Dia dirawat di rumah sakit karena mengalami luka bakar.

“Setelah banyak pengaduan, polisi mengunjungi lokasi kejahatan. Saya merasakan keengganan polisi untuk bertindak, ”kata Paulose.

Untuk pertama kalinya, Delhi masuk dalam daftar sepuluh negara bagian India yang paling memusuhi orang Kristen. Ibukota negara juga menjadi tempat kerusuhan anti-Muslim bulan Februari lalu.

Pastor Solomon Cornelius mengatakan bahwa rumahnya, yang juga berfungsi sebagai bangunan gereja – Gereja St. Marie India – di sebuah komunitas kumuh di Delhi selatan, dibakar pada 12 Juni tahun lalu.

“Kami sedang makan malam ketika saya melihat nyala api muncul dari sisi kiri rumah,” kata Cornelius. “Kami melihat dua pria dengan kaleng bensin di atap, tetapi mereka melarikan diri dalam kegelapan.”

Atap gedung – terbuat dari bambu dan lembaran plastik – rusak tetapi mereka berhasil menghentikan api menggunakan pemadam api.

Cornelius melaporkan kejadian itu kepada polisi, tetapi polisi bersikeras bahwa kebakaran itu pasti disebabkan oleh arus pendek.

Kebebasan beragama di India adalah hak fundamental yang dijamin oleh Pasal 15 dan Pasal 25 Konstitusi India. Pengkritik pemerintah mengatakan bahwa kerukunan antaragama di India sedang diganggu oleh para politisi demi keuntungan politik yang sempit.

*Name changed for security reasons.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest