Paus Fransiskus secara khusus berdoa bagi keluarga-keluarga di seluruh dunia yang sedang dikarantina di rumah mereka di tengah-tengah pandemi virus corona.
Saat Misa pada 5 Mei, Paus mengatakan bahwa selama penguncian keluarga-keluarga berjuang untuk melakukan banyak hal-hal yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dia kemudian mengingatkan adanya kekerasan dalam rumah tangga, dan mendesak umat beriman untuk berdoa bagi keluarga-keluarga agar mereka dapat berjuang dalam damai dengan kreativitas dan kesabaran selama karantina ini.
Laporan-laporan media dalam beberapa pekan terakhir mencatat peningkatan kekerasan dalam rumah tangga selama pandemi.
Bulan lalu, PBB menyerukan tindakan segera untuk memerangi gelombang kekerasan rumah tangga di seluruh dunia.
“Saya mendesak semua pemerintah agar mengutamakan keselamatan perempuan saat mereka menanggapi pandemi,” kata António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB.
Dalam kotbahnya, Paus Fransiskus juga menekankan pentingnya persatuan meskipun ada perbedaan.
Dia juga memperingatkan bahaya adanya komitmen terhadap posisi ideologis, bahkan dalam Gereja, yang bisa lebih mendominasi daripada mendengarkan Roh Kudus yang membimbing kita.”
Paus mengatakan itu dapat menyebabkan perpecahan bahkan dalam Gereja.
“Ada gagasan dan posisi yang menciptakan perpecahan, sampai-sampai perpecahan itu lebih penting daripada persatuan,” kata Paus Fransiskus.
Paus menyebut perpecahan sebagai “penyakit Gereja, penyakit yang timbul dari ideologi atau faksi-faksi keagamaan.”
Dia mencatat bahwa sepanjang sejarah Gereja selalu ada semangat untuk berpikir bahwa seseorang itu dianggap benar dan orang lain adalah orang berdosa.
Paus menggambarkannya sebagai sikap “kita dan bukan kita”, yang memperlakukan orang lain sebagai yang dikutuk, sementara “kita memiliki posisi yang benar di hadapan Tuhan.”
Berbicara dari kapel tempat tinggalnya di Casa Santa Marta, Paus Fransiskus menekankan bahwa Yesus mati untuk semua orang.
“Dan juga, untuk orang-orang yang tidak percaya padanya atau dari agama lain. Dia mati untuk semua orang,” katanya.
Merujuk pada perpecahan dalam Gereja setelah Konsili Vatikan II, paus mengatakan tidak masalah untuk memiiki pemikiran berbeda dengan orang lain, tetapi selalu “dalam kesatuan Gereja, di bawah Yesus Sang Gembala.”