Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Kelompok HAM desak pembebasan tahanan politik Filipina

Kelompok HAM desak pembebasan tahanan politik Filipina

Organisasi hak asasi manusia meminta pemerintah Filipina untuk membebaskan tahanan politik di tengah laporan bahwa tahanan di penjara Manila yang padat telah terinfeksi oleh penyakit virus corona.

Mahkamah Agung Filipina sebelumnya telah memerintahkan pembebasan 9.731 tahanan yang sedang menunggu persidangan dan tidak mampu membayar uang jaminan.

Tetapi dari hampir 10.000 tahanan yang dibebaskan, tidak ada tahanan politik karena sebagian besar kasus mereka ditandai “tidak dapat dijaminkan.”

“Belas kasihan yang ditunjukkan kepada tahanan yang dibebaskan harus juga diberikan kepada tahanan politik,” kata Peter Murphy dari Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina.

“Kami sekali lagi meminta para pemimpin sistem peradilan Filipina untuk bertindak sekarang, untuk membuat keputusan yang adil dan manusiawi agar membebaskan para lansia, sakit, rentan, dan semua tahanan politik,” katanya.




Para pemimpin Gereja juga telah meminta pemerintah untuk membebaskan tahanan politik dan para pembela hak asasi manusia.

Uskup San Carlos Gerardo Alminaza mendukung seruan untuk pembebasan tahanan politik, dengan mengatakan bahwa itu akan mengirim “pesan kuat” tentang “keinginan untuk perdamaian dan niat baik pemerintah”.

- Newsletter -

“Ini adalah masalah hidup dan mati yang membutuhkan langkah-langkah luar biasa,” kata uskup itu, menambahkan bahwa ada “ancaman yang tidak dapat disangkal” adanya bencana di penjara-penjara yang “sudah melebihi kapasitas.”

“Sekarang adalah saatnya untuk mengambil tindakan segera untuk semua yang manusiawi, baik, dan penuh kasih,” katanya.

“Kita harus berani untuk mengatasi wabah COVID-19 yang berisiko tinggi, yang sekarang dipaksakan kepada mereka yang berada di balik jeruji besi,” kata Uskup Alminaza.

Sharon Cabusao dari kelompok Kapati: Teman dan Keluarga Tahanan Politik, menyatakan keprihatinan atas keselamatan dan kesehatan para tahanan.

Dalam sebuah webinar yang disponsori oleh Pusat Sumber Daya Wanita, Cabusao mengatakan keluarga tahanan politik telah mendapat kabar tentang tahanan yang sakit.

“Pemerintah tidak mau mengakui validitas atau alasan moral untuk membebaskan (tahanan politik) karena alasan kemanusiaan,” kata Cabusao.

Pada September 2019, Badan Pengelola Penjara dan Penologi negara itu telah mencatat tingkat kepadatan 394 persen pada fasilitas penahanan.

Para pejabat di lembaga pemasyarakatan nasional negara itu juga mengungkapkan bahwa sekitar 5.200 narapidana di penjara nasional “mati setiap tahun karena kepadatan, penyakit, dan kekerasan.”

Menurut statistik Biro Pemasyarakatan bulan Januari, fasilitas penjara itu penuh sesak hingga 310 persen karena 49.114 narapidana menempati penjara yang memiliki kapasitas maksimum 11.981 orang.

Menteri Kehakiman Menardo Guevarra mengakui bahwa penjara yang penuh sesak dan fasilitas penahanan negara itu menimbulkan masalah di tengah ancaman virus corona.

Para tahanan tidur di atap Penjara Kota Quezon di ibukota Filipina pada 27 Maret. Kepadatan penjara negara itu selalu menjadi masalah. (Foto oleh Jire Carreon)

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia telah meminta pemerintah untuk memperhatikan kesehatan dan keselamatan orang-orang yang ditahan sebagai bagian dari upaya melawan pandemi.

Komisioner PBB Michelle Bachelet mencatat bahwa penjara di banyak negara penuh sesak dan orang sering ditahan dalam kondisi yang tidak higienis dan layanan kesehatan tidak memadai atau bahkan tidak ada.

“Jarak fisik dan isolasi diri dalam kondisi seperti itu praktis tidak mungkin,” katanya dalam sebuah pernyataan. Pejabat PBB itu menyerukan pembebasan mereka yang ditahan “tanpa dasar hukum yang memadai,” termasuk tahanan politik dan lainnya yang ditahan “hanya karena mengekspresikan pandangan kritis atau perbedaan pendapat.”

Di Filipina, sedikitnya ada 609 tahanan politik di penjara-penjara di seluruh negera itu. Dari jumlah total tahanan politik, 63 orang sudah sakit-sakitan dan 47 lanjut usia.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest