Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Thailand seharusnya membantu Rohingya, bukan memperburuk penderitaan mereka

Thailand seharusnya membantu Rohingya, bukan memperburuk penderitaan mereka

Pihak berwenang Thailand dikecam oleh kelompok hak asasi manusia terkemuka atas perlakuan mereka terhadap pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.

Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York menyuarakan ketidaksetujuan mereka atas perlakuan Thailand terhadap pengungsi Rohingya, setelah pihak berwenang setempat menangkap setidaknya 12 orang dari kelompok etnis itu dan menaham mereka di fasilitas penahanan imigrasi.

“Thailand seharusnya membantu Rohingya yang tertindas dari Myanmar, bukan memperburuk penderitaan mereka,” kata Brad Adams, direktur HRW Asia. “Pemerintah Thailand harus mengakui kondisi buruk Rohingya dan memungkinkan mereka mendapat perlindungan yang sangat dibutuhkan.”

Dalam sebuah pernyataan, HRW mengatakan kelompok terbaru pengungsi Rohingya tiba di Thailand melalui darat, menyeberang dari Myanmar ke distrik Mae Sot di provinsi Tak pada 20 Mei.




Kelompok hak asasi itu mengatakan bahwa “kebijakan tidak manusiawi” pemerintah Thailand yang menahan pengungsi Rohingya yang tiba di Thailand untuk waktu tak terbatas, harus segera dicabut.

“Pemerintah Thailand harus membatalkan kebijakannya untuk mengurung warga Rohingya, yang membiarkan mereka ditahan untuk waktu tidak terbatas di pusat-pusat penahanan yang sempit dan tidak higienis dan rentan terhadap wabah COVID-19,” kata Adams.

“Ethnis Rohingya dianiaya secara brutal di Myanmar. Thailand harus mengizinkan badan pengungsi PBB untuk menyaring semua warga Rohingya yang tiba di Thailand untuk mengidentifikasi dan membantu mereka yang mencari status pengungsi, ”katanya.

- Newsletter -

Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) memiliki keahlian teknis untuk menyaring status pengungsi dan mandat internasional untuk melindungi para pengungsi dan orang-orang tanpa kewarganegaraan, kata HRW. Penyaringan UNHCR yang efektif terhadap semua kedatangan Rohingya akan membantu pemerintah Thailand menentukan siapa yang berhak atas status pengungsi, kata kelompok itu.

Dianiaya

Pemerintah dan militer Myanmar telah lama menganiaya warga Rohingya, sebuah kelompok minoritas Muslim yang telah tinggal di Negara Bagian Rakhine Myanmar selama beberapa generasi.

Tetapi Myanmar yang mayoritas beragama Buddha menolak untuk mengakui Rohingya sebagai warga negara atau salah satu kelompok etnisnya.

Selama beberapa dekade terakhir, ratusan ribu orang Rohingya telah melarikan diri dari penindasan dan kemiskinan yang mengerikan di wilayah mereka. Mafia perdagangan manusia telah menyalahgunakan dan mengeksploitasi banyak dari mereka dalam perjalanan berbahaya untuk menghindari kematian.

Situasi memburuk secara drastis sejak Agustus 2017, ketika militer Myanmar melakukan pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap Rohingya, sehingga menyebabkan sekitar 740.000 orang mengungsi ke kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.

“Tanggung jawab utama untuk keamanan Rohingya berada pada pemerintah Myanmar, tetapi meluas ke negara-negara di mana mereka mencari perlindungan,” kata HRW dalam pernyataan mereka.

Seperti para pendahulunya, pemerintahan Perdana Menteri Jenderal Prayut Chan-ocha telah memperlakukan Rohingya yang tiba di perbatasan sebagai imigran gelap, dan menahan mereka di penjara imigrasi yang kotor, kata kelompok hak asasi itu.

“Pemerintah tidak mengizinkan UNHCR untuk menentukan status pengungsi bagi mereka,” kata HRW. “Thailand juga mendiskriminasi Rohingya dengan tidak mengizinkan mereka mendaftar sebagai pekerja migran yang didokumentasikan secara resmi, tidak seperti orang lain yang datang dari Myanmar,” kata kelompok itu.

HRW menunjukkan bahwa pihak berwenang Thailand selama bertahun-tahun mengatakan mereka tidak ingin memperlakukan Rohingya sebagai pencari suaka.

“Namun, di bawah hukum internasional, Thailand tidak bisa mengabaikan klaim pencari suaka yang tiba di perbatasannya. Thailand berkewajiban untuk mengizinkan mereka memasuki negara itu dan mencari perlindungan, ”kata HRW.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest