Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Gereja Filipina mendorong kerjasama mengatasi krisis kesehatan mental

Gereja Filipina mendorong kerjasama mengatasi krisis kesehatan mental

Ketua Komisi Pelayanan Kesehatan Konferensi Waligereja Katolik Filipina meminta umat beriman untuk secara bersama-sama menangani masalah kesehatan mental.

Ajakan tersebut disampaikan Pastor Rodolfo Vicente Cancino dalam sebuah forum online tentang “dukungan psikososial” bagi masyarakat  di tengah pandemi global virus corona yang sedang berlangsung.

“Saya ingin mengajak semua orang secara kolektif [untuk membantu],” katanya pada 14 Juli.

Imam itu mengatakan keluarga, sekolah, organisasi, dan Gereja harus bersama-sama dalam perspektif dan pendekatan mereka menghadapi masalah psikologis.




Dia mengingatkan masyarakat bahwa kesehatan mental adalah ” kebutuhan” yang harus mendapat prioritas selama pandemi.

“Sekaranglah saatnya kita memberikan banyak hal penting pada masalah kesehatan mental,” kata Pastor Cancino, seraya menambahkan bahwa penyakit itu memengaruhi baik pria maupun wanita dari berbagai usia.

Imam itu mencatat bahwa kasus-kasus depresi dan bunuh diri meningkat di Filipina.

- Newsletter -

Sebuah laporan yang dirilis bulan lalu oleh Oxfam, dan badan bantuan internasional, mencatat bahwa 43 persen wanita yang disurvei di lima negara melaporkan merasa lebih cemas, tertekan, terisolasi, terlalu banyak bekerja, atau sakit karena krisis virus corona.

Survei itu menunjukkan bahwa sementara pria juga melakukan lebih banyak pekerjaan perawatan selama pandemi, beban kerja perawatan terus jatuh secara tidak proporsional pada wanita.

Setidaknya 43 persen dari 3.558 wanita yang disurvei melaporkan mengalami banyak kecemasan, depresi, kurang istirahat dan kurang tidur serta penyakit fisik karena peningkatan beban pekerjaan perawatan yang tidak dibayar akibat pandemi.

Sebuah laporan Organisasi Kesehatan Dunia mencatat bahwa Filipina memiliki angka bunuh diri 2,4 per 100.000 untuk pria dan 1,7 untuk wanita.

Meskipun Filipina memiliki salah satu tingkat bunuh diri terendah di dunia, nilainya meningkat, menurut WHO.

Seorang pria berdoa di luar Katedral Antipolo yang tertutup dan kosong selama lockdown karena wabah virus corona, 4 April (Foto shutterstock.com)

Pusat Kesehatan Mental Nasional mengatakan bahwa saluran darurat (hotline) mereka mencatat adanya peningkatan jumlah panggilan masuk sejak awal pandemi.

Pengacara Dennis Gorecho, kepala divisi pelaut dari kantor hukum Sapalo Velez Bundang Bulilan, mengatakan laporan bunuh diri karena depresi adalah “manifestasi menyedihkan dari efek negatif kesehatan mental” akibat pandemi.

Dia mengatakan kecemasan pandemi bisa luar biasa dan jika tidak ditangani dengan benar dapat menjadi bencana emosional, fisik dan ekonomi.

Gorecho mengatakan dalam sebuah artikel yang diunggah online bahwa walaupun insiden bunuh diri dapat dianggap sebagai “kasus terisolasi,” tidak dapat dipungkiri bahwa “tekanan emosional dan finansial adalah faktor risiko yang diakui untuk bunuh diri.”

“Bagi banyak pelaut, sumber utama depresi mereka pada awalnya terkait dengan masalah repatriasi, karena mereka menunggu berita tentang jadwal perjalanan pulang untuk bertemu keluarga mereka lagi,” katanya.




Kantor Pastor Cancino telah melayani beberapa kasus orang yang berjuang dengan masalah kesehatan mental.

Lembaga gereja itu telah mendirikan “Pusat Respons Kaibigan” yang memanfaatkan mekanisme rujukan kepada mitra khusus dan praktisi kesehatan.

Program kesehatan mental Gereja juga melakukan penilaian atas penyalahgunaan zat, konsultasi perawatan lansia, dan perawatan kesehatan mental geriatri (lansia).

Badan itu juga telah membentuk tim “barefoot counselors,” yaitu konselor terdaftar yang berbasis di masyarakat, terutama di daerah miskin perkotaan.

Undang-Undang Kesehatan Mental negara itu ditandatangani oleh Presiden Rodrigo Duterte pada 21 Juni 2018.

Hukum ini memberikan pendekatan kesehatan mental berbasis hak dan kerangka kerja yang komprehensif untuk pelaksanaan perawatan kesehatan mental yang optimal di negara itu.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest