Departemen Luar Negeri Amerika Serikat meminta Pakistan untuk merevisi undang-undang penodaan agama menyusul pembunuhan terhadap seorang warga negara Amerika di dalam ruang sidang di kota Peshawar, Pakistan.
Undang-undang penistaan agama Pakistan telah lama menjadi sasaran kritikan keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional, yang menuntut agar undang-undang itu dicabut.
Human Rights Watch melaporkan bahwa undang-undang penistaan “dijadikan dalih untuk melakukan kekerasan terhadap minoritas agama, serta penangkapan dan penuntutan sewenang-wenang.”
Departemen Luar Negeri AS mengutuk pembunuhan Tahir Naseem, 57 tahun, dari Illinois, yang diadili di Pakistan karena dituduh mengklaim dirinya sebagai seorang nabi.
“Kami mendesak Pakistan untuk segera mengambil tindakan dan melakukan reformasi untuk mencegah tragedi memalukan seperti itu terjadi lagi,” kata Departemen Luar Negeri AS via Twitter.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Cale Brown mengatakan Amerika Serikat telah bekerja dengan keluarga Naseem sejak penahanannya tahun 2018 silam.
Dia mengatakan sebelumnya departemen itu telah memperingatkan pejabat senior Pakistan atas kasus Naseem “untuk mencegah tragedi memalukan seperti itu terjadi.”
Nassem dibunuh di dalam ruang sidang di Peshawar saat diadili atas tuduhan penistaan pada 29 Juli.
Tersangka, yang hanya diidentifikasi sebagai Faisal, putra Abdullah, berjalan ke ruang sidang dan menembak Naseem beberapa kali dari jarak dekat.
Dalam sebuah video, yang diunggah dan menjadi viral di media sosial, pria bersenjata itu terdengar mengatakan, “Dia adalah musuh Islam … musuh Pakistan.”
Tersangka mengklaim bahwa Nabi Muhammad berbicara kepadanya dalam mimpi dan menyuruhnya membunuh Naseem, yang ditangkap dan ditahan karena mengaku sebagai seorang nabi.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan bahwa “tersangka pembunuh telah ditangkap dan sebuah tim khusus dibentuk untuk menyelidiki kasus ini.”
“Masalah ini akan ditangani sesuai dengan hukum,” katanya, dan menambahkan bahwa hak dan perlindungan konstitusinal akan “ditegakkan dan dilaksanakan sepenuhnya.”
Kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional telah menuntut pemerintah Pakistan untuk mencabut undang-undang penistaan agama, yang mereka klaim “sering disalahgunakan.”
Seseorang yang terbukti bersalah atas penistaan agama dihukum mati sementara hanya dugaan penistaan dapat memicu kekerasan atau pembunuhan.
Kelompok-kelompok HAM mengklaim bahwa beberapa dari mereka yang dituduh melakukan kejahatan penistaan bahkan telah dibunuh sebelum persidangan berakhir.
Akan tetapi meskipun banyak orang yang dijatuhi hukuman mati karena penistaan agama, pemerintah Pakistan tidak pernah melakukan satu hukuman mati sekalipun.
Sebuah laporan Washington Post mengatakan bahwa sebagian besar dari mereka yang dituduh melakukan penistaan agama, seperti Naseem, termasuk minoritas Ahmadiyah, yang dipandang oleh banyak Muslim di Pakistan sebagai bidat.
Tidak lama setelah pembunuhan Naseem, sebuah tagar yang mengekspresikan dukungan dan memuji pria bersenjata sebagai pahlawan menjadi tren di media sosial.
Salah satu kasus penistaan agama yang paling menonjol di Pakistan yang menjadi berita utama internasional adalah kasus Asia Bibi, yang didakwa dan dipenjara selama delapan tahun sebelum dia dibebaskan.
Pembebasannya menyebabkan kerusuhan hebat. Dia mencari suaka di Kanada tetapi masih menerima ancaman dan intimidasi dari para ekstremis.
Pada tahun 2018, Departemen Luar Negeri AS menyebut Pakistan sebagai “negara yang sangat memprihatinkan” terkait pelanggaran kebebasan beragama.
Ada lebih dari 70 negara di dunia yang memiliki undang-undang yang melarang penistaan agama atau “melukai perasaan keagamaan.”
Penistaan agama didefinisikan sebagai pembicaraan yang menghina atau melecehkan agama atau dewa tertentu.
Diperkirakan 4 juta anggota Ahmadiyah tinggal di Pakistan dari total populasi negara itu yang mencapai 212 juta jiwa. Mereka mengalami kekerasan dan diskriminasi terus menerus.