Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Imam Filipina desak banyak gereja dibuka untuk mengatasi depresi

Imam Filipina desak banyak gereja dibuka untuk mengatasi depresi

Seorang imam di Filipina mengatakan pembukaan kembali gereja selama masa karantina akan membantu mengatasi depresi dan mencegah peningkatan jumlah kasus bunuh diri di negara itu karena pandemi virus corona.

Hal itu disampaikan Pastor misionaris Victor Sadaya, CMF, menanggapi tantangan pemerintah yang meminta Gereja membantu menangani insiden bunuh diri.

“Iman memberikan kekuatan dan harapan kepada orang-orang di tengah pandemi,” kata Pastor Sadaya, direktur eksekutif Porta Coeli Center for Psychotrauma Management and Counseling.




Imam itu mengatakan, pemerintah harus mengizinkan penambahan kapasitas dalam gereja saat perayaan kegiatan keagamaan dan itu akan membantu umat menghayati iman mereka selama pandemi.

Menteri Kehakiman Menardo Guevarra sebelumnya mengimbau para pemimpin gereja untuk membantu mengatasi peningkatan kasus bunuh diri yang “mengkhawatirkan” di negara itu.

“Kami dengan hormat meminta para pemimpin spiritual kita untuk menyampaikan pesan harapan yang sangat dibutuhkan ini kepada warga negara kita yang menderita untuk mencegah lebih banyak insiden bunuh diri,” kata Guevarra.

Namun, di bawah tindakan “karantina komunitas umum” pemerintah hanya mengijinkan 10 orang untuk menghadiri Misa di Manila dan provinsi terdekat.

- Newsletter -

“Dibukanya gereja bagi lebih banyak umat beriman akan sangat membantu, terutama bagi mereka yang berjuang melawan depresi akibat pandemi,” kata Pastor Sadaya.

“Ingat, kebanyakan dari mereka yang rentan bunuh diri adalah orang-orang yang juga telah kehilangan iman mereka,” kata imam itu dalam wawancara dengan Radio Veritas 846.

Seorang wanita berdoa di sebuah gereja yang kosong di ibukota Filipina. (Foto oleh Angie de Silva)

Pastor Sadaya mengatakan bahwa karena larangan selama karantina, orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial dan “tidak punya waktu untuk berdoa atau paling kurang untuk diam diri dan merenung.”

Pusat Kesehatan Mental Nasional menerima rata-rata 30 hingga 35 telepon setiap hari untuk kasus bunuh diri dan hingga 400 panggilan per bulan selama lockdown.

Jumlah telepon yang diterima setiap hari oleh Layanan Psikososial Universitas Filipina juga meningkat dari 40 menjadi lebih dari 100 sejak dimulainya karantina pada bulan Maret.

Wakil Menteri Kesehatan Maria Rosario Vergeire mengingatkan publik pada 24 Agustus bahwa “tidak apa-apa untuk mengakui bahwa kita menghadapi kesulitan.”

“Kita semua sedang mengalami hal serupa terutama dengan situasi kita saat ini,” ujarnya.




Dalam kesempatan yang sama, juru bicara pemerintah Harry Roque mendorong publik untuk berbicara dengan seseorang atau pemimpin spiritual ketika menghadapi masalah.

Uskup Broderick Pabillo, administrator apostolik Keuskupan Agung Manila, mendesak pemerintah untuk menyertakan kesehatan rohani sebagai kebutuhan esensial masyarakat.

“Kita membutuhkan… Ekaristi (untuk) menopang kita dalam perjalanan kita. Ini penting bagi kita. Kita akan mendapatkan hidup, kehidupan nyata melalui Yesus yang kita terima dalam persekutuan kudus. Kita menerima tubuh dan darah-Nya sesungguhnya, ” kata prelatus itu pada bulan Juni.

Sementara itu, Uskup Rex Ramirez, kepala Komisi Episkopal untuk Pelayanan Kesehatan konferensi waligereja Filipina mengatakan krisis kesehatan harus mendorong yang terbaik dalam diri kita, dan bukan yang terburuk.

Seorang umat berdoa di sebuah gereja di Manila dengan mengenakan masker dan pelindung wajah. (Foto oleh Mark Saludes)

Dalam sebuah surat edaran pada 24 Agustus, uskup itu mengatakan bahwa “ketakutan dan penderitaan, kecemasan dan ketidakpastian” tidak hanya disebabkan oleh pandemi tetapi juga oleh virus “keegoisan dan korupsi.”

“Kerugian yang ditimbulkan oleh virus sosial ini terhadap rakyat dan negara kita tidak terhingga,” katanya.

Dia menyerukan kepada umat untuk bersama-sama dengan mereka yang mengerahkan upaya terbaik mereka “demi kemajuan menyeluruh dari komunitas kita, negara kita dan diri kita sendiri karena kesehatan bukan hanya tentang kesejahteraan fisik.”

Komisi kesehatan negara itu dan Komisi Komunikasi Pemuda dan Sosial akan meluncurkan  sebuah advokasi online pada 31 Agustus yang dijuluki “Yakapin ang Bagong Bukas” atau “Rangkullah Hari Esok yang Baru.”

“Biarkan diri kita dijiwai dengan doa antar-iman dan video inspiratif ini,” kata Uskup Ramirez.

Uskup juga menyerukan agar lonceng gereja dibunyikan secara bersamaan pada pukul enam pada hari tersebut untuk “menandai persatuan kita dan menyerukan upaya kolektif di masa-masa sulit ini.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest