Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Mahasiswa Korea Selatan minta bantuan Paus Fransiskus menentang aborsi

Mahasiswa Korea Selatan minta bantuan Paus Fransiskus menentang aborsi

Mahasiswa dari enam universitas di Korea Selatan telah mengirim surat kepada Paus Fransiskus untuk mencari dukungannya dalam kampanye menentang rencana pemerintah yang akan mengizinkan aborsi di negara mereka.

Asosiasi Pelajar Pro-Life di Korea, bersama dengan beberapa pemimpin gereja, menyerahkan surat itu kepada Uskup Agung Alfred Xuereb, Nuncius Apostolik untuk Korea, minggu lalu.

Nunsius mengatakan dia akan menyampaikan pesan itu ke Vatikan minggu ini.




Dalam surat itu, Anna Choo Hee-Jin, presiden asosiasi mahasiswa, memohon dukungan Paus Fransiskus dalam kampanye mereka melawan undang-undang yang dia sebut mengancam kesucian hidup manusia.

“Kami tahu betul bahwa upaya manusiawi saja tidak cukup dalam perjuangan untuk melindungi kehidupan ini. Yang paling kami butuhkan adalah doa dan ketabahan,” bunyi surat siswa yang dilaporkan CNA.

Hee-Jin mengatakan bahwa tekanan yang datang dari kelompok wanita yang menuntut aborsi sebagai “hak untuk memilih” membuat pemerintah Korea Selatan tampaknya “tidak mendukung untuk melindungi bayi yang baru lahir.”

Pada bulan April tahun lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa larangan aborsi “tidak konstitusional”, dan mendesak Majelis Nasional untuk merevisi undang-undang aborsi hingga akhir 2020.

- Newsletter -

Aborsi di Korea Selatan dilarang kecuali dalam kasus pemerkosaan, hubungan sedarah (inses), penyakit genetik, atau risiko terhadap kesehatan ibu.

Para pendukung pro-life mengatakan mereka takut pencabutan larangan akan menghasilkan aborsi yang tidak diatur, yang mereka klaim dilakukan “atas permintaan”.

“Wanita akan dapat melakukan aborsi tanpa batasan hukum apa pun periode kehamilannya,” bunyi surat itu.

Para mahasiswa juga mengirim kepada Paus Fransiskus garis besar dari undang-undang yang diusulkan yang mencakup rekomendasi dari Komite Kehidupan Keuskupan Agung Seoul.

Gereja Katolik di Korea Selatan telah mendesak adanya “konseling wajib bagi perempuan yang mempertimbangkan aborsi, persyaratan tanggung jawab keuangan bagi ayah biologis, dan bantuan hukum bagi ibu untuk melahirkan secara anonim karena stigma budaya seputar kehamilan di luar nikah.”

Rekomendasi ini disampaikan oleh Kardinal Andrew Yeom Soo-Jung, uskup agung Seoul, kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-In dalam pertemuan pada 20 Agustus, lapor CNA.

Pada 13 Agustus, Kardinal Yeom mengatakan kepada Kementerian Kehakiman Korea Selatan bahwa “setiap manusia adalah subjek dari hak konstitusional untuk hidup.”

Prelatus itu mengatakan bahwa rekomendasi untuk merevisi undang-undang aborsi yang ada “tidak adil,” seraya menambahkan bahwa rekomendasi itu “menyiratkan penghilangan sepenuhnya kewajiban negara untuk melindungi kehidupan bayi yang belum lahir.”

Pada 2010, negara itu mencatat 168.738 aborsi dan 470.171 kelahiran yang hidup.

Dalam kunjungan kepausan ke Korea Selatan pada tahun 2014, Paus Fransiskus berdoa di pemakaman anak-anak yang diaborsi yang didirikan oleh Kongregasi Kkottongnae.

Bruder James Sang-Hyun Shin dari Kongregasi Kkottongnae mengatakan kepada CNA dalam sebuah laporan bahwa pemerintahan negara saat ini “menyarankan model inklusivitas.”

Namun, dia mengatakan bahwa kebijakan “inklusivitas” pemerintah itu hanya mencakup “bayi hingga lansia.”

“Dalam kebijakan pemerintah yang mengklaim menjamin dukungan bagi semua orang di semua tahap kehidupan mereka, anak-anak yang belum lahir, awal kehidupan, dikecualikan,” kata Bruder Shin.

Sudah lebih dari 500 hari, sejak 12 Maret 2019, setidaknya 40 pendukung pro-life melakukan tiga shift setiap hari untuk memprotes keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan aborsi yang tidak diatur.

Bruder Shin mengatakan bahwa mereka telah mengadakan “demonstrasi satu orang setiap hari” di depan Mahkamah Konstitusi, Kongres, dan Gedung Biru “untuk memprotes keputusan Mahkamah dan mendesak Kongres dan Administrasi untuk membuat undang-undang yang menghormati kehidupan.

“Pada tanggal 5 September, pendukung pro-life akan mengadakan “Pawai untuk Kehidupan” secara virtual. Peserta didorong untuk “berjalan sendiri-sendiri dan mengirimkan foto dan video saat mereka mengadakan pawai.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest