Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Kardinal Hong Kong ajak umat Kristiani mempromosikan 'budaya kehidupan'

Kardinal Hong Kong ajak umat Kristiani mempromosikan ‘budaya kehidupan’

Administrator apostolik Gereja Katolik di Hong Kong mengajak umat Kristiani untuk “meninjau kembali pemikiran tentang budaya hidup” di tengah pandemi virus corona.

Dalam pesannya untuk peringatan Hari Pro-Life tahun ini, yang ditunda hingga 8 September, Kardinal John Tong mengatakan pandemi “mendorong kita untuk merefleksikan nilai dan makna kehidupan.”

Kardinal itu memperingatkan bahwa pengobatan yang ditawarkan oleh beberapa negara, termasuk pendekatan “herd immunity” atau kekebalan kawanan dapat menyebabkan kematian yang tinggi bagi orang tua dan yang lemah.




Dia mengatakan kebijakan dan sikap ini meningkatkan dampak budaya kematian pada manusia, dan mencatat bahwa pandemi telah merenggut lebih dari 810.000 jiwa.

“Ketidaktahuan, keras kepala, dan kelalaian seperti itu telah merendahkan saudara-saudari kita yang rentan dan menyebabkan kita mengabaikan tanggung jawab kita untuk merawat orang sakit,” kata Kardinal Tong.

Prelatus itu mencatat bahwa tahun ini menandai peringatan 25 tahun ensiklik Paus St. Yohanes Paulus II “Injil Kehidupan” atau Evangelium Vitae.

Dia mengatakan ensiklik menjelaskan bahwa budaya kematian “menyebabkan nilai kehidupan mengalami semacam gerhana.”

- Newsletter -

Kardinal Tong mengatakan bahwa Paus St. Yohanes Paulus II telah “mengajak kita untuk merenungkan makna kehidupan, kebesaran, dan fantasinya”.

“Dia berharap kita menghormati kehidupan sebagai yang tidak bisa diganggu gugat, dan seseorang memiliki hak untuk hidup. Karena setiap orang diciptakan menurut gambar Tuhan, unik dan bermartabat, berakal, dan bebas,” tambahnya.

Kardinal itu mengatakan ensiklik Evangelium Vitae menjadi penegasan kembali yang tepat dan kuat tentang nilai kehidupan manusia dan sifatnya yang tidak dapat diganggu gugat.

Dia mengatakan ini juga merupakan “seruan mendesak” yang ditujukan kepada setiap anggota keluarga manusia untuk “menghormati, melindungi, mencintai dan melayani kehidupan, setiap nyawa manusia.”

Patung Paus St. Yohanes Paulus II di depan Basilika  Bunda Maria dari Guadalupe, Mexico City. (Foto shutterstock.com)

Membangun budaya kehidupan

Kardinal Tong mengatakan nilai seseorang tidak ditentukan oleh kemampuan, prestasi akademis, atau kekayaannya, tetapi karena dia adalah manusia, tanpa memandang ketidaksempurnaan fisik atau ketidakmampuannya.

Prelatus itu memuji pengorbanan banyak imam yang mengunjungi pasien yang sedang sekarat dan orang sakit meskipun berisiko tertular penyakit virus corona.

“Pengorbanan mereka menunjukkan kepada kita nilai sejati kehidupan dan cinta tanpa syarat mereka untuk melayani sesama,” katanya.

Dia mengatakan bahwa para imam ini, beberapa di antaranya telah meninggal karena penyakit itu, “melaksanakan perkataan Yesus – ‘Tidak ada yang lebih besar dari pada seseorang yang memberikan nyawanya untuk para sahabatnya’.”

Kardinal juga mengatakan bahwa mendampingi orang miskin dan merawat orang sakit “membantu membangun budaya kehidupan,” dan menjawab perintah “mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri.”




Kardinal Tong mengatakan bahwa untuk memupuk budaya baru kehidupan, “orang Kristen harus mematuhi perintah Tuhan – Jangan membunuh.”

Dia mendorong masyarakat untuk mendukung semua program, organisasi, dan ajaran yang “mempromosikan nilai-nilai kehidupan dan melayani Injil kehidupan.”

Prelatus itu mengatakan bahwa umat Kristiani juga harus memperlakukan setiap kehidupan manusia “sebagai anugerah dari Tuhan, suci dan tidak dapat diganggu gugat, dari saat pembuahan hingga saat kematian secara alami.”

“Dalam segala situasi, kehidupan harus dihormati dan dilindungi oleh semua orang dan oleh masyarakat,” tambahnya.

Prelatus itu mengutuk ” aborsi dengan sengaja dan euthanasia,” yang sama sekali tidak dapat diterima. Ada 40 juta aborsi setiap tahun di seluruh dunia, kata kardinal.

Demonstrasi pro-kehidupan di Gedung Ibukota Negara Bagian New York di Albany, New York pada 3 Juni 2019. (Foto oleh Danielle W Gagnon/shutterstock.com)

Membentuk hati nurani

Kardinal Tong juga menyinggung bagaimana masyarakat dan media massa “sangat dipengaruhi oleh budaya kematian”.

Dia menuduh mereka menoleransi atau mempromosikan pelanggaran hukum moral, terutama dalam masalah serius seperti menghormati kehidupan manusia dan martabatnya.

Dia mengatakan ini menyebabkan “kebingungan” antara yang baik dan yang jahat, tepatnya dalam kaitannya dengan “hak fundamental untuk hidup.”

“Kita perlu melakukan lebih banyak pekerjaan dan pendidikan tentang prokreasi, rasa sakit, dan penderitaan, untuk memelihara hati nurani yang benar,” katanya.

Prelatus itu mengatakan bahwa ada “benturan kuat antara budaya kehidupan dan budaya kematian” di sebagian besar masyarakat kontemporer.

Dia menekankan perlunya mengembangkan pemikiran kritis yang mendalam, yang mampu membedakan nilai-nilai sejati, dan kebutuhan otentik.

“Marilah kita mencintai dan menghormati setiap kehidupan manusia, berjalan maju dengan sabar dan berani, untuk menumbuhkan ‘budaya kehidupan’ yang merupakan buah kebenaran dan cinta,” kata Kardinal Tong.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest