Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Kelompok HAM kecam perintah Duterte untuk 'tembak mati' pengedar narkoba

Kelompok HAM kecam perintah Duterte untuk ‘tembak mati’ pengedar narkoba

Human Rights Watch mengecam pernyataan Presiden Filipina Rodrigo Duterte baru-baru ini yang memerintahkan aparatnya agar tersangka narkoba ditembak mati.

Phil Robertson, wakil direktur HRW Asia, menggambarkan pernyataan presiden itu sebagai “biadab,” dan menambahkan bahwa “lebih banyak orang akan ditembak mati” karena pasukan keamanan tidak akan melawan perintah itu. 

Dia mengatakan “nafsu darah Duterte jelas tidak terpuaskan” meskipun ribuan nyawa telah hilang dalam kampanye perang melawan narkoba pemerintah.




Dalam pidatonya yang direkam pada 31 Agustus, Duterte memerintahkan kepala biro bea cukai untuk “menembak dan membunuh” penyelundup narkoba.

“Narkoba masih merajalela di dalam negeri…. Saya sudah menyetujui pembelian senjata api dan sampai sekarang Anda belum membunuh satupun?” kata presiden.

“Saya ingin kalian membunuh di sana…. Saya akan mendukung Anda dan Anda tidak akan dipenjara. Jika itu narkoba, tembak dan bunuh saja. Itu kesepakatannya,” katanya.

Robertson mengatakan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang akan bersidang bulan ini, harus segera melakukan penyelidikan independen terhadap pembunuhan di Filipina.

- Newsletter -

“Ini juga merupakan alasan kuat bagi Pengadilan Kriminal Internasional untuk mempercepat pemeriksaan awal atas pengaduan kejahatan terhadap kemanusiaan yang ditujukan kepada Duterte dan pemerintahannya,” katanya.

Robertson mengatakan “pembantaian yang berkelanjutan juga menjelaskan mengapa komunitas internasional yang dipimpin oleh Uni Eropa perlu bertindak tegas atas bencana hak asasi yang sedang berlangsung di Filipina.”

Dia mengatakan bahwa komunitas internasional tidak boleh terpengaruh oleh kebohongan pemerintah Filipina tentang catatan hak asasi manusianya.

Data polisi menunjukkan bahwa hampir 9.000 orang telah tewas dalam “perang” pemerintah melawan narkoba.

Akan tetapi laporan media dan organisasi hak asai mengklaim bahwa kampanye melawan obat-obatan terlarang telah menewaskan sekitar 30.000 orang.

Pada 26 Agustus, Agnes Callamard, Pelapor Khusus PBB untuk Pembunuhan di Luar Hukum, menyerukan agar memberikan sanksi terhadap pejabat Filipina yang diduga bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di negara itu.

Callamard mengatakan sudah waktunya bagi negara-negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk memulai sanksi pemerintah dan tuntutan pidana terhadap pejabat Filipina yang telah “melakukan, menghasut, atau gagal mencegah pelanggaran hak asasi manusia.”

Pada bulan Juni, 33 pakar hak asasi manusia PBB mendesak Pengadilan Kriminal Internasional untuk mempercepat dan menyelesaikan penyelidikan awal atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan di bawah “perang” melawan narkoba di Filipina.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest