Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Features (Bahasa) Banyak pekerja di India bunuh diri karena kesulitan keuangan akibat COVID-19

Banyak pekerja di India bunuh diri karena kesulitan keuangan akibat COVID-19

Kehidupan di desa Bamora di negara bagian India tengah di distrik Sagar Madhya Pradesh mendadak berubah menjadi suram. Seorang pekerja migran Manish ‘Sunil’ Vishwakarma, yang telah kembali dari Delhi pada Mei tahun ini karena krisis akibat COVID-19, diduga melakukan bunuh diri.

Sunil, 34,  tiba di desa asalnya Bamora pada 17 Mei dengan ‘Shramik’ atau kereta khusus tenaga kerja.

Dia ditemukan tergantung di rumahnya pada 10 Juni.




Saudara laki-laki Sunil, Anil Vishwakarma, mengatakan Sunil bekerja di sebuah restoran di Delhi yang ditutup karena lockdown.

“Dia tinggal disana bersama istri dan dua anaknya. Semuanya kembali ke kampung halamannya di Bamora karena tidak ada pekerjaan di Delhi dan tidak mungkin bisa bertahan di sana tanpa pekerjaan,” kata Anil.

“Tapi keadaan tidak lebih baik di sini. Sunil mengalami depresi setelah keluar dari pekerjaannya. Tanpa ada pendapatan dan tidak ada rezeki, dia akhirnya bunuh diri,” katanya.

India mengalami lonjakan 3,4 persen dalam kematian karena bunuh diri pada 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya di mana sebagian besar terkait dengan kelompok dengan pendapatan rendah.

Laborers at a construction site in Ghaziabad, Uttar Pradesh, India sometime in June. (Photo by Abhishek Mittal/shutterstock.com)
- Newsletter -

Negara ini mengalami total 139.123 kasus bunuh diri pada tahun 2019. Data baru-baru ini dari Biro Catatan Kejahatan Nasional (NCRB) negara itu menunjukkan bahwa hampir dua pertiga dari total kasus bunuh diri yang dilakukan pada tahun 2019 dilakukan oleh mereka yang memiliki pendapatan tahunan kurang dari 100.000 rupee (atau sekitar $1.400).

Meskipun data NCRB hanya mencakup bunuh diri selama 2019, tahun ini bahkan bisa lebih buruk lagi pada pekerja upah harian di India dan pekerja migran serta petani karena pandemi virus corona dan penguncian.

Para penerima upah harian, yang merupakan kategori populasi berpenghasilan terendah di India, menduduki posisi tertinggi dalam jumlah kasus bunuh diri di India karena hampir setiap empat (23,8 persen) bunuh diri pada tahun 2019 dilakukan oleh seseorang yang termasuk dalam kelompok ini. Sebanyak 32.563 penerima upah harian mengakhiri hidup mereka sepanjang tahun, naik dari 30.132 pada 2018, data tersebut mengungkapkan.




Data lima tahun terakhir NCRB mengungkapkan bahwa persentase penerima upah harian yang meninggal karena bunuh diri meningkat di negara itu.

Pada tahun 2015, persentase penerima upah harian yang meninggal karena bunuh diri mencapai 17,87 persen (23.779), yang meningkat menjadi 19,2 persen (21.902) pada tahun 2016, kemudian menjadi 22,1 persen (28.737) pada tahun 2017, dan 22,4 persen (30.124) pada tahun 2018, dan meningkat menjadi sekitar 24 persen dalam data NCRB terbaru untuk 2019.

Peningkatan kasus bunuh diri

Lonjakan bunuh diri oleh pekerja dengan upah harian kemungkinan akan berlanjut tahun ini karena COVID-19 telah membuat mereka sangat tertekan.

Situasi pandemi saat ini dan krisis yang sedang berlangsung telah menghancurkan mata pencaharian masyarakat miskin. Kesulitan keuangan yang disebabkan oleh virus menghantam para pekerja dan petani dengan sangat keras, dan menempatkan mereka pada risiko kemiskinan dan depresi.

Beberapa buruh bangunan di Ghaziabad, Uttar Pradesh, India sekitar bulan Juni. (Foto oleh Abhishek Mittal / shutterstock.com)

Pada 2019, menurut laporan NCRB, ada 10.281 orang yang bergerak di sektor pertanian, termasuk petani, pembudidaya, dan pekerja pertanian melakukan bunuh diri, atau 7,4 persen dari semua kasus bunuh diri di India.

Tingkat bunuh diri di sektor agraria mengalami sedikit penurunan pada tahun keempat berturut-turut, tetapi para ahli mengatakan hal ini mungkin ini disebabkan karena kecenderungan untuk tidak melaporkan data.

Aktivis juga berpendapat bahwa lebih dari 10.000 petani yang melakukan bunuh diri setiap tahun menjadi kekhawatiran besar. Sektor pertanian berada di bawah tekanan yang signifikan setelah kemarau panjang dan banjir, gagal panen, turunnya gaji di pedesaan, jatuhnya harga hasil bumi, meningkatnya hutang, dan menyusutnya kepemilikan tanah.

Bunuh diri di kalangan ibu rumah tangga

Secara keseluruhan, India mencatat 139.123 kasus bunuh diri selama 2019, naik dari 134.516 pada 2018 dan 129.887 pada 2017, data NCRB mengungkapkan.

Ibu rumah tangga mencakup 15,4 persen dari semua kasus bunuh diri di India dan membentuk kelompok terbesar kedua yang melakukan bunuh diri pada 2019 setelah buruh upah harian.

Mereka diikuti oleh wiraswasta (11,6 persen), pengangguran (10,1 persen), orang bergaji atau profesional (9,1 persen), pelajar, dan orang yang bekerja di sektor pertanian (keduanya 7,4 persen), dan pensiunan (0,9 persen) , menurut data NCRB.

Para petani di Amravati, Maharashtra, India  membajak ladang mereka secara tradisional pada 30 Juli 2017. (Foto oleh CRS PHOTO/shutterstock.com)

Sarika Saxena, 32, bunuh diri dengan mengkonsumsi racun karena diduga dilecehkan oleh mertuanya di distrik Shivpuri di negara bagian tengah Madhya Pradesh. Sarika meninggal di sebuah rumah sakit di Shivpuri pada Desember tahun lalu.

Ayahnya Jagdish Khare mengatakan “Dia menikah dengan Vivek Saxena, yang menjalankan toko pakaian, pada bulan April tahun lalu dan bunuh diri hanya delapan bulan setelah pernikahan. Saya telah memberikan emas, uang tunai dan barang-barang rumah tangga senilai 700.000 rupee (atau sekitar US$10.000) sebagai mas kawin pada saat pernikahan, ”katanya.

“Tapi segera setelah menikah, mertuanya mulai melecehkannya karena mereka menginginkan lebih banyak mas kawin.”

Mertua Sarika sekarang telah didakwa karena turut menyebabkan anaknya bunuh diri. 
Tragedi bagi keluarga
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun terdapat sekitar 800.000 orang melakukan bunuh diri dan masih banyak lagi orang yang mencoba bunuh diri. Dari 17 persen kasus bunuh diri di dunia terjadi di India.

India termasuk di antara tingkat bunuh diri tertinggi di dunia. Setiap kasus bunuh diri adalah tragedi yang mempengaruhi keluarga, komunitas dan seluruh negara dan memiliki efek jangka panjang pada orang-orang yang ditinggalkan.

Bunuh diri “dapat dicegah” dengan intervensi tepat waktu, berbasis bukti, dan seringkali berbiaya rendah, kata WHO, tetapi stigma, terutama seputar gangguan mental dan bunuh diri, membuat banyak orang yang berencana untuk melakukan bunuh diri atau mencoba bunuh diri tidak mencari bantuan dan oleh karena itu tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.




Pastor Maria Stephen, Pejabat Hubungan Masyarakat (PRO) dari Gereja Katolik di Madhya Pradesh mengatakan, “Orang-orang mati bunuh diri hanya karena mereka memikirkan diri sendiri.”

“Mereka tidak berpikir mengapa mereka datang ke dunia ini. Mereka hanya menetapkan tujuan untuk diri mereka sendiri dan jika gagal mereka bunuh diri. Jadi, penting bagi kita untuk menjalin hubungan dengan Tuhan.”

Pastor Stephen menambahkan: “Penting bagi kita untuk melakukan sesuatu untuk orang lain daripada menjadi egois dan memikirkan diri kita sendiri. Jadi, kita harus mengerti mengapa Tuhan mengirim kita ke dunia ini.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest