Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Pengadilan Pakistan bebaskan pria Kristen dari tuduhan penistaan agama

Pengadilan Pakistan bebaskan pria Kristen dari tuduhan penistaan agama

Pengadilan Tinggi Lahore membebaskan seorang pria Kristen yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup berdasarkan undang-undang penistaan agama Pakistan.

Pria tersebut, Imran Ghafur Masih, dibebaskan pada 15 Desember setelah menghabiskan lebih dari 10 tahun penjara karena diduga melakukan penistaan agama.

“Ini adalah hari kebangkitan bagi kami,” kata Naveed Masih, saudara dari Imran, kepada kelompok hak asasi International Christian Concern (ICC). “Tuhan telah mendengar tangisan kami dan kami sangat berterima kasih pada-Nya. Ini adalah hadiah Natal bagi kami. “




Keluarga Imran bersembunyi setelah pembebasan itu karena ada potensi ancaman dari kelompok ekstremis.

“Kami senang melihat Imran Masih akhirnya bebas dari tuduhan dan dibebaskan,” kata William Stark, manajer regional ICC untuk Asia Selatan.

“Sangat menyenangkan melihat kasus penistaan agama yang berkepanjangan diselesaikan dengan adil di tingkat pengadilan tinggi di Pakistan,” katanya.

Akan tetapi Stark menyatakan keprihatinannya atas keselamatan Imran dan keluarganya. Ia mengatakan  ekstremis di Pakistan diketahui menargetkan individu yang dituduh melakukan kejahatan agama, seperti penistaan, bahkan setelah mereka dibebaskan.

“Penyalahgunaan Undang-Undang Penistaan Aagama di Pakistan harus diatasi dan tuduhan palsu harus dihilangkan dan dihukum,” kata Stark.

- Newsletter -

Ia mengatakan bahwa undang-undang ini “telah menjadi alat di tangan para ekstremis yang berusaha untuk membangkitkan kekerasan bermotif agama terhadap minoritas.”

“Tanpa reformasi, agama minoritas akan terus menghadapi tuduhan penistaan palsu dan kekerasan yang sering menyertai tuduhan tersebut,” kata Stark.

Riwayat kasus Imran Ghafur Masih

Kasus yang menimpa Imran berawal pada tanggal 1 Juli 2009, ketika ia sedang membersihkan toko buku keluarganya di kota Hajweri di Faisalabad. Ia akan membakar beberapa sampah, termasuk beberapa buku dan kertas tua, ketika dia menemukan buku teks dengan tulisan Arab.

Khawatir buku itu berisi tulisan-tulisan religius, Imran berkonsultasi dengan tetangganya Haji Liaquat Ali. Ali menyuruh Imran untuk membakar buku itu, jadi Imran melemparkannya ke dalam api dan pergi.

Ketika separuh buku itu terbakar, Ali mengeluarkannya dari api dan menggunakan buku yang sebagian terbakar itu untuk menuduh Imran membakar Al-Qur’an.

Menurut keluarga Imran, Ali menginginkan etalase depan disewakan ke toko buku keluarga untuk mengembangkan bisnis bahan bangunan yang terletak di sebelahnya.

Berita tentang insiden tersebut segera menyebar ke masjid-masjid setempat dan membuat pengumuman.

Massa sekitar 400 Muslim berkumpul di rumah Imran dan memukulinya, bersama dengan saudaranya, Naveed, dan ayahnya, Ghafur, sebelum menyiram mereka dengan minyak untuk membakar mereka hidup-hidup.

Polisi setempat turun tangan dan menangkap Imran, serta membawanya ke kantor polisi.

Sekitar 1.000 orang kemudian berkumpul di luar kantor polisi dan menuntut agar Imran diserahkan kepada mereka. Polisi segera mendaftarkan kasus penistaan terhadap Imran dan salinan dakwaan dibagikan kepada massa.

Pada 11 Januari 2010, Pengadilan Faisalabad menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Imran dan denda 100.000 rupee.

Imran mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Lahore tetapi ditunda hampir 70 kali selama 10 tahun berturut-turut.

Menurut kuasa hukum Imran, banding tersebut melewati sedikitnya 10 hakim.

“Kami mengalami masa yang sangat menyakitkan selama Imran dipenjara,” kata Naveed.

“Imran kehilangan orang tuanya dan tidak diizinkan menghadiri pemakamannya. Kami kehilangan bisnis dan pekerjaan yang memengaruhi pendidikan dan masa depan anak-anak kami,” kata saudara laki-laki Imran.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest