Dua aktivis prodemokrasi Hong Kong dinyatakan bersalah atas tuduhan terkait aksi ilegal selama protes massa pro-demokrasi pada Agustus 2019, sementara tujuh lainnya, termasuk maestro media Jimmy Lai, dinyatakan tidak bersalah pada 15 Februari.
Aksi protes tahun 2019 yang dipicu oleh kekhawatiran pembatasan oleh Beijing terhadap kebebasan yang dijanjikan kepada bekas koloni Inggris itu setelah kembali ke pemerintahan Tiongkok pada 1997, menyebabkan kota semi-otonom jatuh ke dalam krisis terbesarnya sejak peralihan.
Demonstrasi pada Agustus 2019 diperkirakan diikuti lebih dari 1 juta orang, meskipun hujan deras, dan memberikan jeda pada bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi yang sering terjadi pada demonstrasi pada bulan-bulan sebelum dan sesudah.
Au Nok-hin, mantan politisi dan aktivis pro-demokrasi, dinyatakan bersalah karena mengorganisasi dan secara sengaja mengambil bagian dalam aksi tidak sah itu, sementara Leung Yiu-chung, aktivis lainnya, bersalah atas partisipasi dalam pertemuan ilegal itu.
Leung dan Au akan mendengarkan putusan pada 22 Maret.
Tujuh aktivis lainnya yang diadili, termasuk Jimmy Lai yang merupakan kritikus terkemuka terhadap Beijing, pendiri Partai Demokrat Martin Lee, dan aktivis veteran Lee Cheuk-yan, dan Leung Kwok-hung, yang dikenal sebagai Rambut Gondrong, tidak bersalah atas tuduhan tersebut.
Dua orang terakhir berteriak, “Menolak tuntutan politik!” saat menyampaikan permohonan.
Lee, seorang Katolik, baru-baru ini dinominasikan untuk menerima Hadiah Nobel Perdamaian. Pria berusia 82 tahun ini adalah seorang pasifis yang merangkul aktivisme dan filosofi Martin Luther King Jr. dan Mahatma Gandhi.
Menanggapi protes 2019, Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional pada Juni tahun lalu, menghukum apa pun yang dianggap Tiongkok sebagai pemisahan diri, subversi, terorisme, atau kerjasama dengan kekuatan asing dengan hukuman penjara seumur hidup.
Sejak undang-undang tersebut diberlakukan, pemerintah telah mendiskualifikasi politisi oposisi dan memenjarakan para aktivis , sementara pihak berwenang melarang slogan, lagu, dan aktivitas politik pro-demokrasi di sekolah.
Lai ditahan sejak Desember dan dijadwalkan untuk sidang banding pada 17 Februari atas keputusan sebelumnya yang menolak jaminan terkait dengan tuduhan bersekongkol dengan kekuatan asing.
Sebelumnya, pria berusia 72 tahun itu sering berkunjung ke Washington, bertemu dengan para pejabat, termasuk mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, untuk menggalang dukungan bagi demokrasi Hong Kong, sehingga Beijing mencapnya sebagai “pengkhianat”.
Lai lahir dari keluarga kaya di Tiongkok daratan pada tahun 1947. Keluarganya menderita setelah partai komunis mengambil alih kekuasaan pada tahun 1949, dengan ibunya dikirim ke kamp kerja paksa. Pada usia 12 tahun Lai diselundupkan ke Hong Kong. Kardinal Joseph Zen membaptisnya pada tahun 1997, tahun yang sama ketika bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke pemerintahan Tiongkok.
Tambahan dari Reuters