Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Filipina posisi kedua sebagai negara 'paling mematikan' bagi pejuang HAM

Filipina posisi kedua sebagai negara ‘paling mematikan’ bagi pejuang HAM

Sebuah kelompok hak asasi manusia internasional menyebutkan bahwa tahun lalu Filipina menjadi negara paling mematikan kedua bagi aktivis hak asasi manusia dan pembela lingkungan.

Laporan Analisis Global 2020 yang diterbitkan oleh Front Line Defenders bulan ini mengatakan setidaknya 25 pembela hak asasi manusia Filipina tewas tahun lalu.

Laporan itu mengatakan sekurangya 84 persen dari 25 pembela hak yang terbunuh “bekerja untuk membela tanah, lingkungan, dan hak-hak masyarakat adat.”




Laporan tersebut menyalahkan pemerintah Presiden Rodrigo Duterte, yang digambarkan telah “terang-terangan tidak memusuhi konsep hak asasi manusia.”

Menurut laporan tersebut “impunitas yang meluas” di negara itu juga berkontribusi pada tingginya jumlah korban, seperti pembunuhan sembilan masyarakat adat Tumandok pada 30 Desember.

Secara global, paling kurang 331 pembela hak asasi manusia yang mempromosikan keadilan sosial, lingkungan, ras dan gender di 25 negara dilaporkan tewas pada tahun 2020.

Laporan itu mengatakan sebagian besar dari mereka “dipukuli, ditahan, dan dikriminalisasi karena pekerjaan mereka”.

- Newsletter -

Olive Moore, wakil direktur Front Line Defenders, mengatakan penelitian itu menunjukkan tren kekerasan yang “tidak masuk akal” terhadap para pembela hak asasi manusia.

“Meskipun tahun 2020 adalah tahun yang sulit bagi semua orang, tahun lalu lalu menjadi sangat menantang bagi para pembela hak asasi manusia, karena menghadapi sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya.

Moore mengatakan para pembela HAM menghadapi serangan dan tantangan yang meningkat karena krisis kesehatan global “namun bekerja untuk mengisi kekosongan akibat kurang memadainya tanggapan pemerintah terhadap pandemi.”

Negara Kolombia di Amerika Latin menempati peringkat negara paling berbahaya di dunia dengan 177 kematian yang tercatat, lebih dari separuh jumlah secara global.

Pembunuhan aktivis hak asasi manusia di Kolombia meningkat sejak 2016 meskipun ada kesepakatan damai antara pemerintah dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia.

Honduras berada di peringkat ketiga dengan 20 kematian diikuti oleh Meksiko yang mencatat 19 aktivis HAM tewas, sedangkan Afghanistan peringkat kelima dengan 17 kematian.

Negara lain di Asia yang termasuk dalam 25 negara teratas adalah India, Nepal, dan Thailand.

Laporan tersebut mencatat bahwa Tiongkok dan India telah “berupaya untuk mengurangi dan mengubah standar hak asasi manusia normatif”.

Menurut laporan itu, masyarakat adat mencakup hampir sepertiga dari total 331 pembunuhan para pembela hak asai tahun lalu, 13 persen diantaranya adalah perempuan.

“Para pembela hak asasi manusia selalu berada dalam risiko dan kurangnya akuntabilitas dan penuntutan atas pembunuhan mereka membuat para pelakunya hampir tidak terjerat apa-apa,” kata Ed O’Donovan, juga dari Front Line Defenders.

Selain pembunuhan, organisasi itu juga mencatat 919 pelanggaran yang dialami oleh aktivis HAM, lebih dari 50 persen melibatkan penahanan, penangkapan, dan tindakan hukum.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest