Seorang ibu rumah tangga bernama Renuka Singh, 35, dari negara bagian Haryana, India utara, masih mengingat dengan jelas penderitaan yang dia alami ketika melarikan diri dari rumah mertuanya bersama salah satu putrinya.
Renuka yang telah menikah selama empat tahun mengatakan dia mengalami kekerasan luar biasa dari mertuanya karena dia tidak bisa melahirkan anak laki-laki.
Setahun setelah menikah, dia melahirkan seorang anak perempuan. Dua tahun kemudian dia melahirkan anak perempuan lagi, yang membuat orang tua suaminya semakin tidak senang.
“Siksaan yang menimpaku sangat banyak saat itu. Saya dibuat agar melakukan semua pekerjaan rumah tangga keluarga besar, dengan diberikan hanya sedikit makanan dan putri saya tidak dicintai oleh siapa pun dalam keluarga, selain saya,” kata Renuka kepada LiCAS.news.
Ia mengaku suaminya sering memukulinya. Sementara kedua putrinya diperlakukan seperti budak dan tidak mendapat pendidikan dasar.
“Ketika putri sulung saya Pari berusia tiga tahun, saya ingin dia dirawat di pusat penitipan anak terdekat yang dikelola pemerintah sehingga dia bisa mulai belajar. Saya dianiaya dan dipukuli oleh suami saya karena berpikir untuk mengizinkannya masuk sekolah,” kata Renuka.
Dia akhirnya memutuskan bahwa satu-satunya cara untuk keluar dari situasi rumah tangga yang tidak menentu adalah dengan melarikan diri. Suatu saat tahun lalu, saat tengah malam, secara diam-diam ia mengumpulkan barang-barangnya, membawa putri bungsunya dan melarikan diri.
Dengan naik bus, Renuka berangkat ke kota lain di mana seorang temannya membantunya mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dan mencari tempat untuk tinggal. Tapi masalahnya belum selesai.
“Suami dan mertua saya secara paksa dan ilegal menahan putri kedua saya, untuk memaksa saya kembali ke rumah mertua,” kata Renuka.
Untuk membantunya mendapatkan hak asuh atas putrinya yang lain, ia diperkenalkan kepada Alliance Defending Freedom (ADF) India, sebuah organisasi advokasi hukum Kristen yang memberikan dukungan hukum pro-bono kepada kaum terpinggirkan, terutama untuk masalah yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan kesucian hidup manusia.
“Saya menelepon mereka dan memberi tahu mereka situasi saya. Saya mengatakan kepada mereka tentang perlakuan kejam terhadap saya oleh mertua saya dan bahwa putri sulung saya ditahan oleh mereka,” kata Renuka.
Pengacara dari kelompok itu kemudian menyampaikan permohonan Renuka ke pengadilan, mencari hak asuh atas putri sulung, dan melalui pengadilan dia diberikan hak asuh sementara atas putrinya.
“Putri saya disatukan kembali dengan saya. Tidak ada kebahagiaan yang lebih dari ini,” kata Renuka. Atas nama Renuka, ADF juga telah melaporkan kekerasan dalam rumah tangga terhadap mertuanya.
Mengistimewakan anak laki-lakiTehmina Arora, direktur, ADF India, mengatakan preferensi untuk anak laki-laki didasarkan pada pemikiran banyak orang di India bahwa anak laki-laki sangat penting untuk kelangsungan sosial keluarga, untuk meneruskan garis keturunan dan memastikan keamanan finansial keluarga.
Arora mengatakan bahwa perempuan menghadapi tekanan sosial yang sangat besar untuk melahirkan anak laki-laki.
“Kegagalan untuk melahirkan anak laki-laki akan menerima konsekuensi kekerasan atau pengabaian yang sangat mengerikan,” katanya.
Kavita Kumari, dari negara bagian Punjab, India, juga mengalami kekerasan seperti yang dialami Renuka. Ia juga memiliki dua anak perempuan, salah satunya sakit parah, tetapi suami dan mertuanya tidak mengizinkannya untuk membawa putrinya itu ke dokter. Gadis itu akhirnya meninggal karena kondisinya, kata Kavita.
“Dia tidak meninggal karena demam, tapi dia dibunuh oleh mertua saya yang tidak mengizinkan saya membawanya ke dokter. Seandainya itu laki-laki, mereka pasti akan peduli dengan cara yang jauh berbeda,” kata Kavita.
Beberapa hari setelah kematian putrinya, dia meninggalkan suaminya dan mencari bantuan dari ADF India untuk menyelesaikan masalah yang terjadi padanya dan putrinya melalui pengadilan.
Kavita mengatakan organisasi seperti ADF India memberikan harapan baru kepada perempuan yang terjebak dalam situasi yang buruk dengan membantu mereka mencari keadilan melalui pengadilan di negara tersebut.
“Para wanita khususnya dari pedesaan India tidak menyadari hak-hak mereka,” kata Kavita. “Mereka percaya mengalami kesengsaraan dan siksaan adalah takdir dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengubahnya.”
Arora menambahkan ADF India berkomitmen memberikan bantuan hukum kepada para ibu yang menderita karena melahirkan anak perempuan. ADF India juga bertujuan untuk memberantas aborsi hanya karena jenis kelamin, serta berusaha menyelamatkan nyawa ribuan gadis yang terbunuh di dalam rahim setiap hari di negara itu.
“Kami mendorong penegakan tegas atas UU Teknik Diagnosis Pra-Konsepsi dan Pra-Natal (PCPNDT) (Larangan Seleksi Jenis Kelamin) 1994,” kata Arora.
ADF India melaporkan bahwa ada 63 juta wanita hilang di India karena aborsi berdasarkan gender. Untuk lebih lanjut tentang masalah ini, tonton video ADF India di bawah ini.