Vatikan menyatakan kekecewaannya atas laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB tentang “Islamofobia,” dan menyebut laporan itu berpotensi memecah belah karena tidak memasukkan kelompok agama lain.
Uskup Agung Ivan Jurkovic, pengamat permanen Takhta Suci untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan “mengurangi profil negatif dan stigmatisasi” atas kelompok-elompok membawa resiko nyata yang menjembatani mentalitas ‘kami versus mereka.”
“Setiap peraturan atau praktik yang menargetkan kelompok tertentu berdasarkan -setidaknya sebagian- pada kriteria agama, adalah bentuk diskriminasi yang halus, terlepas dari efek yang diinginkan atau hasil nyata dari undang-undang atau praktik tersebut,” kata uskup agung itu.
Uskup agung itu mengatakan bahwa agak mengkhawatirkan bahwa laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB itu “difokuskan pada satu kelompok agama dengan mengesampingkan agama yang lain dengan risiko menyebabkan polarisasi komunitas internasional.”
Uskup Agung Jurkovic memperingatkan bahwa hal itu dapat menciptakan “konflik yang selanjutnya dapat membahayakan hak asasi yang seharusnya dipromosikan dan dilindungi [oleh dewan itu].”
Minggu lalu Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) merilis laporan yang fokus pada “Kebencian terhadap Muslim / Islamofobia”. Laporan itu tidak merujuk pada kelompok agama lain di seluruh dunia yang juga menjadi korban kebencian, diskriminasi dan penganiayaan.
Meskipun demikian, uskup agung itu mengakui “karya penting” yang disajikan dalam laporan tersebut yang menguraikan situasi diskriminasi, stigmatisasi, tindak kekerasan dan pembatasan hak dalam menjalankan agama seseorang, baik secara individu maupun dalam komunitas yang sering dialami oleh umat Islam.
Ia mengatakan bahwa semua tindakan kebencian berbasis agama, diskriminasi, dan persekusi “harus dikutuk dengan keras”.
Pejabat Vatikan itu mencatat bahwa dengan semakin terkikisnya kebebasan beragama karena kebutuhan untuk melindungi kehidupan manusia dari penyebaran COVID-19, “sangat penting bahwa otoritas sipil berkomitmen untuk menghormati, melindungi dan membela kebebasan beragama dan berkeyakinan, sebagai dimensi terdalam dari martabat pribadi manusia.”
Laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang diumumkan pekan lalu mencatat bahwa serangan di New York pada 11 September 2001, adalah titik awal dari era Islamofobia, dengan target hampir 1,6 miliar Muslim di seluruh dunia.
Disebutkan bahwa tindakan ekstremis telah mengakibatkan kecurigaan institusional terhadap Muslim dan mereka yang dianggap Muslim.
Islamofobia telah “mengabadikan, membenarkan, dan menormalkan diskriminasi, permusuhan, dan kekerasan terhadap individu dan komunitas Muslim,” kata laporan tersebut.
Laporan itu menyebutkan bahwa Islamofobia yang terus-menerus, dan bahkan yang didorong oleh negara, tidak hanya menyakiti umat Islam, tetapi siapa pun yang “dianggap” sebagai Muslim, karena banyak mencampurkan agama dengan ras.